Anti Mainstream! Bank Sentral Turki Kerek Suku Bunga Jadi 17%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 December 2020 15:11
Turkey Hagia Sofia
Foto: Turki, Hagia Sofia. AP/Emrah Gurel

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 merupakan tahun yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah modern. Pandemi virus corona (Covid-19) membuat perekonomian global nyungsep ke jurang resesi. Tidak hanya satu atau beberapa negara atau wilayah, tetapi seluruh dunia mengalami pelambatan ekonomi.

Guna menyelamatkan perekonomian, bank sentral di berbagai negara "berlomba" melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuannya. Bank sentral Amerika Serikat (AS) misalnya, di bulan Maret lalu secara agresif memangkas suku bunganya sebanyak 2 kali, masing-masing 50 basis poin (bps) dan 100 bps menjadi 0,25%.

Bank Indonesia (BI) juga melakukan hal yang sama, memangkas suku bunga acuannya sebanyak 5 kali, masing-masing 25 bps sehingga total 125 bps menjadi 3,75%.

Tetapi hal yang berbeda justru dilakukan bank sentral Turki (TCMB) yang secara agresif malah menaikkan suku bunga di tahun ini.

Kemarin, TCMB menaikkan suku bunga acuannya sebesar 200 bps menjadi 17%. Di semester pertama tahun ini, TCMB sebenarnya memangkas suku bunga sebanyak 5 kali dengan total 3,75% ke rekor terendah 8,25%.

Tetapi, setelahnya inflasi di Turki justru melesat naik, yang memaksa TCMB putar arah kembali menaikkan suku bunga. Pada bulan September, TCMB menaikkan suku bunga 200 bps, kemudian naik lebih signifikan lagi 475 bps di bulan November, dan 200 bps kemarin, hingga total menjadi 875 bps ke 17%.

Suku bunga tersebut menjadi yang tertinggi sejak September 2019.

Naci Agbal, Gubernur TCMB yang baru menjabat sejak 7 November lalu menggantikan Murat Uysal TCMB mengadopsi kebijakan moneter yang ketat untuk mengurangi risiko inflasi.

Pada bulan November inflasi di Turki melesat menjadi 14,03% year-on-year (YoY) dari bulan sebelumnya 11,89% YoY.

Agbal menegaskan di tahun 2021 TCMB masih akan menerapkan kebijakan moneter ketat, dan membuka peluang untuk kembali menaikkan suku bunga.

Mata uang lira Turki terus merosot pada tahun ini melawan dolar AS, hingga menyentuh level 8,5789 per US$ pada 6 November lalu. Ini merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah. Sejak akhir tahun lalu hingga ke rekor terlemah tersebut, lira jeblok lebih dari 44%.

Covid-19 yang membuat perekonomian Turki mengalami resesi hanya memperburuk kondisi lira yang sudah terpuruk sejak lama.

Krisis yang dialami mata uang lira sudah terjadi sejak 2018. Dari sisi politik, sikap Turki yang sering berseberangan dengan Amerika Serikat (AS) membuat kerap mendapatkan sanksi ekonomi.

Kemerosotan kurs lira tersebut sepertinya membuat warga Turki beralih ke aset lain, seperti emas dan valuta asing (valas). Bank sentral Turki (TCMB) Kamis kemarin, kepemilikan aset emas dan valas warga Turki mengalami peningkatan menjadi US$ 221,04 miliar, pada pekan yang berakhir 30 Oktober, sebagaimana dilansir Reuters.

Meningkatnya kepemilikan valas tersebut tidak lepas dari ambrolnya kurs lira yang terus mencetak rekor terlemah sepanjang sejarah melawan dolar AS. Salah satu penyebabnya, adalah keengganan TCMB untuk menaikkan suku bunga, padahal berada di bawah inflasi.

Sejak Januari 2020, atau sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, suku bunga acuan TCMB sudah negatif jika disesuaikan dengan inflasi. Melansir data Refinitiv, pada bulan Januari suku bunga acuan one-week repo rate TCMB sebesar 11,25%, sementara inflasi sebesar 12,15% year-on-year (YoY). Sejak saat itu one-week repo rate TCMB selalu di bawah inflasi.

Pada Juli 2019, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan memecat Gubernur TCMB Murat Cetinkaya dan menggantinya dengan Murat Uysal. Sejak saat itu suku bunga terus dipangkas dari 24% hingga menjadi 8,25%.

Independensi TCMB memang sering dipertanyakan setelah terus memangkas suku bunga dan keengganannya untuk menaikkan suku bunga saat kurs lira ambrol. Presiden Erdogan tidak menyukai suku bunga tinggi bahkan pernah menyebut sebagai biangnya setan.

"Suku bunga tinggi adalah biangnya setan," tegas Erdogan, seperti diberitakan Reuters.

Oleh karena itu sejak Uysal menjabat Gubernur TCMB, suku bunga terus diturunkan. Guna meredam pelemahan lira, TCMB melakukan intervensi, alhasil cadangan devisanya tergerus tajam di tahun ini.

Data dari Refinitiv pada pekan yang berakhir 15 November cadangan devisa Turki sebesar US$ 40,37 miliar, menyusut lebih dari 50% dari posisi akhir 2019, dan berada di level terendah sejak tahun 2005.

Inflasi tinggi, nilai tukar lira yang jeblok, dan cadangan devisa (cadev) yang menipis akhirnya membuat TCMB kembali menaikkan suku bunga, bahkan lebih agresif setelah Murat Uysal diganti oleh Naci Agbal.

Sejak kenaikan suku bunga 475 bps di bulan November lalu, cadev Turki mulai menajak, kinerja lira terus membaik, saat ini berada di kisaran 7,5694 per US$ atau menguat nyaris 12% dari rekor terendah sepanjang masa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular