Dolar Tembus Rp 15.000/US$ Bukan Kiamat Bagi RI

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
04 October 2018 08:29
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan jangan melihat dolar tembus Rp 15.000 sebagai kiamat bagi Indonesia.
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberi jawaban singkat namun tajam saat diminta menanggapi level nilai tukar rupiah yang sudah menembus level psikologis baru di Rp 15.000/US$.

"Jangan sampai kita melihat Rp 15.000 itu seperti sudah kaya kiamat," ujarnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari Rabu (3/10/2018).



Pucuk pimpinan bank sentral itu merasa tidak adil apabila membandingkan pelemahan nilai tukar rupiah hanya dari sisi level bukan dari volatilitasnya.

Bagi BI, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang tertekan 'kegilaan' dolar Amerika Serikat (AS). Lira Turki, rupee India, peso Argentina, dan beberapa mata uang negara berkembang lainnya juga tertekan bahkan jauh lebih parah.

Pun, volatilitas mata uang Garuda tidak seburuk yang dibayangkan. Sejak awal tahun hingga saat ini, depresiasi nilai tukar berada di kisaran 9%, jauh lebih baik dari depresiasi yang dialami negara lain yang hingga 50%.

"Kalau dilihat dengan negara lain, semua badannya juga panas. Makanya kita harus diet," jelas Perry, mengibaratkan kondisi nilai tukar yang dialami sejumlah negara dengan tubuh manusia yang sedang sakit.

Dolar Tembus Rp 15.000/US$ Bukan Kiamat Bagi RIFoto: Infografis/Cadangan Devisa/Edward Ricardo
Perry bahkan tak ragu menyebut dinamika ekonomi dunia saat ini bagaikan tiupan angin kencang yang menyebabkan kondisi perekonomian suatu negara khususnya negara berkembang terkena imbasnya.

Setidaknya, ada tiga faktor utama penyebab panas-dingin ekonomi dunia, yaitu pulihnya ekonomi AS, kenaikan bunga acuan bank sentral AS yang cukup agresif tahun ini, serta ketegangan perang dagang AS vs China.

Kedua faktor yang disebut pertama sejauh ini masih bisa dikalkulasikan dampaknya. Namun, ketegangan perang dagang yang tak kunjung mereda ternyata menyisakan kekhawatiran.

"Kalau yang dua [perbaikan ekonomi AS dan kenaikan bunga acuan] kami bisa lalukan perkiraan. Yang ketiga ini sulit diperkirakan sehingga kita perlu lakukan medical check up," jelasnya.



BI merasa akar dari permasalahan ini adalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang cukup melebar. Perbaikan CAD jadi prioritas agar tidak makin menggerogoti tubuh ekonomi Indonesia.

"Dalam kondisi sekarang, kita harus turunkan CAD supaya badan tetap sehat," katanya.
(prm) Next Article AS Kasih Kepastian, Ini Ramalan Pergerakan Rupiah dari Bos BI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular