Pemerintah Tarik Utang Rp 40 T Lewat Sukuk Wakalah

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 February 2018 16:06
Pemerintah menarik utang US$ 3 miliar atau sekitar Rp 40 triliun (Kurs US$ 1 = Rp 13.400) dari penerbitan sukuk global Wakalah.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menarik utang US$ 3 miliar atau sekitar Rp 40 triliun (Kurs US$ 1 = Rp 13.400) dari penerbitan sukuk global Wakalah. Penerbitan green sukuk ini menjadi yang pertama dilakukan pemerintah negara dan di bawah kerangka green bond dan green sukuk yang baru ditetapkan.

Dalam penerbitan ini, Abu Dhabi Islamic Bank PJSC, Citigroup, CIMB, Dubai Islamic Bank PJSC dan HSBC bertindak sebagai Joint Lead Managers dan Joint Bookrunner. Sementara itu, PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Trimegah bertindak sebagai co-managers untuk transaksi ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penerbitan sukuk yang didaftarkan di Bursa Saham Singapura dan NASDAQ Dubai ini mendapatkan respon positif dari pelaku pasar. Sebab, total penawaran yang masuk mencapai US$ 7,2 miliar.

"Ini mendapatkan sambutan yang baik dari dunia, yang mendukung green project. Kami mendapatkan pricing yang cukup kompetitif," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (26/2/2018).

Merinci lebih jauh, pemerintah berhasil menarik utang sebesar US$ 1,25 miliar dari penerbitan sukuk tenor 5 tahun, dan US$ 1,75 miliar untuk tenor 10 tahun. Imbal hasil yang ditawarkan, sebesar 3,75% untuk tenor 5 tahun dan 4,40% untuk tenor 10 tahun.

"Sukuk ini juga mendapatkan investment grade dari tiga lembaga pemeringkat dunia," kata Sri Mulyani.


Adapun struktur akad sukuk ini adalah Wakalah, dengan underlying asset Barang Milik Negara (BMN) berupa tanah dan bangunan sebesar 51%, dan proyek-proyek kas negara yang sedang dalam pembangunan atau akan dibangun.

Untuk tenor 5 tahun, distribusikan kepada 32% investor syariah asal Timur Tengah dan Malaysia, 10% di Indonesia, 25% di Asia, 18% di Amerika Serikat, dan 15% di Eropa.

Adapun untuk tenor 10 tahun, didistribusikan kepada 24% investor syariah asal Timur Tengah dan Malaysia, 10% di Indonesia, 12% di Asia, 22% di Amerika Serikat, dan 32% di Eropa.

Penerbitan ini, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu sejalan dengan tujuan Indonesia dalam memperkokoh pasar keuangan syariah global, dan komitmen terhadap pendanaan hijau yang ramah lingkungan.

"Ini bentuk komitmen Indonesia dalam menanggulangi Climate Change, melalui Paris Aggrement. Jadi bagaimana membangun secara berkelanjutan," tegasnya.
(dru) Next Article Penerbitan Sukuk Lewat Pasar Modal Mulai Tumbuh

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular