Sebulan Setelah Dilantik, Perry Tancap Gas Naikkan Bunga
Herdaru Purnomo & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
19 June 2018 12:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo langsung tancap gas menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day RR.
Perry Warjiyo menaikkan bunga acuan pertama kali dalam Rapat Dewan Gubernur insidentil yang dilangsungkan pada 30 Mei 2018 atau enam hari setelah dilantik sebagai BI-1.
"Kebijakan ini sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga AS yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global," kata Perry dalam konferensi persnya di Gedung BI, (30/5/2018).
Bank sentral masih meyakini kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan cukup baik dan kuat. Tekanan terhadap stabilitas sejak awal Februari lebih karena tren kenaikan suku bunga AS dan meningkatnya ketidakpastian global akibat perubahan kebijakan AS dan sejumlah risiko geopolitik.
Secara khusus, BI menyampaikan pesan yang menjelaskan dan mengkomunikasikan arah kebijakan ke depan. Yakni terus mengkalibrasi perkembangan baik domestik maupun global untuk memanfaatkan masih adanya ruang untuk kenaikan suku bunga secara terukur.
Pesan tersirat kembali disampaikan Perry hari ini, Selasa (19/6/2018). Setelah beberapa analis memprediksikan nilai tukar rupiah bakal tertekan pada pembukaan perdagangan besok, Rabu (20/6/2018), Perry langsung menyampaikan pesan tak ragu untuk menaikkan bunga kembali.
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Kenaikan bunga acuan memang menjadi obat sementara untuk menghadang keperkasaan dolar AS. Penguatan dolar AS dalam beberapa hari terakhir dikhawatirkan akan memberikan pengaruh bagi pergerakan nilai tukar Rupiah pada awal pembukaan perdagangan, Rabu (20/6/2018) pasca libur Lebaran.
Bahkan, tak sedikit ekonom yang memperkirakan greenback akan berada pada rentang Rp 14.000/US$ - Rp 14.100/US$ pasca masa liburan. Adapun pada penutupan perdagangan sebelum libur Lebaran, dolar AS berada di Rp 13.900/US$.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, upaya stabilisasi dengan menempuh penyesuaian suku bunga perlu dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk meredam tekanan penguatan greenback terhadap nilai tukar.
"Seandainya volatilitas rupiah cenderung tinggi pada semester II-2018, saya pikir ada potensi BI kembali menaikkan suku bunga acuan," kata Josua kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/6/2018).
Josua menjelaskan, hasil rapat Anggota Dewan Gubernur Fed (FOMC) dan meningkatnya potensi risiko perang dagang antara AS dan China memicu penguatan mata uang Paman Sam dalam beberapa hari terakhir.
Dia memperkirakan, pergerakan rupiah di pasar spot pada awal perdagangan pasca libur Lebaran melemah di rentang Rp 14.100/US$ - Rp 14.175/US$, mengingat Non-Deliverable Forward (NDF) jangka 1 bulan terakhir cenderung menguat 1%.
Setelah menguat sejak pekan lalu, laju dolar AS sempat terhenti hari ini. Ambil untung dan perkembangan perang dagang AS vs China membuat greenback beralih ke posisi defensif.
Pada Selasa (19/6/2018) pukul 09:50 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,21%. Ini menghentikan penguatan Dollar Index yang terjadi sejak pertengahan pekan lalu.
(dru/dru) Next Article Apes! Rupiah Batal Cetak Rekor 9 Pekan Menguat Lawan Dolar AS
Perry Warjiyo menaikkan bunga acuan pertama kali dalam Rapat Dewan Gubernur insidentil yang dilangsungkan pada 30 Mei 2018 atau enam hari setelah dilantik sebagai BI-1.
"Kebijakan ini sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga AS yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global," kata Perry dalam konferensi persnya di Gedung BI, (30/5/2018).
Secara khusus, BI menyampaikan pesan yang menjelaskan dan mengkomunikasikan arah kebijakan ke depan. Yakni terus mengkalibrasi perkembangan baik domestik maupun global untuk memanfaatkan masih adanya ruang untuk kenaikan suku bunga secara terukur.
Pesan tersirat kembali disampaikan Perry hari ini, Selasa (19/6/2018). Setelah beberapa analis memprediksikan nilai tukar rupiah bakal tertekan pada pembukaan perdagangan besok, Rabu (20/6/2018), Perry langsung menyampaikan pesan tak ragu untuk menaikkan bunga kembali.
Dalam keterangan pers tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga.
"Kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan. Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ungkap Perry.
Kenaikan bunga acuan memang menjadi obat sementara untuk menghadang keperkasaan dolar AS. Penguatan dolar AS dalam beberapa hari terakhir dikhawatirkan akan memberikan pengaruh bagi pergerakan nilai tukar Rupiah pada awal pembukaan perdagangan, Rabu (20/6/2018) pasca libur Lebaran.
Bahkan, tak sedikit ekonom yang memperkirakan greenback akan berada pada rentang Rp 14.000/US$ - Rp 14.100/US$ pasca masa liburan. Adapun pada penutupan perdagangan sebelum libur Lebaran, dolar AS berada di Rp 13.900/US$.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, upaya stabilisasi dengan menempuh penyesuaian suku bunga perlu dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk meredam tekanan penguatan greenback terhadap nilai tukar.
"Seandainya volatilitas rupiah cenderung tinggi pada semester II-2018, saya pikir ada potensi BI kembali menaikkan suku bunga acuan," kata Josua kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/6/2018).
Dia memperkirakan, pergerakan rupiah di pasar spot pada awal perdagangan pasca libur Lebaran melemah di rentang Rp 14.100/US$ - Rp 14.175/US$, mengingat Non-Deliverable Forward (NDF) jangka 1 bulan terakhir cenderung menguat 1%.
Setelah menguat sejak pekan lalu, laju dolar AS sempat terhenti hari ini. Ambil untung dan perkembangan perang dagang AS vs China membuat greenback beralih ke posisi defensif.
Pada Selasa (19/6/2018) pukul 09:50 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,21%. Ini menghentikan penguatan Dollar Index yang terjadi sejak pertengahan pekan lalu.
(dru/dru) Next Article Apes! Rupiah Batal Cetak Rekor 9 Pekan Menguat Lawan Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular