Risiko Meningkat, Emisi Sukuk Global Turun Jadi Rp 1.030 T

Roy Franedya, CNBC Indonesia
08 March 2018 17:27
Pada tahun 2018 diperkirakan akan terjadi penurunan emisi sukuk jadi US$70 miliar (Rp 945 triliun) - US$80 miliar (Rp 1.030 triliun)
Foto: Getty Images/CNBC International
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga rating, S&P Global Ratings memprediksi tahun ini pasar obligasi syariah tidak akan lebih baik dari tahun 2017 di mana pasarnya tumbuh pesat. Pasar obligasi syariah akan diliputi risiko geopolitik dan ketidakpastian ekonomi.

Pada tahun 2017, emisi (penerbitan) obligasi syariah atau sukuk di seluruh dunia mencapai US$97,9 miliar atau setara Rp 1.321,65 triliun. Angka ini meningkat 45,3% dari tahun sebelumnya US$67,4 miliar.

Pada tahun 2017 emisi sukuk banyak dilakukan Arab Saudi dan beberapa negara teluk atau Gulf Cooperation Council (GCC). Adapun tahun 2016, penerbitan sukuk banyak dilakukan di Malaysia.

Senior Direktur S&P Global Ratings, Mohamed Damak mengatakan dua bulan pertama tahun 2018 ditandai dengan kinerja yang baik untuk penerbitan dalam mata uang lokal dan penurunan dalam penerbitan mata uang asing. Namun, kinerja bulanan bukanlah indikator yang baik untuk jumlah penerbitan tahunan.

Pada tahun 2018 diperkirakan akan terjadi penurunan emisi sukuk jadi US$70 miliar (Rp 945 triliun) - US$80 miliar (Rp 1.030 triliun). Penurunan tersebut disebabkan sejumlah faktor. Pertama, pengetatan dari bank sentral beberapa negara (kenaikan suku bunga acuan) yang mengurangi likuiditas di pasar negara berkembang dan risiko geopolitik

"Likuiditas global pada 2018 akan semakin ketat, menurut pandangan kami (Federal Reserve AS) akan memperketat (menaikkan suku bunga) sebesar 75 basis poin pada 2018, kenaikan ini akan dilakukan sebanyak tiga kali. Bank Sentral Eropa juga akan mengurangi laju pembelian asetnya yang berarti likuiditas yang dulunya disalurkan dari pasar berkembang ke pasar negara berkembang pasti akan berkurang dan menjadi lebih mahal," kata Damak pada media briefing, Selasa (6/3/2018) seperti dilansir dari CNBC International.

Kedua, kebutuhan pembiayaan Bank GCC yang lebih rendah karena stabilisasi harga minyak. S&P Global Ratings percaya rata-rata harga minyak US$60/ barel pada 2018. Meskipun demikian, GCC masih menghadapi tantangan pada tahun tahun ini.

"Untuk tahun 2018, pesan utamanya kami mengharapkan stabilisasi profil keuangan bank-bank GCC, dari paruh kedua tahun 2018, namun tantangan utama bagi mereka adalah pertumbuhan pinjaman yang ditekan, biaya risiko yang lebih tinggi, dan tingkat profitabilitas yang lebih rendah," ujar Damak.

Ketiga, permintaan sukuk bisa lebih rendah pada tahun 2018 sampai pada kebangkitan baru-baru ini dalam risiko geopolitik, Damak mengatakan, "terutama fakta bahwa Qatar mendapat sanksi dari negara-negara GCC lainnya" yang dapat "menghalangi selera investor terhadap instrumen yang dikeluarkan oleh emiten GCC dalam kasus eskalasi ketegangan signifikan".

Keempat, Damak mencatat alasan keempat mengapa kinerja obligasi syariah bisa turun pada 2018 adalah karena lambannya perkembangan standarisasi di pasar sukuk.

"Badan penetapan standar seperti Organisasi Akuntansi dan Audit untuk Lembaga Keuangan Islam (AAOIFI) dan Badan Layanan Keuangan Islam sekarang telah memahami bahwa ada sebuah masalah dengan standarisasi dan ini harus terjadi agar pasar tumbuh dengan lebih cepat," tambah Damak.
(roy/prm) Next Article Penjual Sukuk Global RI Harus Punya Pengalaman 5 Tahun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular