IEA: Pasokan Minyak Global Cetak Rekor Tertinggi di Agustus

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
13 September 2018 19:01
Produksi minyak dunia sentuh rekor tertinggi di Agustus 2018
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasokan minyak global menyentuh rekor 100 juta barel per hari (barrels per day/bpd) di bulan Agustus, berdasar laporan pasar minyak bulanan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) pada hari Kamis (13/9/2018).

Produksi dari negara OPEC (eksportir minyak) yang lebih tinggi kali ini menutup produksi dari negara-negara non-OPEC. Meskipun per Agustus 2018, negara-negara non-OPEC tercatat alami kenaikan produksi hingga 2,6 juta barel per hari, yang paling banyak dikontribusi oleh Amerika Serikat.



IEA memproyeksikan produksi non-OPEC akan tumbuh 2 juta bph di tahun 2018 dan 1,8 juta bph di tahun 2019, ditandai dengan "pertumbuhan tanpa henti yang dipimpin oleh rekor produksi AS", dilansir dari CNBC International, Kamis (13/9/2018).

Sementara itu, pasokan minyak mentah OPEC di bulan Agustus menyentuh angka tertinggi selama sembilan bulan yaitu 32,63 juta barel per hari (bph). Kenaikan itu terjadi di tengah kekhawatiran tentang turunnya produksi minyak dan pemutusan akses di produsen-produsen utama seperti Venezuela dan Iran. Namun, volume yang lebih tinggi dari Nigeria dan Arab Saudi, serta peningkatan produksi di Libya dan Irak mampu mengimbangi penurunan yang terjadi.

Organisasi beranggotakan 15 negara itu sepakat untuk mulai menaikkan produksi minyak sejak bulan Juli tahun ini guna menstabilkan pasar dan menutupi kerugian di pemasok utama seperti Iran dan Venezuela. Pasalnya, Iran dan Venezuela masing-masing menjadi produsen terbesar ketiga dan keenam di OPEC.

Permintaan minyak kurang kuat

Proyeksi permintaan minyak kurang kuat. Pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2018 dan 2019 tidak berubah, menurut IEA, masing-masing tetap 1,4 juta bpd dan 1,5 juta bpd.

Lemahnya permintaan anggota Organisasi Untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) di Eropa dan Asia, serta tingginya harga gas di AS menyebabkan turunnya laju pertumbuhan permintaan. Sementara itu, guncangan di pasar-pasar berkembang karena perang dagang dan nilai tukar yang lebih lemah menyebabkan risiko terhadap proyeksi permintaan di tahun 2019.

Sementara itu, permintaan minyak OECD Amerika diprediksi mencatatkan pertumbuhan kuat di tahun 2018. Harga minyak mentah Brent turun di bulan Agustus, tetapi belakangan naik ke posisi tertinggi selama dua bulan yakni sekitar US$80 (Rp 1.185.920) per barel. "Kita memasuki periode yang sangat penting bagi pasar minyak," tulis laporan IEA.

"Pasar diprediksi mengetat dalam beberapa bulan ke depan di tahun ini, sebab ekspor Iran turun dengan volume yang signifikan. Kami akan bergantung pada produsen lainnya untuk meningkatkan produksi guna menutupinya,"  kata Neil Atkinson, Kepala Divisi Industri dan Pasar Minyak IEA, kepada CNBC International hari Kamis. Dia menyebut Irak, Libya, Nigeria dan Arab Saudi sebagai beberapa produsen yang memiliki ruang kapasitas untuk meningkatkan produksi di beberapa bulan ke depan.

Namun, hal itu pun masih belum pasti karena ketidakstabilan di Irak dan Libya bisa mengganggu tingkat pasokan.

Irak, produsen terbesar kedua di OPEC yang memproduksi 4,65 juta bpd di bulan Agustus, sedang menghadapi protes kekerasan di sekitar wilayah Basra. Sementara itu, Libya mencatatkan rebound produksi yang besar di bulan yang sama sebesar 280.000 bpd, sehingga menjadi 950.000 bpd. Namun, negara itu masih rentan terhadap gangguan karena kerusuhan dan masalah keamanan yang tiada henti. Kementerian Keuangan AS beserta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Rabu (12/9/2018) menjatuhkan sanksi terhadap pimpinan milisi Libya atas serangan di fasilitas-fasilitas minyak yang penting di bulan Juni.
(gus) Next Article IEA: Harga Minyak Tidak Bakal Melesat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular