
Naik 1,7%, Harga Batu Bara Makin Dekat Pada Level US$110/ton
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
31 May 2018 11:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka ditutup menguat 1,68% ke US$108,65/ton pada perdagangan hari Rabu (30/5/2018), didorong oleh masih tingginya permintaan komoditas ini untuk sumber energi pembangkit listrik di China.
Sang batu hitam mampu rebound setelah terkoreksi nyaris 0,5% pada perdagangan hari Selasa (29/5/2018), dan kembali mencetak rekor tertingginya sejak akhir Januari 2018. Catatan lainnya, hingga perdagangan kemarin, rata-rata harga batu bara sepanjang bulan Mei 2018 sudah mencapai US$103,48/ton, naik cukup pesat dari rata-rata bulan April 2018 sebesar US$93,61/ton.
Kenaikan harga batu bara masih didukung oleh stok batu bara yang semakin ketat di Negeri Tirai Bambu, khususnya di sektor pembangkitan listrik. Mengutip data China Coal Resource, stok batu bara per 25 Mei 2018 di 6 pembangkit listrik utama China menurun ke kapasitas 16 hari penggunaan, atau setara dengan 12,41 juta ton. Angka itu merupakan level terendah sejak 9 Februari 2018 lalu.
Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
"Konsumsi batu bara harian dari 6 pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters, pada hari Selasa (22/5/2018).
Sebagai catatan, pemerintah China sebenarnya sudah menyusun rencana untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada akhir pekan lalu, lembaga perencanaan China bahkan telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.
Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk mengendalikan harga batu bara domestik di China. Terlebih, dengan tingkat operasi pembangkit listrik yang sangat tinggi, sejumlah analis juga mengkhawatirkan langkanya pasokan batu bara akan bertahan lama di China.
"Kita meragukan intervensi pemerintah (China) akan efektif, karena bagaimanapun caranya mereka meregulasi pasokan, akan sulit untuk menekan permintaan," menurut analis dari Argonaut, seperti dilansir dari Reuters (29/05/2018).
Terlebih, ketergantungan pembangkit listik di China terhadap sumber energi batu bara juga masih akan ada di permukaan, setidaknya untuk tahun ini. Hal ini diindikasikan oleh usaha pemerintah China dalam mengimplementasikan sumber energi hijau yang masih terhambat di tahun 2018.
Mengutip China Coal Resource, Negeri Panda akan membukukan pertumbuhan yang lebih lambat di industri pembangkit listrik energi sinar matahari/solar PV, pada tahun ini. Padahal pada 4 bulan pertama tahun ini, pembangkit listrik tenaga solar PV telah bertambah 26,4%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Penyebabnya adalah munculnya kendala pembiayaan dan konstruksi.
"Pertumbuhan (industri solar PV) tidak akan melebihi 10%, pada tahun ini," ucap Andreas Liebheit, presiden untuk usaha photovoltaic pada perusahaan pembuat pasta larutan perak asal Jerman, Heraeus, seperti dilansir dari China Coal Resource.
(RHG/RHG) Next Article Harga Batu Bara Tembus US$100/Ton Lagi
Sang batu hitam mampu rebound setelah terkoreksi nyaris 0,5% pada perdagangan hari Selasa (29/5/2018), dan kembali mencetak rekor tertingginya sejak akhir Januari 2018. Catatan lainnya, hingga perdagangan kemarin, rata-rata harga batu bara sepanjang bulan Mei 2018 sudah mencapai US$103,48/ton, naik cukup pesat dari rata-rata bulan April 2018 sebesar US$93,61/ton.
![]() |
Stok yang semakin menipis tersebut dipicu oleh penggunaan batu bara di 6 pembangkit listrik utama China yang sudah meningkat 26% secara year-on-year (YoY), per hari Jumat (25/05/2018) lalu. Hal ini disebabkan oleh datangnya periode heatwave (cuaca panas) yang lebih panas dari biasanya di dataran China, sehingga meningkatkan intensitas penggunaan listrik untuk alat pendingin ruangan.
"Konsumsi batu bara harian dari 6 pembangkit listrik terbesar (di China) saat ini berada di angka 800.000 ton, pada pekan ini. Angka itu sangatlah tinggi, dan cenderung tidak biasa, untuk bulan ini," kata salah seorang trader yang berbasis di Beijing, seperti dikutip dari Reuters, pada hari Selasa (22/5/2018).
Sebagai catatan, pemerintah China sebenarnya sudah menyusun rencana untuk menstabilkan harga batu bara domestik dan memperkuat pasokan. Pada akhir pekan lalu, lembaga perencanaan China bahkan telah mengadakan pertemuan dengan para penambang, produsen listrik, dan industri di China, untuk mendiskusikan kondisi dan pasokan batu bara, sekaligus rencana untuk memangkas harga.
Meski demikian, pertemuan tersebut nampaknya belum memunculkan langkah-langkah nyata untuk mengendalikan harga batu bara domestik di China. Terlebih, dengan tingkat operasi pembangkit listrik yang sangat tinggi, sejumlah analis juga mengkhawatirkan langkanya pasokan batu bara akan bertahan lama di China.
"Kita meragukan intervensi pemerintah (China) akan efektif, karena bagaimanapun caranya mereka meregulasi pasokan, akan sulit untuk menekan permintaan," menurut analis dari Argonaut, seperti dilansir dari Reuters (29/05/2018).
Terlebih, ketergantungan pembangkit listik di China terhadap sumber energi batu bara juga masih akan ada di permukaan, setidaknya untuk tahun ini. Hal ini diindikasikan oleh usaha pemerintah China dalam mengimplementasikan sumber energi hijau yang masih terhambat di tahun 2018.
Mengutip China Coal Resource, Negeri Panda akan membukukan pertumbuhan yang lebih lambat di industri pembangkit listrik energi sinar matahari/solar PV, pada tahun ini. Padahal pada 4 bulan pertama tahun ini, pembangkit listrik tenaga solar PV telah bertambah 26,4%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017. Penyebabnya adalah munculnya kendala pembiayaan dan konstruksi.
"Pertumbuhan (industri solar PV) tidak akan melebihi 10%, pada tahun ini," ucap Andreas Liebheit, presiden untuk usaha photovoltaic pada perusahaan pembuat pasta larutan perak asal Jerman, Heraeus, seperti dilansir dari China Coal Resource.
(RHG/RHG) Next Article Harga Batu Bara Tembus US$100/Ton Lagi
Most Popular