
Naik 11% di Mei, Harga Batu Bara Akhirnya Tembus US$110/Ton
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
01 June 2018 14:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 1,38% ke US$110,15/ton pada perdagangan hari Kamis (31/5/2018), masih didorong oleh kuatnya permintaan komoditas ini untuk sumber energi pembangkit listrik di China.
Dengan capaian tersebut, harga batu bara telah melambung 10,81% sepanjang bulan Mei 2018 dan berhasil menembus level US$ 110/ton yang merupakan nilai tertingginya di tahun ini. Padahal, harga rata-rata batu bara pada April 2018 lalu masih berada di kisaran US$93,61/ton.
Perkasanya harga batu bara masih didukung oleh stok komoditas ini yang semakin ketat di Negeri Tirai Bambu, khususnya di sektor pembangkitan listrik. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di enam pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari 2018 lalu.
Stok yang menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di enam pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
"Konsumsi batu bara harian dari enam pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters hari Selasa (22/5/2018).
Sebagai catatan, pemerintah China sebenarnya sudah menyusun rencana untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada akhir pekan lalu, lembaga perencanaan China bahkan telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.
Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk mengendalikan harga batu bara domestik di China. Terlebih, dengan tingkat operasi pembangkit listrik yang sangat tinggi, sejumlah analis juga mengkhawatirkan langkanya pasokan batu bara akan bertahan lama di China.
"Kita meragukan intervensi pemerintah (China) akan efektif, karena bagaimanapun caranya mereka meregulasi pasokan, akan sulit untuk menekan permintaan," menurut analis dari Argonaut, seperti dilansir dari Reuters.
Perusahaan bank investasi tersebut berpendapat bahwa ikhtiar pemerintah China untuk menggenjot produksi batu bara akan meningkatkan pasokan sebesar 200 juta ton secara tahunan, atau 10% dari pasar batu bara termal China. Namun, permintaan komoditas ini juga akan meningkat secara rata-rata 10% pada semester-I 2018 ini.
Terlebih, ketergantungan pembangkit listik di China terhadap sumber energi batu bara juga masih akan tinggi, setidaknya untuk tahun ini. Hal ini diindikasikan oleh terhambatnya usaha pemerintah China dalam mengimplementasikan sumber energi hijau di tahun 2018.
Mengutip China Coal Resource, Negeri Panda akan membukukan pertumbuhan yang lebih lambat di industri pembangkit listrik energi sinar matahari/solar PV, pada tahun ini. Padahal pada empat bulan pertama tahun ini, pembangkit listrik tenaga solar PV telah bertambah 26,4%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Penyebabnya adalah munculnya kendala pembiayaan dan konstruksi.
"Pertumbuhan (industri solar PV) tidak akan melebihi 10%, pada tahun ini," ucap Andreas Liebheit, presiden untuk usaha photovoltaic pada perusahaan pembuat pasta larutan perak asal Jerman, Heraeus, seperti dilansir dari China Coal Resource.
(prm) Next Article Manuver Emiten saat Batu Bara Adem
Dengan capaian tersebut, harga batu bara telah melambung 10,81% sepanjang bulan Mei 2018 dan berhasil menembus level US$ 110/ton yang merupakan nilai tertingginya di tahun ini. Padahal, harga rata-rata batu bara pada April 2018 lalu masih berada di kisaran US$93,61/ton.
![]() |
"Konsumsi batu bara harian dari enam pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters hari Selasa (22/5/2018).
Sebagai catatan, pemerintah China sebenarnya sudah menyusun rencana untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada akhir pekan lalu, lembaga perencanaan China bahkan telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.
Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk mengendalikan harga batu bara domestik di China. Terlebih, dengan tingkat operasi pembangkit listrik yang sangat tinggi, sejumlah analis juga mengkhawatirkan langkanya pasokan batu bara akan bertahan lama di China.
"Kita meragukan intervensi pemerintah (China) akan efektif, karena bagaimanapun caranya mereka meregulasi pasokan, akan sulit untuk menekan permintaan," menurut analis dari Argonaut, seperti dilansir dari Reuters.
Hal senada juga disampaikan oleh Goldman Sachs Group Inc. yang memperkirakan masalah ketatnya pasokan batu bara akan berlanjut, seiring peningkatan komoditas batu hitam secara musiman akan meningkat dengan kecepatan yang sama dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan pasokan.
Perusahaan bank investasi tersebut berpendapat bahwa ikhtiar pemerintah China untuk menggenjot produksi batu bara akan meningkatkan pasokan sebesar 200 juta ton secara tahunan, atau 10% dari pasar batu bara termal China. Namun, permintaan komoditas ini juga akan meningkat secara rata-rata 10% pada semester-I 2018 ini.
Terlebih, ketergantungan pembangkit listik di China terhadap sumber energi batu bara juga masih akan tinggi, setidaknya untuk tahun ini. Hal ini diindikasikan oleh terhambatnya usaha pemerintah China dalam mengimplementasikan sumber energi hijau di tahun 2018.
Mengutip China Coal Resource, Negeri Panda akan membukukan pertumbuhan yang lebih lambat di industri pembangkit listrik energi sinar matahari/solar PV, pada tahun ini. Padahal pada empat bulan pertama tahun ini, pembangkit listrik tenaga solar PV telah bertambah 26,4%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Penyebabnya adalah munculnya kendala pembiayaan dan konstruksi.
"Pertumbuhan (industri solar PV) tidak akan melebihi 10%, pada tahun ini," ucap Andreas Liebheit, presiden untuk usaha photovoltaic pada perusahaan pembuat pasta larutan perak asal Jerman, Heraeus, seperti dilansir dari China Coal Resource.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm) Next Article Manuver Emiten saat Batu Bara Adem
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular