
Curhatan Bos BI: Sebenarnya Saya Tak Suka Kenaikan Bunga
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 October 2018 13:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) sejauh ini sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 150 basis poin (bps) sejalan dengan langkah pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya bank sentral untuk memancing aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik, dengan tetap menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia.
Per September 2018, di bawah komando Perry Warjiyo, BI telah mengerek kenaikan bunga acuan sebanyak 125 bps, di mana sebelumnya bank sentral di bawah kepimpinan Agus Martowardojo sudah mengerek 25 bps.
Berbicara dalam sebuah seminar, Perry mengaku bukan tipikal yang senang menaikkan bunga acuan. Keputusan tersebut dilakukan, memang perlu dilakukan dalam kondisi sekarang.
"Saya tidak suka kenaikan bunga. Tapi kalau deras, aliran keluar terus, kita harus pre-emptive," tegas Perry di kompleks parlemen, Rabu (3/10/2018).
Hal ini yang membuat sikap (stance) bank sentral dalam menghadapi dinamika ekonomi global ini cukup ketat (hawkish). Jika tidak dilakukan, bukan tidak mungkin aliran modal yang pergi dari pasar domestik lebih besar.
"Suku bunga luar negeri naik, kita takar dulu. Inflasi rendah sebenarnya tidak perlu naikan bunga. Tapi sekarang investasi portofolio susah. Salah satunya, menakar suku bunga cukup menarik," jelasnya.
"Kalau suku bunga naik, itu tidak bisa ditunggu. Istilah saya ahead the curve, pre emptive," tegas mantan Deputi Gubernur BI itu.
Meskipun kerap menaikkan bunga, Perry menjamin bahwa likuiditas di pasar keuangan tidak akan kering kerontang. BI akan selalu memastikan ketersediaan likuiditas di pasar domestik.
"Kami pastikan likuditas dalam negeri cukup. Kenaikan bunga tidak akan menimbulkan kekeringan likuiditas," jelasnya.
"Kenaikan bunga ini juga bagian dari langkah bersama turunkan CAD. Suku bunga naik, permintaan tidak perlu berkurang, impor berkurang," tegas Perry.
(dru) Next Article Gubernur BI Yakin Ekonomi RI Tangguh, Ini Buktinya!
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya bank sentral untuk memancing aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik, dengan tetap menjaga daya tarik pasar keuangan Indonesia.
Per September 2018, di bawah komando Perry Warjiyo, BI telah mengerek kenaikan bunga acuan sebanyak 125 bps, di mana sebelumnya bank sentral di bawah kepimpinan Agus Martowardojo sudah mengerek 25 bps.
![]() |
Berbicara dalam sebuah seminar, Perry mengaku bukan tipikal yang senang menaikkan bunga acuan. Keputusan tersebut dilakukan, memang perlu dilakukan dalam kondisi sekarang.
Hal ini yang membuat sikap (stance) bank sentral dalam menghadapi dinamika ekonomi global ini cukup ketat (hawkish). Jika tidak dilakukan, bukan tidak mungkin aliran modal yang pergi dari pasar domestik lebih besar.
"Suku bunga luar negeri naik, kita takar dulu. Inflasi rendah sebenarnya tidak perlu naikan bunga. Tapi sekarang investasi portofolio susah. Salah satunya, menakar suku bunga cukup menarik," jelasnya.
"Kalau suku bunga naik, itu tidak bisa ditunggu. Istilah saya ahead the curve, pre emptive," tegas mantan Deputi Gubernur BI itu.
Meskipun kerap menaikkan bunga, Perry menjamin bahwa likuiditas di pasar keuangan tidak akan kering kerontang. BI akan selalu memastikan ketersediaan likuiditas di pasar domestik.
"Kami pastikan likuditas dalam negeri cukup. Kenaikan bunga tidak akan menimbulkan kekeringan likuiditas," jelasnya.
"Kenaikan bunga ini juga bagian dari langkah bersama turunkan CAD. Suku bunga naik, permintaan tidak perlu berkurang, impor berkurang," tegas Perry.
(dru) Next Article Gubernur BI Yakin Ekonomi RI Tangguh, Ini Buktinya!
Most Popular