Internasional
Dampak Perang Dagang Kian Nyata, IMF Ingatkan Potensi Krisis
Wangi Sinintya, CNBC Indonesia
10 October 2018 12:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengingatkan akan adanya peningkatan risiko pada sistem keuangan global dan peningkatan ketegangan perdagangan lebih lanjut dapat mendorong situasi menjadi di luar batas.
Meski begitu, rasa puas investor telah muncul, menurut Laporan Stabilitas Keuangan Global terbaru IMF, yang dirilis pada hari Rabu. Laporan diterbitkan dua kali dalam setahun, berisi penilaian IMF terhadap kondisi keuangan global dan menyoroti resiko dalam sistem.
Mengutip CNBC International, harga saham, khususnya di AS, telah beberapa kali dalam setahun terakhir mencapai rekor tertinggi, yang merupakan indikasi bahwa investor berani mengambil risiko. Namun ketidakpastian perang dagang dapat menyebabkan sentimen tersebut berubah dengan cepat, dan memicu aksi jual secara tiba-tiba di pasar keuangan, kata laporan tersebut.
"Peningkatan ketegangan perdagangan lebih lanjut, serta meningkatnya risiko geopolitik dan ketidakpastian kebijakan di negara-negara besar, dapat menyebabkan penurunan mendadak dalam sentimen resiko, memicu koreksi yang luas di pasar modal global, dan pengetatan tajam kondisi keuangan global."
IMF mengatakan pada Selasa, bahwa gangguan terhadap perdagangan global mengancam pertumbuhan ekonomi. IMF juga memangkas pertumbuhan global untuk 2018 dan 2019 sebesar 0,2% menjadi 3,7%, dan menurunkan proyeksi pertumbuhan perdagangan barang dan jasa di seluruh dunia.
IMF mencatat, risiko yang meningkat dari perang dagang AS-China datang pada saat pasar negara berkembang berada di bawah tekanan. Negara-negara seperti Turki dan Argentina menghadapi arus keluar modal (capital outflow) besar di tengah meningkatnya suku bunga AS, yang menjadi mesin penguatan greenback.
"Tuntutan resiko global yang kuat sejauh ini menutupi tantangan yang dihadapi pasar yang muncul jika kondisi keuangan global tiba-tiba mengetat tajam. Dalam hal itu, risiko penularan ke pasar berkembang yang lebih luas bisa terjadi, menyoroti pentingnya menghindari rasa puas diri,"
Sebuah analisis IMF menemukan bahwa negara-negara berkembang, kecuali China, dapat mengalami arus keluar US$ 100 miliar atau lebih selama empat kuartal, serupa dengan besarnya krisis keuangan global.
IMF mengatakan, kondisi keuangan di China, yang merupakan pusaran dari persaingan tarif yang sedang berlangsung dengan AS, telah tetap "stabil secara luas" berkat pelonggaran kebijakan moneter bank sentral.
Tahun ini, Bank sentral China telah empat kali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar agar bank kian agresif memberikan pinjaman kepada dunia usaha dan rumah tangga. Tetapi bank sentral telah mempertahankan bahwa kebijakan moneternya tetap "bijaksana dan netral," dan bukan "akomodatif."
[Gambas:Video CNBC]
(roy) Next Article Peso Anjlok, Gubernur Bank Sentral Argentina Diganti
Meski begitu, rasa puas investor telah muncul, menurut Laporan Stabilitas Keuangan Global terbaru IMF, yang dirilis pada hari Rabu. Laporan diterbitkan dua kali dalam setahun, berisi penilaian IMF terhadap kondisi keuangan global dan menyoroti resiko dalam sistem.
Mengutip CNBC International, harga saham, khususnya di AS, telah beberapa kali dalam setahun terakhir mencapai rekor tertinggi, yang merupakan indikasi bahwa investor berani mengambil risiko. Namun ketidakpastian perang dagang dapat menyebabkan sentimen tersebut berubah dengan cepat, dan memicu aksi jual secara tiba-tiba di pasar keuangan, kata laporan tersebut.
IMF mencatat, risiko yang meningkat dari perang dagang AS-China datang pada saat pasar negara berkembang berada di bawah tekanan. Negara-negara seperti Turki dan Argentina menghadapi arus keluar modal (capital outflow) besar di tengah meningkatnya suku bunga AS, yang menjadi mesin penguatan greenback.
"Tuntutan resiko global yang kuat sejauh ini menutupi tantangan yang dihadapi pasar yang muncul jika kondisi keuangan global tiba-tiba mengetat tajam. Dalam hal itu, risiko penularan ke pasar berkembang yang lebih luas bisa terjadi, menyoroti pentingnya menghindari rasa puas diri,"
Sebuah analisis IMF menemukan bahwa negara-negara berkembang, kecuali China, dapat mengalami arus keluar US$ 100 miliar atau lebih selama empat kuartal, serupa dengan besarnya krisis keuangan global.
IMF mengatakan, kondisi keuangan di China, yang merupakan pusaran dari persaingan tarif yang sedang berlangsung dengan AS, telah tetap "stabil secara luas" berkat pelonggaran kebijakan moneter bank sentral.
Tahun ini, Bank sentral China telah empat kali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke pasar agar bank kian agresif memberikan pinjaman kepada dunia usaha dan rumah tangga. Tetapi bank sentral telah mempertahankan bahwa kebijakan moneternya tetap "bijaksana dan netral," dan bukan "akomodatif."
[Gambas:Video CNBC]
(roy) Next Article Peso Anjlok, Gubernur Bank Sentral Argentina Diganti
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular