Produsen China Genjot Produksi Semen, Pemain Lama Terancam

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 July 2018 14:58
Masalah oversupply bisa terus menekan saham-saham produsen semen.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar kurang mengenakkan datang bagi industri semen. Perusahaan semen asal China, PT Conch Cement Indonesia akan meningkatkan kapasitas produksi hingga 25 juta ton. Peningkatan kapasitas produksi tersebut ditargetkan bisa dilakukan dengan membangun sejumlah pabrik di beberapa daerah.

Peningkatan kapasitas tersebut lantas akan memperparah kelebihan pasokan (oversupply) yang kini sedang melanda industri semen tanah air. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), jumlah kapasitas produksi semen di Indonesia hingga kuartal-I 2018 mencapai 107,4 juta ton. Sementara itu, total permintaan hanya mencapai 66,35 juta ton. Ini artinya, ada oversupply sebanyak 41,05 juta ton.

Pada tahun 2017, Conch Cement memiliki kapasitas produksi sebesar 2,3 juta ton. Jika nantinya ada tambahan sebesar 22,7 juta ton (menjadi 25 juta ton) dan dengan asumsi bahwa permintaan dan kapasitas produsen lainnya adalah tetap, oversupply semen di Indonesia akan meroket menjadi 63,75 juta ton.

Sebelumnya, kehadiran Conch Cement yang dimiliki oleh perusahaan semen terbesar di China yakni Anhui Conch Cement Company Limited telah membuat kompetitornya babak belur melalui strategi predatory pricing yang diduga diterapkannya.

Menggunakan strategi ini, Conch Cement menjual rugi produknya guna mendapatkan pangsa pasar. Benar saja, dalam waktu 4 tahun, Conch Cement berhasil meraup pangsa pasar sebesar 4,6% di Indonesia.

Masalah oversupply dan dugaan kehadiraan predatory pricing tersebut telah menekan kinerja keuangan emiten-emiten produsen semen di Indonesia.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) misalnya. Emiten produsen semen dengan kapitalisasi pasar terbesar di tanah air ini terus mencatatkan penurunan laba bersih sejak 2015 silam.

Pada tahun 2015, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 4,36 triliun, anjlok hingga 17,3% jika dibandingkan capaian tahun 2014 yang sebesar Rp 5,27 triliun. Pada 2 tahun berikutnya (2016 dan 2017), laba bersih kembali turun menjadi masing-masing sebesar Rp 3,87 triliun dan Rp 1,86 triliun.

Sementara itu, laba bersih dari PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) juga berada dalam tekanan dalam beberapa tahun kebelakang.

Bagi SMCB, bottom line perusahaan bahkan mencatatkan kerugian. Pada tahun 2017, kerugian perusahaan tercatat sebesar Rp 758,05 miliar, membengkak dari kerugian tahun 2016 yang sebesar Rp 284,58 miliar.

Andalkan Kebangkinan Sektor Properti
Kini, emiten semen harus banyak-banyak berharap sektor properti di tanah air bisa segera bangkit dan mengerek permintaan semen. Sektor properti memang terbilang jauh lebih penting dalam mendongkrak permintaan semen ketimbang sektor infrastruktur.

Pasalnya, penjualan semen sak yang biasa digunakan untuk pembangunan hunian memberikan kontribusi sekitar 75% dari total penjualan semen. Sementara itu, semen curah (bulk cement) yang biasa digunakan sebagai bahan baku proyek-proyek infrastruktur hanya berkontribusi sekitar 25%.

Berbicara mengenai properti, belum lama ini ada relaksasi dari Bank Indonesia (BI) yang salah satunya berupa pelonggaran ketentuan uang muka alias loan to value (LTV).

Untuk rumah tapak dengan luas di atas 70 meter persegi misalnya, pembeli pertama yang sebelumnya diwajibkan membayar uang muka senilai 10-15% kini dibebaskan dari kewajiban membayar uang muka (0%).

Walaupun sekilas terlihat positif bagi sektor properti, kenyataannya bisa berbeda di lapangan. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings belum lama ini mengungkapkan bank-bank besar akan berhati-hati dalam menawarkan uang muka kurang dari 15% karena mereka ingin tetap dapat melindungi kualitas asetnya. Ini artinya, belum tentu penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan melesat signifikan, terlepas dari pelonggaran LTV yang diberikan bank sentral.

Dari sisi permintaan juga belum tentu akan ada kenaikan yang signifikan. Pasalnya, bank-bank sudah mulai menaikkan bunga KPR, seiring dengan kenaikan suku bunga acuan sebesar 100bps pada tahun ini (dari 4,25% menjadi 5,25%).

Menurut Secured Loan Division Head PT OCBC NISP Tbk Veronika Susanti, pihaknya sudah menyesuaikan suku bunga KPR sebesar 50bps. "Sudah kami sesuaikan, pricing (suku bunga) baru menjadi 7,5% fix (tetap )3 tahun dan 7,99% fix 5 tahun. Sebelumnya, pricing 7% fix 3 tahun dan 7,5% fix 5 tahun," terangnya kepada CNBC Indonesia, Senin (9/7/2018).

Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan menjelaskan, kenaikan suku bunga KPR memang sudah tidak terhindarkan lagi. Apalagi BI sudah beberapa kali menaikkan bunga acuan.

"Kelihatannya akan tidak terhindarkan kenaikan bunga, mengingat BI sudah menaikkan rate beberapa kali," kata dia.

Mengingat sektor properti tak bisa terlalu diharapkan dalam menopang kenaikan permintaan semen, investor yang memiliki posisi di saham-saham produsen semen harus ekstra hati-hati dalam menghadapi isu oversupply.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ank/hps) Next Article Kelebihan Produksi, Harga Saham Semen Berguguran

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular