Yield Obligasi Negara 10 Tahun Tembus 7,1%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 May 2018 12:33
Yield Obligasi Negara 10 Tahun Tembus 7,1%
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara naik signifikan. Untuk obligasi tenor 10 tahun, yield sudah menembus level 7,1%. 

Pada Selasa (8/5/2018), yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun berada di 7,164%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yaitu 7,054%. Yield hari ini merupakan rekor tertinggi sejak pertengahan 2017. 

Yield Obligasi Negara 10 Tahun Tembus 7,1%Reuters

Kenaikan yield menandakan harga SBN sedang turun. Saat harga turun, artinya instrumen ini sedang kurang diminati atau bahkan dilepas oleh pelaku pasar.
 

Pasar keuangan Indonesia memang sedang tertekan. Di pasar saham saja, pada pukul 11:45 WIB nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 207,56 miliar. 

Di pasar SBN pun demikian, investor asing masih terus mengurangi kepemilikannya. Dalam sebulan terakhir, kepemilikan asing di SBN sudah berkurang Rp 20,68 triliun. 

Yield Obligasi Negara 10 Tahun Tembus 7,1%DJPPR Kemenkeu
Penyebabnya adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hari ini, dolar AS menembus ambang batas psikologis Rp 14.000. Ini merupakan level terlemah rupiah sejak pertengahan 2015. 

Kala rupiah melemah, maka berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi buntung karena nilainya turun. Oleh karena itu, pelaku pasar cenderung melepas kepemilikan di aset-aset rupiah, termasuk SBN. 

Ditambah lagi sepertinya pelaku pasar sepertinya merealisasikan dampak dari rilis data pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal I-2018, ekonomi Indonesia tumbuh 5,06%. Agak jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 5,18%. 

Ini bisa melahirkan sentimen negatif di pasar. Sebab, pelaku pasar bisa beranggapan ekonomi Indonesia tidak bisa berlari sesuai potensinya.

Hari ini, pemerintah dijadwalkan melelang lima seri obligasi. Target indikatif dalam lelang ini adalah Rp 17 triliun yang bisa dinaikkan menjadi Rp 25,5 triliun. 

Ada risiko besar dalam lelang hari ini. Pelaku pasar, terutama asing, sedang cenderung menjauhi Indonesia.  

Oleh karena itu, ada potensi lelang akan kembali sepi peminat. Selain itu, ada pula kemungkinan investor memojokkan (cornering) pemerintah dengan meminta imbalan tinggi. Ini tentunya menimbulkan beban tambahan bagi anggaran negara. 

Hal ini sudah terjadi tidak hanya sekali dalam lelang obligasi syariah alias sukuk. Contoh teranyar terjadi pada 2 Mei lalu, di mana penawaran yang masuk hanya Rp 5,53 triliun yang dimenangkan hanya Rp 1,38 triliun. 

Saat itu situasinya hampir serupa dengan hari ini. Dolar AS menguat merespons hasil rapat The Federal Reserve/The Fed yang meski menahan suku bunga acuan tetapi membuka kemungkinan untuk menaikkan lagi suku bunga acuan pada pertemuan bulan depan. 

The Fed menyebutkan bahwa inflasi sudah mendekati sasaran. Personal Consumption Expenditure (PCE), yang menjadi indikator The Fed untuk mengukur tingkat inflasi, sudah mencapai target 2%. Untuk core PCE sudah mendekati 2%, tepatnya 1,9%. Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan Juni semakin besar, karena ada kebutuhan untuk menjangkar ekspektasi inflasi agar sesuai dengan target. 

Oleh karena itu, lelang obligasi hari ini menjadi sangat menantang. Sebab jika hasil lelang ini lagi-lagi kurang ciamik, maka justru akan menjadi tambahan sentimen negatif di pasar.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular