
Internasional
Boeing Bisa Terdampak Perang Dagang AS-China
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
23 March 2018 13:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika China memutuskan untuk merespons keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Kamis (22/3/2017) yang menerapkan bea impor sebesar US$60 miliar (Rp 827,1 triliun) ke barang-barang China, maka langkah balas dendam itu bisa dimulai dari Boeing.
Perusahaan produsen pesawat asal AS itu adalah primadona pasar saham yang sedang naik daun, tempat di mana Trump mempertaruhkan klaimnya tentang kredibilitas perekonomian.
Perusahaan yang berbasis di Chicago dan terkenal dengan pesawat militer dan penumpang itu menyumbang 24% kenaikan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) sejak bulan Desember 2016, kata Howard Silverblatt, Analis Industri Senior di Indeks Investment Strategy untuk S&P Dow Jones Indices. Sejak itu, lebih dari 1.200 poin kenaikan Dow Jones langsung bersumber dari lonjakan 117% saham Boeing, dilansir dari CNBC International.
Namun, harga saham Boeing turun lebih dari 2% pada perdagangan Kamis pagi seiring dengan Dow Jones yang anjlok 390 poin sebelum pengumuman keputusan bea impor baru Trump karena para investor takut hal itu dapat memicu perang dagang dengan China.
Nampaknya tidak ada perusahaan dalam indeks Dow Jones yang akan merugi sebesar Boeing, yang mengumumkan pesanan 300 pesawat dari China senilai $37 miliar ketika Trump mengunjungi Beijing tahun lalu.
Pengumuman jumlah pesanan itu dikritisi karena hanya mempublikasikan pesanan lama agar kunjungan presiden nampak memberikan hasil. Sebagai tambahan, Boeing memperkirakan China akan membeli pesawat sekitar $1 triliun dalam 20 tahun mendatang dalam proyeksi yang dirilis September lalu.
Pengaruh kuat pemerintah pada bisnis-bisnis China membuat pesanan-pesanan tersebut rentan terhadap gejolak politik.
Boeing yang memiliki 140.000 karyawan di seluruh dunia berkata satu dari setiap empat pesawat jet penumpang yang dihasilkan oleh pabrik perakitannya dibeli oleh konsumen China. Produsen pesawat ini berkompetisi dengan Airbus, pesaingnya dari Eropa, untuk pangsa pasar aviasi China yang pertumbuhannya terpesat di dunia. Kedua perusahaan itu pun sudah membuka pabrik perakitannya di China.
Boeing bungkam sejak Trump mengumumkan bea impor, tetapi chairman dan CEO-nya Dennis Muilenburg membuka suara di acara Squawk on the Street di CNBC tanggal 15 Februari 2018.
"Itu [bea impor] adalah sesuatu yang sangat kami awasi. Kami sudah mengadakan dialog yang sangat baik dengan pemerintah China dan pelanggan kami di sana. [...] Penting untuk memiliki pendekatan yang seimbang dengan China. [...] Kami butuh perdagangan yang adil, kompetisi yang adil. Namun, jika anda melihat pasar China dari sisi pesawat [...] dari 41.000 pesawat baru itu, lebih dari 7.000 berada di China. [Negara] itu menjadi pasar pesawat terbesar di dunia," katanya.
"Apa yang tidak ingin Anda lihat adalah Donald Trump menantang Xi Jinping untuk masuk ke perang dagang yang sangat konyol," kata Bernard Baumohl, Kepala Ekonom Global di Economic Outlook Group.
"Penerapan tarif dengan seenaknya yang dilakukan Trump pada perekonomian terbesar kedua di dunia akan dengan cepat menjadi bumerang ke AS. China bisa menutup impor saat ini ke pesawat buatan Amerika, ponsel, reaktor nuklir, otomotif, jasa keuangan, produk pertanian, dan minyak mentah, serta produk refinasi."
Tentu saja, Dow Jones menjadi sasaran empuk pembalasan China dengan banyak perusahaan yang nilainya melampaui Boeing.
Apple membuat sebagian besar iPhone-nya lewat pemborong eceran di China, dan ponsel yang diimpor dari China berkontribusi terhadap sebagian terbesar defisit perdagangan barang-barang senilai $375 miliar yang dialami AS dengan China tahun lalu. Intel, Caterpillar, dan Cisco adalah eksportir besar ke China dan negara-negara yang bergantung pada perdagangan China.
"China memiliki banyak cara untuk membalas, dan mereka tidak perlu melakukannya dengan menerapkan tarif," kata Joel Naroff, Presiden Naroff Economic Advisors di Holland, Pennsylvania.
"Mereka bisa menyesuaikan regulasi, menekankan inspeksi dan banyak hal lain. Namun, kemungkinan mereka akan melakukan apa yang direcanakan Eropa, yaitu menyerang impor dengan visibilitas tinggi yang merugikan pendukung politik Trump. Produk pertanian bisa ciut. Mereka akan sangat kejam dan keji."
China sudah mengindikasikan akan menyerang ekspor kedelai AS yang akan sangat memukul sektor pertanian AS. Industri lainnya juga berada dalam ancaman.
Dampaknya bisa jadi langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Boeing dan pasar secara besar, kata Kepala Ekonom di Moody's Analytics, Mark Zandi.
"Kemungkinan besar respons China akan melemahkan yuan. Mereka bisa menyesuaikan devaluasi yuan untuk meniadakan dampak dari peningkatan apapun pada bea impor AS terhadap perdagangannya dengan AS," kata Zandi seperti dilansir dari CNBC International.
"Alternatifnya, China bisa hentikan investasi di Obligasi Negara AS dan sekuritas lainnya. Hal ini akan menyebabkan suku bunga AS meningkat tajam dan pasar keuangan anjlok. Tentu saja, investasi China di AS akan menderita, tetapi mereka mungkin mau menderita siksa ekonomi [untuk meraih] pembalasan."
Sebagai catatan, harga saham Boeing telah naik setiap tahunnya sejak tahun 2009.
(prm) Next Article Surplus Dagang dengan AS Anjlok, China Resesi?
Perusahaan produsen pesawat asal AS itu adalah primadona pasar saham yang sedang naik daun, tempat di mana Trump mempertaruhkan klaimnya tentang kredibilitas perekonomian.
Perusahaan yang berbasis di Chicago dan terkenal dengan pesawat militer dan penumpang itu menyumbang 24% kenaikan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) sejak bulan Desember 2016, kata Howard Silverblatt, Analis Industri Senior di Indeks Investment Strategy untuk S&P Dow Jones Indices. Sejak itu, lebih dari 1.200 poin kenaikan Dow Jones langsung bersumber dari lonjakan 117% saham Boeing, dilansir dari CNBC International.
Nampaknya tidak ada perusahaan dalam indeks Dow Jones yang akan merugi sebesar Boeing, yang mengumumkan pesanan 300 pesawat dari China senilai $37 miliar ketika Trump mengunjungi Beijing tahun lalu.
Pengumuman jumlah pesanan itu dikritisi karena hanya mempublikasikan pesanan lama agar kunjungan presiden nampak memberikan hasil. Sebagai tambahan, Boeing memperkirakan China akan membeli pesawat sekitar $1 triliun dalam 20 tahun mendatang dalam proyeksi yang dirilis September lalu.
Pengaruh kuat pemerintah pada bisnis-bisnis China membuat pesanan-pesanan tersebut rentan terhadap gejolak politik.
Boeing yang memiliki 140.000 karyawan di seluruh dunia berkata satu dari setiap empat pesawat jet penumpang yang dihasilkan oleh pabrik perakitannya dibeli oleh konsumen China. Produsen pesawat ini berkompetisi dengan Airbus, pesaingnya dari Eropa, untuk pangsa pasar aviasi China yang pertumbuhannya terpesat di dunia. Kedua perusahaan itu pun sudah membuka pabrik perakitannya di China.
Boeing bungkam sejak Trump mengumumkan bea impor, tetapi chairman dan CEO-nya Dennis Muilenburg membuka suara di acara Squawk on the Street di CNBC tanggal 15 Februari 2018.
"Itu [bea impor] adalah sesuatu yang sangat kami awasi. Kami sudah mengadakan dialog yang sangat baik dengan pemerintah China dan pelanggan kami di sana. [...] Penting untuk memiliki pendekatan yang seimbang dengan China. [...] Kami butuh perdagangan yang adil, kompetisi yang adil. Namun, jika anda melihat pasar China dari sisi pesawat [...] dari 41.000 pesawat baru itu, lebih dari 7.000 berada di China. [Negara] itu menjadi pasar pesawat terbesar di dunia," katanya.
"Apa yang tidak ingin Anda lihat adalah Donald Trump menantang Xi Jinping untuk masuk ke perang dagang yang sangat konyol," kata Bernard Baumohl, Kepala Ekonom Global di Economic Outlook Group.
"Penerapan tarif dengan seenaknya yang dilakukan Trump pada perekonomian terbesar kedua di dunia akan dengan cepat menjadi bumerang ke AS. China bisa menutup impor saat ini ke pesawat buatan Amerika, ponsel, reaktor nuklir, otomotif, jasa keuangan, produk pertanian, dan minyak mentah, serta produk refinasi."
Tentu saja, Dow Jones menjadi sasaran empuk pembalasan China dengan banyak perusahaan yang nilainya melampaui Boeing.
Apple membuat sebagian besar iPhone-nya lewat pemborong eceran di China, dan ponsel yang diimpor dari China berkontribusi terhadap sebagian terbesar defisit perdagangan barang-barang senilai $375 miliar yang dialami AS dengan China tahun lalu. Intel, Caterpillar, dan Cisco adalah eksportir besar ke China dan negara-negara yang bergantung pada perdagangan China.
"China memiliki banyak cara untuk membalas, dan mereka tidak perlu melakukannya dengan menerapkan tarif," kata Joel Naroff, Presiden Naroff Economic Advisors di Holland, Pennsylvania.
"Mereka bisa menyesuaikan regulasi, menekankan inspeksi dan banyak hal lain. Namun, kemungkinan mereka akan melakukan apa yang direcanakan Eropa, yaitu menyerang impor dengan visibilitas tinggi yang merugikan pendukung politik Trump. Produk pertanian bisa ciut. Mereka akan sangat kejam dan keji."
China sudah mengindikasikan akan menyerang ekspor kedelai AS yang akan sangat memukul sektor pertanian AS. Industri lainnya juga berada dalam ancaman.
Dampaknya bisa jadi langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi Boeing dan pasar secara besar, kata Kepala Ekonom di Moody's Analytics, Mark Zandi.
"Kemungkinan besar respons China akan melemahkan yuan. Mereka bisa menyesuaikan devaluasi yuan untuk meniadakan dampak dari peningkatan apapun pada bea impor AS terhadap perdagangannya dengan AS," kata Zandi seperti dilansir dari CNBC International.
"Alternatifnya, China bisa hentikan investasi di Obligasi Negara AS dan sekuritas lainnya. Hal ini akan menyebabkan suku bunga AS meningkat tajam dan pasar keuangan anjlok. Tentu saja, investasi China di AS akan menderita, tetapi mereka mungkin mau menderita siksa ekonomi [untuk meraih] pembalasan."
Sebagai catatan, harga saham Boeing telah naik setiap tahunnya sejak tahun 2009.
(prm) Next Article Surplus Dagang dengan AS Anjlok, China Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular