Suku Bunga BI Naik Lagi, Jadi Sentimen Negatif Bagi IHSG
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 June 2018 15:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan kembali suku bunga acuan (BI 7 Day Repo Rate) dan relaksasi loan to value (LTV) yang akan diputuskan pada rapat dewan gubernur, Kamis 28 Juni 2018 mengundang komentar pelaku pasar.
Analis Danpac Sekuritas Harry Wijaya berpendapat jika BI mengambil kebijakan tersebut, maka akan menjadi sentimen negatif untuk pasar saham karena hal tersebut akan memukul dunia usaha, khsususnya sektor properti. Ada potensi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi jika BI benar-benar menaikkan suku bung acuan.
"Kalau melihat IHSG secara teknikal memang masih dalam downtrend. Suku bunga acuan BI sudah naik 50 poin, tapi Rupiah masih tidak jauh-jauh dari Rp 14.000, ini memang lagi masanya dolar AS menguat," ujar Harry saat dihubungi CNBC Indonesia (19/6).
Lebih lanjut ia mengatakan, apabila suku bunga acuan kembali naik, maka suku bunga pinjaman juga akan ikut naik. Selain itu, lanjutnya, kenaikan suku bunga acuan juga akan mendorong kenaikan harga properti yang saat ini sudah sangat tinggi.
"Ini menimbulkan pertanyaan, apakah harga properti masih akan naik lagi untuk beberapa saat ke depan? Jadi sekarang orang beli rumah kalau memang benar-benar mau untuk ditinggali, bukan untuk investasi lagi," imbuh Harry.
"Sekarang, kalau bunga pinjaman naik terus harga rumah sudah mahal. Saya kira orang akan makin mengerem untuk beli properti, kecuali benar-benar butuh untuk tinggal. DP memang kecil (relaksasi LTV), tetapi berarti cicilan bulanannya kan makin besar."
Sementar itu, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim mengatakan, langkah BI menaikkan suku bunga acuan tidak akan memberikan perngaruh terlalu signifikan. Dia malah menilai, kebijakan tersebut akan mendorong pasar untuk berpikir bahwa bank sentral bekerja keras untuk menghasilkan kebijakan yang sangat bijaksana.
"Saya pikir BI menempatkan banyak pemikiran ke dalam keputusan kebijakan moneternya. Saya yakin BI berusaha keras untuk meluncurkan kebijakan moneter yang bijaksana yang pada saat yang sama juga meminimalkan volatilitas mata uang. Ini akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit bagi BI saat ini," tutur Taye kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (19/6).
Kenaikan suku bunga memang memperlambat pertumbuhan ekonomi, tetapi, lanjutnya, hal itulah yang menyebabkan BI melakukan yang terbaik untuk meminimalkan dampak, salah satunya dengan melonggarkan beberapa kebijakan seperti LTV (loan to value). Kebijakan relaksasi LTV tersebut akan berdampak positif terhadap saham-saham properti.
(hps) Next Article Jelang Rilis Data Inflasi AS, Bursa Eropa Tetap Tegar
Analis Danpac Sekuritas Harry Wijaya berpendapat jika BI mengambil kebijakan tersebut, maka akan menjadi sentimen negatif untuk pasar saham karena hal tersebut akan memukul dunia usaha, khsususnya sektor properti. Ada potensi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi jika BI benar-benar menaikkan suku bung acuan.
"Kalau melihat IHSG secara teknikal memang masih dalam downtrend. Suku bunga acuan BI sudah naik 50 poin, tapi Rupiah masih tidak jauh-jauh dari Rp 14.000, ini memang lagi masanya dolar AS menguat," ujar Harry saat dihubungi CNBC Indonesia (19/6).
"Ini menimbulkan pertanyaan, apakah harga properti masih akan naik lagi untuk beberapa saat ke depan? Jadi sekarang orang beli rumah kalau memang benar-benar mau untuk ditinggali, bukan untuk investasi lagi," imbuh Harry.
"Sekarang, kalau bunga pinjaman naik terus harga rumah sudah mahal. Saya kira orang akan makin mengerem untuk beli properti, kecuali benar-benar butuh untuk tinggal. DP memang kecil (relaksasi LTV), tetapi berarti cicilan bulanannya kan makin besar."
Sementar itu, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim mengatakan, langkah BI menaikkan suku bunga acuan tidak akan memberikan perngaruh terlalu signifikan. Dia malah menilai, kebijakan tersebut akan mendorong pasar untuk berpikir bahwa bank sentral bekerja keras untuk menghasilkan kebijakan yang sangat bijaksana.
"Saya pikir BI menempatkan banyak pemikiran ke dalam keputusan kebijakan moneternya. Saya yakin BI berusaha keras untuk meluncurkan kebijakan moneter yang bijaksana yang pada saat yang sama juga meminimalkan volatilitas mata uang. Ini akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit bagi BI saat ini," tutur Taye kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (19/6).
Kenaikan suku bunga memang memperlambat pertumbuhan ekonomi, tetapi, lanjutnya, hal itulah yang menyebabkan BI melakukan yang terbaik untuk meminimalkan dampak, salah satunya dengan melonggarkan beberapa kebijakan seperti LTV (loan to value). Kebijakan relaksasi LTV tersebut akan berdampak positif terhadap saham-saham properti.
(hps) Next Article Jelang Rilis Data Inflasi AS, Bursa Eropa Tetap Tegar
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular