Tak Ragu Naikkan Bunga Acuan di RDG 28 Juni, Apa BI Panik?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 June 2018 13:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo secara gamblang menegaskan tak akan ragu kembali menaikkan bunga acuan untuk kedua kalinya pada tahun ini dalam merespons perkembangan perekonomian global.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, keputusan bank sentral mengeluarkan sinyal kenaikan bunga acuan menggambarkan suatu kepanikan dalam merespons dampak ekonomi global terhadap pergerakan nilai tukar.
"Ini bukti kepanikan, bahwa penguatan dolar AS ini cukup negatif ke negara emerging market, termasuk Indonesia," kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/6/2018).
Bhima mencontohkan, mata uang Thailand yang selama ini tidak memiliki masalah pada neraca pembayaran pun suka tidak suka terkena dampak dari keperkasaan greenback dalam beberapa hari terakhir.
"Bagaimana dengan kita yang kondisinya cukup vulnerable, dan termasuk salah satu negara yang cukup rentan karena defisit transaksi berjalannya sudah 2,3% terhadap PDB," ungkapnya.
Menurut dia, langkah penyesuaian suku bunga menjadi opsi satu-satunya yang bisa dilakukan bank sentral untuk meredam gejolak eksternal terhadap stabilitas nilai tukar. Jika tidak, maka konsekuensinya adalah cadangan devisa yang tergerus.
"BI memang harus mengantisipasi karena kalau tidak cadangan devisa bisa kembali tergerus," tegasnya.
Sebagai informasi, keperkasaan dolar AS dalam beberapa hari terakhir memang cukup menghantui pergerakan rupiah pada awal pembukaan perdagangan pasar valas domestik, Kamis (21/6/2018) pasca libur Lebaran.
Kemarin, Senin (18/6/2018) pada pukul 10:30 WIB, Dollar Index - yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama - menguat 0,07%. Kondisi ini, pun menghantui pergerakan rupiah jelang pembukaan perdagangan pasca libur Lebaran.
Sejumlah ekonom memperkirakan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan pasar valas domestik pada Kamis, (21/6/2018) berada di rentang Rp 14.000/US$ - Rp 14.100/US$. Adapun pada penutupan perdagangan sebelum libur Lebaran, dolar AS berada di Rp 13.900/US$.
(dru) Next Article BI Pertahankan Suku Bunga Acuan BI 7-Day RR di 4,5%
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, keputusan bank sentral mengeluarkan sinyal kenaikan bunga acuan menggambarkan suatu kepanikan dalam merespons dampak ekonomi global terhadap pergerakan nilai tukar.
"Ini bukti kepanikan, bahwa penguatan dolar AS ini cukup negatif ke negara emerging market, termasuk Indonesia," kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/6/2018).
Ini bukti kepanikan BI,"Ekonom INDEF Bhima Yudhistira |
"Bagaimana dengan kita yang kondisinya cukup vulnerable, dan termasuk salah satu negara yang cukup rentan karena defisit transaksi berjalannya sudah 2,3% terhadap PDB," ungkapnya.
Menurut dia, langkah penyesuaian suku bunga menjadi opsi satu-satunya yang bisa dilakukan bank sentral untuk meredam gejolak eksternal terhadap stabilitas nilai tukar. Jika tidak, maka konsekuensinya adalah cadangan devisa yang tergerus.
"BI memang harus mengantisipasi karena kalau tidak cadangan devisa bisa kembali tergerus," tegasnya.
Sebagai informasi, keperkasaan dolar AS dalam beberapa hari terakhir memang cukup menghantui pergerakan rupiah pada awal pembukaan perdagangan pasar valas domestik, Kamis (21/6/2018) pasca libur Lebaran.
Kemarin, Senin (18/6/2018) pada pukul 10:30 WIB, Dollar Index - yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama - menguat 0,07%. Kondisi ini, pun menghantui pergerakan rupiah jelang pembukaan perdagangan pasca libur Lebaran.
Sejumlah ekonom memperkirakan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan pasar valas domestik pada Kamis, (21/6/2018) berada di rentang Rp 14.000/US$ - Rp 14.100/US$. Adapun pada penutupan perdagangan sebelum libur Lebaran, dolar AS berada di Rp 13.900/US$.
(dru) Next Article BI Pertahankan Suku Bunga Acuan BI 7-Day RR di 4,5%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular