AS-Kanada Gagal, Yield Obligasi 10 Tahun Tembus Rekor 8,21%

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 September 2018 11:58
Pelemahan masih terjadi menyambut pengumuman data inflasi meskipun datanya diprediksi pasar dan realisasinya positif.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali terkoreksi pagi ini, diwarnai sentimen negatif gagalnya perundingan dagang Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Penurunan harga turut melambungkan yield seri acuan 10 tahun ke posisi tertinggi sejak 29 November 2017. Pelemahan masih terjadi menyambut pengumuman data inflasi meskipun datanya diprediksi pasar dan realisasinya positif. 

Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Koreksi juga membuat yield seri acuan FR0064 bertenor 10 tahun, yang paling dilihat lebih dulu sebagai acuan investor, melonjak 11 basis poin (bps) menjadi 8,21%, posisi tertinggi sejak 29 November 2017. Besaran 100 bps setara dengan 1%. 

Seri lain adalah FR0075 bertenor 20 tahun sudah lebih dulu mencatat rekor tertinggi Maret 2017 pada pekan lalu. Hari ini, tiga seri lain acuan FR0063 bertenor 5 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun mengalami kenaikan yield 8 bps, 4 bps, dan 6 bps menjadi 8,02%, 8,28%, dan 8,66%. 

Yield Obligasi Negara Acuan 31 Aug 2018
SeriBenchmarkYield 31 Aug 2018 (%) Yield 3 Sep 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR00635 tahun7.9428.0258.30
FR006410 tahun8.18.21311.30
FR006515 tahun8.2488.2894.10
FR007520 tahun8.5978.6646.70
Sumber: Reuters  

Siang ini, angka indeks harga konsumen (IHK/CPI) diumumkan mengalami deflasi 0,05% dibanding bulan sebelumnya (MoM) tetapi masih membukukan inflasi 3,2% dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY). 

Deflasi MoM tersebut masih cukup wajar mengingat efek Lebaran mulai memudar yang diperkuat angka YoY yang menunjukkan masih ada geliat harga di pasar. 

Di tingkat global, nilai tukar dolar AS masih meningkat karena masih diburu oleh investor global dalam menyikapi kondisi peso Argentina, potensi penaikan the Fed Fund Rate yang lebih agresif oleh bank sentral AS, serta perang dagang AS dengan Kanada. Terhadap rupiah, nilai setiap dolar masih menguat 0,35% menjadi Rp 14.777. 

Peso Argentina masih tetap tertekan dan perundingannya dengan IMF justru memicu kekhawatiran adanya tekanan asing di dalam negeri mereka, terutama mengingat krisis yang terjadi di awal 2000. 

Potensi kenaikan FFR kembali memanas dengan melihat dari data CME Fedwatch, yang menunjukkan probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada rapat edisi September mencapai 98,4% pada akhir pekan lalu. Angka itu melonjak dari hari sebelumnya yang probabilitasnya masih 96%. 

Naiknya prediksi kenaikan FFR itu disokong oleh faktor naiknya Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) yang memberi sinyal bahwa target inflasi AS sudah naik dan berada di zona yang aman untuk menaikkan kembali suku bunga acuan. 

Ottawa-Washington gagal mencapai perundingan meskipun diskusi diprediksi akan mudah. Kedua negara saling membela kepentingan industri dalam negerinya, yaitu industri susu dan olahannya (dairy) Paman Sam dan otomotif made in Canada

Kondisi negatif di tingkat global dapat memicu kekhawatiran pelaku pasar dan mendorong beralihnya portofolio investasi dari instrumen yang dinilai lebih berisiko seperti surat berharga di negara berkembang dan memicu aksi beli instrumen yang dianggap lebih aman, salah satunya dolar AS. 

Koreksi di pasar SBN hari ini juga semakin membuat selisih(spread) SBN dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menembus 535 bps, atau 5,35%.

Yield US Treasury 10 tahun mencapai 2,86% dan berselisih dengan SBN tenor 10 tahun 8,21%. Spread tersebut juga menjadi level tertinggi sejak 4 Januari 2017. US Treasury 10 tahun merupakan instrumen investasi global yang biasa menjadi acuan bagi dunia investasi surat berharga secara global untuk mengukur potensi pergerakan harga dan yield-nya.  

Spread SBN dan US Treasury 10 tahun

TanggalUST 10 Tahun (%)SBN 10 Tahun (%)Spread (%)
01-Sep-20182.86048.2135.353
31-Aug-20182.84588.15.254
30-Aug-20182.8847.9675.083
29-Aug-20182.8827.945.058
28-Aug-20182.8847.9645.080
27-Aug-20182.857.9365.086
24-Aug-20182.8267.9175.091
23-Aug-20182.82797.8385.010
21-Aug-20182.8447.844.996
20-Aug-20182.8577.9135.056
16-Aug-20182.87867.9915.112
15-Aug-20182.887.9995.119
14-Aug-20182.8958.0055.110
13-Aug-20182.8777.9055.028
Sumber: Reuters 

Spread yang melebar, ditambah faktor turunnya yield US Treasury, menunjukkan SBN sudah terkoreksi dalam, dan dapat memicu investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. 

Rebalancing tersebut terjadi karena investor asing dapat menilai investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. 

Di pasar ekuitas, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga turun hingga siang ini pada 5.982.  

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Intip Cuan dari Obligasi, Hari Ini Berpotensi Reli Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular