Sepekan, Dolar AS Terus Bertahan di Kisaran Rp 14.400-an

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
04 August 2018 20:45
Sepekan, Dolar AS Terus Bertahan di Kisaran Rp 14.400-an
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah sepanjang perdagangan sepekan ini. Pelemahan yang terjadi seiring kuatnya sentimen negatif dari eksternal. Di sisi lain, minimnya sentimen domestik menyebabkan rupiah pun tertekan pada awal pekan bulan kemerdekaan ini.
 
Depresiasi rupiah selama sepekan ini menyentuh 0,52%, dengan nilai rata-rata berada di kisaran Rp 14.438,33/US$. Depresiasi ini pun menambah pelemahan yang terjadi sejak awal tahun menjadi 6,82%
 
Foto: CNBC Indonesia

 
Lantas bagaimana dibandingkan dengan mata uang negara kawasan ASEAN? rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan tertinggi setelah kyat Myanmar. Sementara bath Thailand dan peso Filipina justru berhasil menguat selama sepekan ini.
 
Foto: CNBC Indonesia

Rupiah sebenarnya sempat mendapat angin segar di awal pekan. Rencana pemerintah untuk mencabut Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas batu bara, mendorong investor memburu saham-saham pertambangan. Alasannya, dengan dicabutnya aturan tersebut, akan mendorong ekspor nasional meningkat.
 
Aturan DMO mewajibkan pasokan batu bara memenuhi kebutuhan lokal sekitar 25%. Artinya dengan dicabutnya aturan tersebut, perusahaan tidak dibebani untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan dapat dialihkan ke aktivitas ekspor.

 Investor pun berekspektasi jika kinerja perusahaan-perusahaan batu bara akan cemerlang. Pasalnya, harga batu bara global saat ini sedang tinggi sehingga mampu jika komoditas tersebut diekspor pundi-pundi keuntungan yang diterima akan meningkat. Alhasil, saham-saham pertambangan pun melesat dan aliran modal asing begitu deras masuk.  Rupiah pun sempat berada di bawah Rp 14.400/US$
 
Namun keesokan harinya tepatnya Selasa (31/07/2018) Presiden Joko Widodo melakukan rapat dengan para menteri untuk membahas rencana aturan tersebut. Hasilnya, rencana tersebut pun batal dilaksanakan. Akibatnya investor yang kembali minggat dan menyebabkan pelemahan rupiah kembali menyentuh Rp 14.400/US$
 



Angin surga yang sempat mampir langsung sirna, pelemahan rupiah pun semakin tak terhindarkan. Penyebab utamanya sentimen eksternal yang begitu kuat, terutama sinyal kuat The Federal Reserve/The Fed akan lebih hawkish dari sebelumnya serta perang dagang antara AS dan China yang kembali memanas. 
 
Pada beberapa waktu lalu, The Fed kembali melaksakanakan rapat bulanan untuk menentukan arah kebijakan moneternya. Hasilnya, The Fed menahan suku bunga acuan tetap berada di rentang 1,75-2%. Meskipun begitu, rupanya dolar AS tetap mampu menguat. Penyebabnya, pernyataan The Fed bernada hawkish beriringan dengan keputusan menahan suku bunga acuan tersebut.
 
"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed. 

Pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) pada September mencapai 91,2%. Suku bunga acuan diperkirakan kembali naik pada Desember, dengan probabilitas 64,2%. 
 
Proyeksi ini yang menyebabkan dolar AS tetap di atas angin meskipun the Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya saat ini. 
 
Faktor lain datang dari perang dagang. Setelah sempat adem ayem beberapa saat, tensi antara AS dan China kembali memanas. Awal mula hal ini lagi-lagi berasal dari Presiden AS, Donald Trump. Sebelumnya Trump memerintahkan jajarannya untuk mengkaji kenaikan tarif menjadi 25% pada US$200 miliar produk China.
 
Arahan Trump kepada Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer itu terjadi saat Gedung Putih mencoba menggunakan bea masuk, di antara instrumen lainnya, untuk menekan China agar menghentikan praktik dagang tidak adilnya dan mencapai kesepakatan dagang baru. 
 
China pun tidak tinggal diam. Negeri Tirai Bambu disebut-sebut telah menyiapkan tarif impor balasan untuk Amerika Serikat (AS) senilai US$60 miliar (Rp 864 triliun).
 
"Pihak AS telah berulang kali meningkatkan situasi terhadap kepentingan perusahaan dan konsumen," katanya, seperti dilansir Reuters. "China harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan martabatnya dan kepentingan rakyatnya, perdagangan bebas dan sistem multilateral." Ujar sumber Kementerian Perdagangan China. 
 
Semakin memanasnya tensi dua negara, menyebabkan investor mulai khawatir. Kondisi ini mendorong investor untuk melepas aset investasi yang beresiko tinggi seperti saham dan beralih ke safe haven asset. Akibatnya, pasar saham Asia termasuk Indonesia pun berguguran akibat aksi jual oleh investor asing. Pada akhir Jumat kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun ditutup koreksi 0,07%. Aksi jual oleh investor asing pun menyentuh Rp 176,22 miliar.
 
Situasi ini semakin mendorong pelemahan rupiah semakin dalam, sehingga menjadi mata uang dengan nilai pelemahan tertinggi kedua di kawasan ASEAN.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular