Nike Buat Warga Jepang Marah, Kenapa?

Lifestyle - Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
03 December 2020 12:28
Nike G Dragon Foto: Nike G Dragon

Jakarta, CNBC Indonesia - Warga Jepang marah dengan iklan terbaru produsen apparel olahraga Nike. Pasalnya, Nike menyoroti diskriminasi sosial di sana.

Iklan itu menunjukkan kehidupan tiga atlet sepak bola muda dari berbagai warisan budaya. Iklan tersebut telah dibagikan dan dilihat sekitar 25 juta kali tampilan di Twitter dan YouTube.



Melansir BBC International, Nike dianggap melebih-lebihkan soal diskriminasi dan rasisme dengan memilih Jepang. Beberapa juga mengancam akan memboikot produk Nike.

"Seolah-olah mereka mencoba mengatakan jenis diskriminasi ini ada di mana-mana di Jepang. Namun, ada juga komentar positif tentang iklan berjudul The Future Isn't Waiting karena mengangkat isu rasisme," tulis satu komentar, dikutip Kamis (3/12/2020).

Menurut salah seorang pengamat banyak orang Jepang tidak suka diberi tahu oleh suara-suara luar untuk mengubah cara mereka. Tapi jika orang asing itu menunjukkan pemahaman mendalam pada budayanya, sebenarnya kecaman bisa berbalik menjadi pujian.

"Jika orang asing menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang budaya Jepang atau aturan Jepang, maka orang Jepang yang tersinggung itu, akan menyembur dengan pujian," kata Morley Robertson, seorang jurnalis Jepang-Amerika.

Pengamat lain Steve McGinnes, penulis Steve Surfing the Asian Wave: How to survive and thrive in the new global mengatakan iklan itu bunuh diri. Apalagi rasisme endemik akan menjadi topik sensitif dalam budaya apa pun.

"Tetapi Nike tidak boleh berpikir, sebagai merek asing, bahwa mereka pantas menunjukkannya kepada tuan rumah mereka. Mereka secara kasar menyoroti subjek yang menurut banyak orang seharusnya terlarang bagi para tamu. Itu adalah tujuan bunuh diri yang besar bagi Nike," papar dia.

Nike bukan satu-satunya merek Barat yang mendapat kecaman karena tidak memahami budaya Asia dan perilaku konsumen. Tahun lalu, merek mewah asal Prancis, Dior dikritik karena menggunakan peta China tanpa menyertakan Taiwan.

Taiwan telah memiliki pemerintahan sendiri sejak 1950-an. Tetapi kebijakan resmi Beijing adalah bahwa pulau itu adalah masih bagian provinsi China.

"Arogansi dan rasa puas diri bisa menjadi musuh terburuk bagi merek Barat di Asia, karena tim manajemen mungkin meremehkan kebanggaan konsumen Asia dan budaya lokal," kata Martin Roll, penasihat merek dan penulis bisnis Asia.

Tetapi kontroversi tidak selalu menyebabkan penurunan penjualan. Ini dipercaya bisa berdampak sebaliknya.

Kampanye Nike di AS yang menampilkan Colin Kaepernick, mantan gelandang NFL yang berlutut selama lagu kebangsaan untuk memprotes ketidakadilan rasial misalnya. Iklan tersebut berhasil membuat penjualan meningkat.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Gegara Sepatu G-Dragon, Website Nike Langsung Down!


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading