Emisi Green Bond Pertama di Indonesia Tak Sesuai Ekspektasi

Irvin Afriano, CNBC Indonesia
03 July 2018 07:14
Kenapa Tidak Mencapai Target?
Foto: Freepik
Penerbitan obligasi SMI yang tidak laku tersebut mengindikasikan risiko proyek ramah lingkungan yang lebih besar karena membutuhkan perizinan yang lebih banyak dibandingkan dengan proyek biasa.  

Dalam praktik di lapangan, penerbitan yang di bawah target juga mencerminkan bunga yang dianggap kurang menarik karena selisih (spread) yang sempit dengan imbal hasil (yield) obligasi acuan.


Hari Senin (2/7/2018), yield obligasi pemerintah FR0064 yang menjadi acuan investasi rupiah lima tahun di pasar berada di 7,55%. Kondisi itu menunjukkan spread dengan kupon obligasi hijau SMI bertenor lima tahun 7,8% hanya 25 basis poin.  

Sebagai perbandingan, obligasi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV dengan tenor yang sama, senilai total Rp 3 triliun, menawarkan kupon 8% atau 15 basis poin lebih menarik dari tawaran green bond SMI. Besaran 100 bps setara dengan 1%. 

Apalagi, kondisi pasar obligasi saat ini tengah tertekan di tengah normalisasi kebijakan moneter di negara-negara maju terutama di Amerika Serikat (AS) yang menarik dana-dana global yang selama ini ditanamkan di pasar surat utang. 


Di sisi lain, green bond ini merupakan produk pertama di pasar domestik, di mana produk baru biasanya menawarkan kupon yang lebih tinggi (sweetener) karena risiko yang dihadapi calon investor juga lebih tinggi dibandingkan dengan jenis produk yang sudah ada.  

Sukuk SMI yang lebih laku memiliki karakteristik berbeda, karena memiliki tingkat bunga mengambang (floating). Hal ini mencerminkan investornya menghindari volatilitas pasar jika suku bunga acuan Indonesia naik lagi.  

Investor pasar modal syariah Indonesia juga masih kekurangan pasokan, sehingga instrumen baru yang terbit biasanya akan diserap pasar dengan lebih mudah dibandingkan dengan produk konvensional.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/prm)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular