
Rupiah Rp 14.600/US$, Sri Mulyani Salahkan Krisis Turki
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
13 August 2018 11:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bicara mengenai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menembus level psikologis baru. Rupiah saat ini berada di level Rp 14.600/US$.
Saat ditemui di JS Luwansa, Sri Mulyani menegaskan, pelemahan nilai tukar rupiah pada hari ini tak lepas dari sentimen yang berasal dari ketidakpastian Turki, yang merembet ke perekonomian global hingga memengaruhi Indonesia.
"Faktor berasal dari Turki menjadi muncul secara global, karena tidak dari sisi magnitude-nya yang terjadi dinamika di Turki, tapi juga karena nature atau karakter persoalan yang sebetulnya serius," kata Sri Mulyani, Senin (13/8/2018).
"Mulai dari masalah currency-nya, juga pengaruh terhadap ekonomi domestik, dan terutama juga dimensi politik dan keamanan di sana," tegas Sri Mulyani menambahkan.
Bagi ekonomi Indonesia sendiri, sambung dia, sejatinya saat ini masih cukup positif yang tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 yang menumbuhkan sedikit optimisme karena mampu tumbuh 5,2%.
Meski demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu tak memungkiri, posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang menembus level 3% memang sedikit memberikan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar.
"Tetapi ini masih lebih rendah dibandingkan situasi pada tapper tantrum 2015 yang di atas 4%. Namun, kita tetap perlu hati-hati," tegasnya.
Lantas, apa yang sebenarnya saat ini terjadi hingga membuat nilai tukar rupiah menembus level psikologis baru?
Waktu itu 2015 quantitative easing masih terjadi dan kenaikan suku bunga belum dilakukan, baru diungkapkan. Kalau sekarang, suku bunga sudah naik secara global, dan quantitative easing sudah mulai dikurangi," tegasnya.
"Inilah yang menyebabkan tekanan lebih kuat terhadap berbagai mata uang di dunia," katanya menambahkan.
(dru) Next Article Kisah Turki yang Mirip Indonesia Saat Krismon
Saat ditemui di JS Luwansa, Sri Mulyani menegaskan, pelemahan nilai tukar rupiah pada hari ini tak lepas dari sentimen yang berasal dari ketidakpastian Turki, yang merembet ke perekonomian global hingga memengaruhi Indonesia.
"Faktor berasal dari Turki menjadi muncul secara global, karena tidak dari sisi magnitude-nya yang terjadi dinamika di Turki, tapi juga karena nature atau karakter persoalan yang sebetulnya serius," kata Sri Mulyani, Senin (13/8/2018).
Bagi ekonomi Indonesia sendiri, sambung dia, sejatinya saat ini masih cukup positif yang tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2018 yang menumbuhkan sedikit optimisme karena mampu tumbuh 5,2%.
Meski demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu tak memungkiri, posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang menembus level 3% memang sedikit memberikan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar.
"Tetapi ini masih lebih rendah dibandingkan situasi pada tapper tantrum 2015 yang di atas 4%. Namun, kita tetap perlu hati-hati," tegasnya.
Lantas, apa yang sebenarnya saat ini terjadi hingga membuat nilai tukar rupiah menembus level psikologis baru?
Waktu itu 2015 quantitative easing masih terjadi dan kenaikan suku bunga belum dilakukan, baru diungkapkan. Kalau sekarang, suku bunga sudah naik secara global, dan quantitative easing sudah mulai dikurangi," tegasnya.
"Inilah yang menyebabkan tekanan lebih kuat terhadap berbagai mata uang di dunia," katanya menambahkan.
(dru) Next Article Kisah Turki yang Mirip Indonesia Saat Krismon
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular