Internasional

Tak Mau Berutang pada IMF, Pakistan Kaji Pembatasan Impor

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
10 September 2018 14:47
Pakistan bahas larangan impor mobil mewah, ponsel pintar (smartphone), dan keju untuk menghindari permintaan bantuan dana (bailout) dari IMF.
Rupee Pakistan (Foto: REUTERS/Akhtar Soomro)
Islamabad, CNBC Indonesia - Para penasihat ekonomi Pakistan mendiskusikan larangan impor mobil mewah, ponsel pintar (smartphone), dan keju untuk menghindari permintaan bantuan dana (bailout) dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF), kata seorang penasihat senior pemerintah yang dikutip Reuters.

Sementara belum ada keputusan yang diambil, rencana langkah-langkah radikal untuk menangani pembengkakan defisit neraca berjalan Pakistan yang diajukan Dewan Penasihat Ekonomi (Economic Advisory Council/EAC) menggarisbawahi tekad pemerintahan baru dalam menghindari bantuan dana IMF.

EAC menyelenggarakan sesi pertamanya pekan lalu dan dipimpin oleh Menteri Keuangan Asad Umar, yang mulai menjabat bulan lalu.

Lesunya ekspor Pakistan dan impor yang relatif melejit menyebabkan perekonomian di Asia Selatan itu kekurangan dolar. Mata uang lokal pun tertekan dan cadangan valuta asing (valas) menyusut.

Hal tersebut menyebabkan sebagian besar analis keuangan memprediksi Pakistan akan kembali meminta bantuan dana IMF untuk kelimabelas kalinya sejak awal 1980-an.

Namun, Perdana Menteri baru Imran Khan mengkritisi budaya kebergantungan itu. Para pejabat partainya pun mengungkapkan kekhawatiran bahwa reformasi dan penghematan yang bisa saja dituntut oleh IMF akan menahan belanja pemerintah yang dijanjikan.

Pelemahan Mata Uang Emerging MarketFoto: Edward Ricardo
Pelemahan Mata Uang Emerging Market
Ashfaque Hasan Khan, seorang profesor sekaligus salah satu anggota EAC, mengatakan kepada Reuters bahwa selama rapat di hari Kamis (6/9/2018) mereka fokus pada gagasan-gagasan tidak biasa yang akan membantu membatasi impor.

"Saya tidak melihat anggota yang menyarankan Pakistan harus meminta bantuan IMF karena tidak ada alternatif lain," katanya. "Kita harus mengambil beberapa langkah. Skenario 'tidak melakukan apapun' itu tidak bisa diterima."

Menteri Umar tidak bisa dimintai komentar terkait rapat EAC. Dia baru saja mengatakan kepada Senat bahwa sementara Pakistan harus memenuhi kewajiban pendanaan US$9 miliar (Rp 134,2 triliun). Dia juga mengatakan IMF hanya akan menjadi pilihan mundur.

Khan berkata lebih banyak langkah-langkah radikal yang didiskusikan adalah larangan impor keju, mobil, ponsel dan buah selama setahun yang bisa "menghemat sekitar US$4-5 miliar". Dorongan ekspor bisa menghasilkan aliran dana masuk tambahan hingga US$2 miliar, tambahnya.

"Anda lihat berapa banyak keju masuk ke negara ini dari luar negeri," kata Khan. "Pasar penuh dengan keju impor. Apakah negara ini, yang tidak memiliki dolar, pantas mendapatkan ini, bahwa negara ini mengimpor keju?"

Tahun lalu, pemerintahan sebelumnya meningkatkan tarif impor hingga 50% terhadap 240 produk impor, termasuk keju dan mobil bertenaga kuda tinggi. Pemerintah juga menerapkan bea masuk terhadap puluhan produk impor baru. Namun, belum ada pelarangan impor yang dikeluarkan.

Umar baru-baru ini mengatakan Pakistan tidak akan mengesampingkan meminta bantuan "negara-negara bersahabat". Istilah tersebut adalah kode yang ditujukan untuk sekutu bersejarah China dan Arab Saudi. Pemerintah akan melakukan opsi itu untuk menghindari permintaan bantuan dari IMF, serta menggalang dana dari pasar utang internasional.



Defisit neraca berjalan saat ini melebar 43% menjadi 18 miliar di tahun fiskal yang diakhiri tanggal 30 Juni, dibarengi dengan lonjakan harga minyak. Impor Pakistan adalah sekitar 80% dari kebutuhan minyaknya.

Untuk meringankan tekanan neraca berjalan, bank sentral Pakistan telah melakukan devaluasi rupee, mata uangnya, sebanyak empat kali sejak Desember. Sementara itu, suku bunga juga sudah naik tiga kali tahun ini.
(prm) Next Article AS Persilakan Pakistan Ajukan Permohonan Bailout ke IMF

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular