
BI Buka Peluang Kenaikan Suku Bunga Selanjutnya
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 May 2018 07:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) insidentil yang diadakan hari Rabu (30/5/2018) membawa aroma perubahan arah kebijakan moneter Indonesia.
"Dengan kenaikan ini, stance kebijakan kita adalah dari netral ke sedikit bias ketat. Tempo hari kan akomodatif, sekarang cenderung bias ketat," kata Gubernur BI Perry Warjiyo usai mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate untuk kedua kalinya dalam waktu satu bulan.
Arah kebijakan BI dalam beberapa tahun terakhir disebut-sebut beberapa pelaku pasar memang cukup "tertinggal" (behind the curve) di tengah pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral negara lain.
Meskipun Agus Martowardojo - gubernur BI saat itu - berulang kali menegaskan bahwa saat ini adalah eranya suku bunga tinggi, namun stance BI tetap netral dengan tetap memperhatikan dinamika ekonomi global.
BI pada pertengahan Mei lalu akhirnya memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya untuk menstabilisasi nilai tukar rupiah yang sempat menembus level Rp 14.200/US$.
Namun, keputusan tersebut nyatanya belum cukup mampu menjadi doping yang kuat bagi sendi perekonomian. Pergerakan rupiah stagnan dj kisaran Rp 14.000/US$ dengan pelemahan yang terus terjadi di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat keluarnya investor asing dari pasar modal domestik.
Tak lama berselang, BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo secara tiba-tiba menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) insidentil. Rapat dadakan ini digelar jelang pertemuan anggota dewan gubernur bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, pada pertengahan Juni mendatang yang diperkirakan akan menghasilkan keputusan kenaikan kembali suku bunga acuan Negeri Paman Sam.
BI akhirnya memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% dengan harapan dapat memperkuat rupiah di hadapan dolar AS.
Meski begitu, lagi-lagi kenaikan suku bunga tampaknya tidak direspons pasar dengan positif. IHSG terkoreksi cukup dalam, sementar itu nilai tukar rupiah bergerak stagnan melawan dolar AS.
Stance bias ketat pun semakin membuka peluang bank sentral menaikkan tingkat suku bunga acuannya, dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian. Ini merupakan langkah BI dalam menyikapi dinamika ekonomi global.
""Kami terus mengkalibrasi perkembangan ekonomi domestik dan global untuk memanfaatkan masih adanya ruang kenaikan suku bunga secara terukur," jelas Perry.
(prm) Next Article Tahan Bunga Acuan 6%, BI Keluarkan 6 Kebijakan 'Akomodatif'
"Dengan kenaikan ini, stance kebijakan kita adalah dari netral ke sedikit bias ketat. Tempo hari kan akomodatif, sekarang cenderung bias ketat," kata Gubernur BI Perry Warjiyo usai mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate untuk kedua kalinya dalam waktu satu bulan.
Arah kebijakan BI dalam beberapa tahun terakhir disebut-sebut beberapa pelaku pasar memang cukup "tertinggal" (behind the curve) di tengah pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral negara lain.
BI pada pertengahan Mei lalu akhirnya memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya untuk menstabilisasi nilai tukar rupiah yang sempat menembus level Rp 14.200/US$.
Namun, keputusan tersebut nyatanya belum cukup mampu menjadi doping yang kuat bagi sendi perekonomian. Pergerakan rupiah stagnan dj kisaran Rp 14.000/US$ dengan pelemahan yang terus terjadi di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat keluarnya investor asing dari pasar modal domestik.
Tak lama berselang, BI di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo secara tiba-tiba menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) insidentil. Rapat dadakan ini digelar jelang pertemuan anggota dewan gubernur bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, pada pertengahan Juni mendatang yang diperkirakan akan menghasilkan keputusan kenaikan kembali suku bunga acuan Negeri Paman Sam.
BI akhirnya memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% dengan harapan dapat memperkuat rupiah di hadapan dolar AS.
Meski begitu, lagi-lagi kenaikan suku bunga tampaknya tidak direspons pasar dengan positif. IHSG terkoreksi cukup dalam, sementar itu nilai tukar rupiah bergerak stagnan melawan dolar AS.
Stance bias ketat pun semakin membuka peluang bank sentral menaikkan tingkat suku bunga acuannya, dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian. Ini merupakan langkah BI dalam menyikapi dinamika ekonomi global.
""Kami terus mengkalibrasi perkembangan ekonomi domestik dan global untuk memanfaatkan masih adanya ruang kenaikan suku bunga secara terukur," jelas Perry.
(prm) Next Article Tahan Bunga Acuan 6%, BI Keluarkan 6 Kebijakan 'Akomodatif'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular