
Global Memanas, Pasar Obligasi Pemerintah Makin Amblas
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 September 2018 19:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah terkoreksi semakin dalam hari ini, lebih dalam dibandingkan dengan posisi di awal perdagangan karena pengaruh sentimen global dan internal. Pengumuman indeks harga konsumen yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), dimana pada Agustus terjadi deflasi tak terlalu kuat menjadi katalis bagi pasar obligasi.
Sentimen global itu terkait rencana penaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang ditambah perang dagang AS-Kanada serta krisis lira Turki dan krisis peso Argentina semakin memperparah sentimen tersebut.
Data Reuters menunjukkan, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun terkoreksi hampir sama besar dengan kenaikan yield 13 basis poin (bps) menjadi 8,23%, 8,37%, dan 8,73%. Seri acuan lain yaitu 5 tahun mengalami kenaikan yield 11 bps menjadi 8,05%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Penurunan harga turut melambungkan yield seri acuan 10 tahun ke posisi tertinggi sejak 29 November 2017. Seri lain adalah FR0075 bertenor 20 tahun sudah lebih dulu mencatat rekor tertinggi Maret 2017 pada akhir pekan lalu.
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Sep 2018
Sumber: Reuters
Koreksi hari ini disebabkan oleh bertubi-tubinya sentimen negatif yang berasal dari perkembangan kondisi global. Rencana penaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih agresif daripada prediksi awal, ditambah gagalnya pertemuan pertama delegasi Kanada ke AS, serta krisis lira Turki dan krisis peso Argentina yang kembali memanas semakin mengkhawatirkan investor global.
Berkaca pada kondisi saat ini, maka investor global terpicu untuk mencari instrumen investasi yang dinilai lebih aman (safe haven), salah satunya dolar AS sehingga mengangkat nilai tukarnya di depan beberapa mata uang lain, termasuk rupiah.
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indeks tersebut turun 1,61 poin (0,7%) menjadi 228,04 dari posisi kemarin 229,65.
Pelemahan signifikan hari ini juga membuat selisih(spread) SBN rupiah dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor 10 tahun melebar, yaitu 537 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 2,86% dan berselisih denga SBN tenor 10 tahun 8,23%.
Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, dapat memicu investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Spread, yang juga berarti premium untuk masuk ke pasar SBN rupiah menjadikannya sedikit lebih menarik karena harga obligasi RI sudah lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Koreksi di pasar surat utang domestik tersebut juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 50 poin (0,85%) menjadi 5.967 hingga penutupan tadi sore, dan mata uang garuda ditutup melemah 0,58% pada Rp 14.810 terhadap tiap dolar AS di pasar spot. Koreksi rupiah membawanya ke posisi terendah sejak krisis moneter 1998.
Besok pemerintah berniat menerbitkan SBN berdasarkan prinsip syariah, yaitu surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) melalui lelang rutin. Target penerbitan senilai Rp 4 triliun. Jika sentimen global belum membaik besok siang, maka potensi ramainya permintaan dalam lelang tersebut dapat lebih rendah daripada rerata permintaan SBSN sejak Juli Rp 12,03 triliun.
Jumlah permintaan peserta yang rendah dapat membuat nilai tawar pemerintah dalam lelang akan lebih rendah di mata calon investor sehingga penerbitannya dapat di bawah target dengan yield yang jauh di atas pasar.
Rencana Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Ada Perang Dagang, Pemerintah Serap Rp 4,9 T dari SBSN
Sentimen global itu terkait rencana penaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang ditambah perang dagang AS-Kanada serta krisis lira Turki dan krisis peso Argentina semakin memperparah sentimen tersebut.
Data Reuters menunjukkan, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Penurunan harga turut melambungkan yield seri acuan 10 tahun ke posisi tertinggi sejak 29 November 2017. Seri lain adalah FR0075 bertenor 20 tahun sudah lebih dulu mencatat rekor tertinggi Maret 2017 pada akhir pekan lalu.
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 31 Aug 2018 (%) | Yield 3 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 7.942 | 8.056 | 11.40 |
FR0064 | 10 tahun | 8.1 | 8.23 | 13.00 |
FR0065 | 15 tahun | 8.248 | 8.379 | 13.10 |
FR0075 | 20 tahun | 8.597 | 8.736 | 13.90 |
Koreksi hari ini disebabkan oleh bertubi-tubinya sentimen negatif yang berasal dari perkembangan kondisi global. Rencana penaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang lebih agresif daripada prediksi awal, ditambah gagalnya pertemuan pertama delegasi Kanada ke AS, serta krisis lira Turki dan krisis peso Argentina yang kembali memanas semakin mengkhawatirkan investor global.
Berkaca pada kondisi saat ini, maka investor global terpicu untuk mencari instrumen investasi yang dinilai lebih aman (safe haven), salah satunya dolar AS sehingga mengangkat nilai tukarnya di depan beberapa mata uang lain, termasuk rupiah.
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, yang tercemin oleh turunnya indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA). Indeks tersebut turun 1,61 poin (0,7%) menjadi 228,04 dari posisi kemarin 229,65.
Pelemahan signifikan hari ini juga membuat selisih(spread) SBN rupiah dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor 10 tahun melebar, yaitu 537 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 2,86% dan berselisih denga SBN tenor 10 tahun 8,23%.
Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, dapat memicu investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. Spread, yang juga berarti premium untuk masuk ke pasar SBN rupiah menjadikannya sedikit lebih menarik karena harga obligasi RI sudah lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Koreksi di pasar surat utang domestik tersebut juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 50 poin (0,85%) menjadi 5.967 hingga penutupan tadi sore, dan mata uang garuda ditutup melemah 0,58% pada Rp 14.810 terhadap tiap dolar AS di pasar spot. Koreksi rupiah membawanya ke posisi terendah sejak krisis moneter 1998.
Besok pemerintah berniat menerbitkan SBN berdasarkan prinsip syariah, yaitu surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) melalui lelang rutin. Target penerbitan senilai Rp 4 triliun. Jika sentimen global belum membaik besok siang, maka potensi ramainya permintaan dalam lelang tersebut dapat lebih rendah daripada rerata permintaan SBSN sejak Juli Rp 12,03 triliun.
Jumlah permintaan peserta yang rendah dapat membuat nilai tawar pemerintah dalam lelang akan lebih rendah di mata calon investor sehingga penerbitannya dapat di bawah target dengan yield yang jauh di atas pasar.
Rencana Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
21-Aug-18 | SPN-S08022019 | SPN-S 0852019 | PBS016 | PBS002 | PBS017 | PBS012 |
Jatuh tempo | 8-Feb-19 | 8-May-19 | 15-Mar-20 | 15-Jan-22 | 15-Oct-25 | 15-Nov-31 |
Kupon imbal hasil | Diskonto | Diskonto | 6.250% | 5.450% | 6.125% | 8.875% |
Target indikatif | 4,000 |
Sumber: Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Ada Perang Dagang, Pemerintah Serap Rp 4,9 T dari SBSN
Most Popular