
Fintech
Praktik Tipu-Tipu Dompet Digital China yang Rugikan RI
Roy Franedya, CNBC Indonesia
28 November 2018 17:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Turis China kian gandrung berlibur ke Indonesia, khususnya ke Pulau Dewata. Banjir turis China ini menghadirkan fenomena baru, penggunaan dompet digital seperti WeChat Pay dan Alipay dalam membayar transaksi pembelian.
Fenomena ini muncul karena turis China tidak lagi terlalu suka menggunakan uang tunai. Fenomena ini juga membawa masalah karena hadirnya praktik ilegal karena tidak melibatkan perusahaan domestik dalam pemprosesan transaksi.
Transaksi yang tidak menggandeng domestik akan membuat tidak masuknya valuta asing (valas) ke Indonesia. Dana tersebut tetap berada di sistem keuangan China meski transaksinya terjadi di Indonesia.
Salah satu praktik ilegal adalah penggunaan WeChat Pay di Bali yang dilakukan sejumlah perusahaan perjalanan yang disebut pemerintah provinsi Bali melibatkan Mafia China. Perusahaan ini menarik turis China ke Bali dengan tawaran paket murah dari yang sebelumnya Rp 8 juta menjadi Rp 600.000 per paket.
Setelah di Indonesia para Turis diarahkan berbelanja ke merchant yang dimiliki ke beberapa merchant yang dimiliki atau rekanan para Mafia Tiongkok ini yang diklaim menjual barang-barang produksi Indonesia, padahal barang tersebut diproduksi dan stoknya ada di China. Dalam bertransaksi mereka menggunakan skema transfer antar akun WeChat Pay.
Cara lainnya, pengusaha China yang membuka bisnis di Bali membawa mesin EDC langsung dari China. Ketika turis bertransaksi mesin EDC tersebut disodorkan. Dengan kedua cara ini maka merchar mendapatkan keuntungan dari margin barang yang dijual dan biaya transaksi yang lebih murah sehingga fee yang didapatkan lebih besar pula.
Praktik lainnya adalah menggunakan aplikasi pemesanan makan dari salah satu perusahaan delivery food terbesar di China. Dalam platform tersebut ditampilkan restoran-restoran yang banyak dikunjungi di Indonesia. Ketika turis tertarik ingin memesan, turis bisa membeli voucher yang ditawarkan platform tersebut.
"Praktik ini tidak merugikan Indonesia transaksinya tetap dalam yuan tidak dalam rupiah dan dananya tidak masuk ke Indonesia. Devisa tidak masuk dan pengusaha domestik tidak mendapatkan bisnis dari para turis tersebut," ujar Presiden Direktur PT Alto Halodigital International (AHDI) Rudy Ramli kepada CNBC Indonesia, Selasa (27/11/2018).
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Wechat dan Alipay Ingin Masuk RI, Ini Syarat dari BI
Fenomena ini muncul karena turis China tidak lagi terlalu suka menggunakan uang tunai. Fenomena ini juga membawa masalah karena hadirnya praktik ilegal karena tidak melibatkan perusahaan domestik dalam pemprosesan transaksi.
![]() |
Transaksi yang tidak menggandeng domestik akan membuat tidak masuknya valuta asing (valas) ke Indonesia. Dana tersebut tetap berada di sistem keuangan China meski transaksinya terjadi di Indonesia.
Setelah di Indonesia para Turis diarahkan berbelanja ke merchant yang dimiliki ke beberapa merchant yang dimiliki atau rekanan para Mafia Tiongkok ini yang diklaim menjual barang-barang produksi Indonesia, padahal barang tersebut diproduksi dan stoknya ada di China. Dalam bertransaksi mereka menggunakan skema transfer antar akun WeChat Pay.
Praktik lainnya adalah menggunakan aplikasi pemesanan makan dari salah satu perusahaan delivery food terbesar di China. Dalam platform tersebut ditampilkan restoran-restoran yang banyak dikunjungi di Indonesia. Ketika turis tertarik ingin memesan, turis bisa membeli voucher yang ditawarkan platform tersebut.
"Praktik ini tidak merugikan Indonesia transaksinya tetap dalam yuan tidak dalam rupiah dan dananya tidak masuk ke Indonesia. Devisa tidak masuk dan pengusaha domestik tidak mendapatkan bisnis dari para turis tersebut," ujar Presiden Direktur PT Alto Halodigital International (AHDI) Rudy Ramli kepada CNBC Indonesia, Selasa (27/11/2018).
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru) Next Article Wechat dan Alipay Ingin Masuk RI, Ini Syarat dari BI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular