Pasar Obligasi Selama Mei Bergerak Bak Roller Coaster

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 June 2018 11:02
Kenaikan Bunga Acuan Jilid I Kurang Nendang
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
Namun pada pertengahan Mei, yield obligasi turun. Penyebabnya adalah pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) saat itu, Agus DW Martowardojo, mengenai ruang kenaikan suku bunga acuan yang cukup besar. 

Menurut pandangan BI, melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Terkait hal tersebut, dan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, BI akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.  

"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan. Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tegas Agus. 

Setelah pernyataan tersebut keluar, pasar SBN mengalami reli. Akhirnya BI benar-benar menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate pada 17 Mei. Akan tetapi, yield SBN justru naik setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke 4,5% tersebut.

Saat itu, sentimen suku bunga kalah dari situasi global yang memang sedang panas. Korea Utara mengancam membatalkan pertemuan dengan AS karena menuding latihan militer gabungan Negeri Paman Sam dan Korea Selatan sebagai bentuk provokasi. Aura perdamaian di Semenanjung Korea sempat memudar dan menjadi kekhawatiran investor global. 

Tidak hanya itu, investor juga menantikan rilis ikhtisar rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Mei. Investor akan meneliti kata demi kata yang keluar dari para petinggi The Fed, dan mencari petunjuk arah kebijakan moneter ke depan. Pelaku pasar akan melihat semua petunjuk yang mengarah kepada pengetatan moneter. 

Puncak kenaikan yield SBN terjadi pada 24 Mei, yang mencapai 7,605%. Saat itu, dana asing memang tersedot ke AS karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran yang membengkak. Badan Anggaran Kongres AS (Congressional Budget Office/CBO) memperkirakan defisit anggaran AS pada semester I-2018 mencapai US$ 598 miliar (Rp 8.372 triliun). Naik 13,04% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

CBO juga memperkirakan defisit anggaran AS melampaui US$ 1 triliun (Rp 14.000 triliun) pada 2020. Lebih awal dua tahun dibandingkan perkiraan awal.  

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular