PM Malaysia Anwar Ibrahim

Meniti Langkah Terjal Sang Pemimpin Humanis

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
15 January 2023 20:50
CT Corps Leadership Forum Bersama Perdana Menteri Malaysia YAB Dato' Seri Anwar Ibrahim, di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin, 9/1/2023. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: CT Corps Leadership Forum Bersama Perdana Menteri Malaysia YAB Dato' Seri Anwar Ibrahim, di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin, 9/1/2023. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim melakukan kunjungan ke Indonesia. Itu adalah lawatan pertamanya setelah dilantik sebagai pemimpin pemerintahan Negeri Jiran pada November 2022.

Dalam kunjungannya pada Senin (9/1/2023), Anwar bertandang ke Istana Kepresidenan Bogor untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Usai bertemu dengan Jokowi, Anwar mengisi acara CT Corp Leadership Forum di Menara Bank Mega, Jakarta.

Dalam acara tersebut, Anwar blak-blakan tentang perjalanan hidupnya yang penuh jatuh bangun, terasing, hingga bangkit dan menjadi Perdana Menteri Malaysia saat ini.

Meski tak lama berbicara, banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari sosok pemimpin humanis tersebut.

Berikut petikan pidato Anwar Ibrahim dalam CT Corp Leadership Forum:

Arti Keadilan

Saya mau bicara sebagai sahabat karena dalam menghadapi lika-liku hidup, getir, pasang surut, lebih banyak surut dari pada pasang, saya tidak pernah merasa terasing di Indonesia.

Dari tingkat presidennya hingga ke rakyat biasa menganggap saya sebagaimana diungkapkan semasa saya disambut oleh ketika itu. Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Fahmi Idris, Adi Sasono, Chairul Tanjung, dan teman-teman, dia (mereka) ungkapkan Anwar sahabat sejati.

Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Presiden Joko Widodo yang memberikan sekali lagi penghormatan kepada saya mengundang saya ke sini secara resmi dan memberikan sambutan yang sangat hangat, membicarakan dengan terus terang dengan maksud mengangkat dan menjayakan (menyukseskan) hubungan bilateral Malaysia dan Indonesia.

Juga menyelesaikan hal-hal yang terbalut sekian lama, termasuk permasalahan yang amat melukai perasaan rakyat Indonesia soal TKI dan sebagainya. Saya jawab kepada Presiden: "Saya ini juga dari orang yang tersisih dan terbuang, lebih mengerti arti keadilan, pemerataan, keadilan sosial".

Jadi sekarang menjadi tanggung jawab saya untuk memastikan bukan soal memihak kepada Indonesia atau Malaysia tapi memihak kepada prinsip keadilan dan manusiawi atau karamah insaniah.

CT Corps Leadership Forum Bersama Perdana Menteri Malaysia YAB Dato' Seri Anwar Ibrahim, di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin, 9/1/2023. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)Foto: CT Corps Leadership Forum Bersama Perdana Menteri Malaysia YAB Dato' Seri Anwar Ibrahim, di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin, 9/1/2023. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Peta Politik dan Ekonomi

Jadi saya ingin menjadi jaminan di sini, depan para menteri, dan juga rekan-rekan saya menteri-menteri dari Malaysia untuk menyatakan bahwa insyaallah dengan perubahan peta politik di Malaysia, kita melihat peningkatan hubungan dua negara bertetangga yang belum pernah dicapai dan dicatat sebelumnya.

Tentunya kita harus berpusat dan berpangkalan pertamanya kepada permasalahan ekonomi. Soal-soal yang saya sebut tadi, sempadan, layanan pekerja, dan soal kerja sama dalam berbagai bidang kita teruskan, tapi tumpuan kita fundamentalnya tetap ekonomi.

Ini karena kita berhadapan dengan suatu kemelut ekonomi yang belum ada kepastian penyelesaiannya. Seusai Covid-19 kita masih menghadapi suasana global yang belum menentu.

Tapi saya tidak mewakili pandangan yang pesimis dalam politik atau ekonomi sebab saya survive (bertahan). Kalau tidak, pingsan lama di penjara. Tapi, dalam keadaan paling rumit di penjara saya masih optimis. Insya Allah ini masalah waktu, dengan pertolongan Allah kemenangan akan tercapai dekat dekat itu kita hanya mampu berdoa.

Begitu juga ekonomi sebagaimana yang disebut Keynes kalau diserahkan kepada para pakar-pakar ekonomi itu tidak semestinya menjawab sebuah permasalahan, tapi tanggung jawab kita selama ada pimpinan, atau konglomerat, businessman (pebisnis) adalah untuk berencana supaya memanfaatkan waktu dan kebijakan semaksimal untuk memperbaiki keadaan.

Saya percaya insya Allah pandangan dan ranah yang sangat pesimistis itu tidak semestinya benar. Ini sudah kita lihat sebagaimana teori Oswald Spengler, Decline of the West, dia orang anti Barat jadi seolah-olah barat akan runtuh besok. Itu mengandaikan bahwa orang barat tidak mau bikin apa-apa secara positif atau negara China akan menghadapi kemelut yang dalam.

Jangan kita andaikan pemimpin-pemimpin China dan expert (ahli) negara itu akan diam dan tidak memikirkan hal dan solusi yang baik. Sebab itu, saya masih menyatakan bahwa Spenglerian pesimisme yang disebut itu baik dalam politik atau ekonomi tidak semestinya benar.

Demokrasi dan Budaya Korupsi

Tanggung jawab kita sebagai manusia adalah berusaha mencari solusi dan melakukan perubahan dengan segala daya upaya kita, tapi bagi saya pokok pangkalnya bermula dari pimpinan.

Sebab itu saya memilih untuk bermula (memulai) dengan mengambil sikap seorang pemimpin yang lebih bertanggung jawab dan mau mendengarkan pendapat dan saran dan itu artinya demokrasi.

Semalam di kedutaan Malaysia saya sebut apa yang pernah diungkap Francis Fukuyama tentang democratic accountability (akuntabilitas demokrasi). Kita ini riuh-rendah, hiruk-pikuk bicara demokrasi tapi tidak accountability(akuntabilitas). Demokrasi tidak bisa ditentukan legitimasi kehebatannya semata-mata dalam pemilu, tetapi relevansinya bagi kita berdasarkan pertimbangan nilai dan akhlak, moral dan ethics (etika), harus tentang akuntabilitas.

Apakah benar orang yang memegang tampuk kekuasaan, yang menang dengan dukungan rakyat, menang dengan cara dan kaidah etika yang bisa dipertahankan dan sudah dimiliki?

Apa daya mereka harus jujur dalam menjalankan amanah, mengemban amanah korupsi atau korupsi yang sudah menjadi budaya di negara-negara Islam. Makin kuat slogan Islam, makin banyak dana yang hilang.

Atau di Malaysia terkadang makin keras suara ketuanan (supremasi) Melayu, makin cepat lesap (hilang) uangnya. Jadi dengan demikian kita tidak boleh terpukau dengan slogan janji muluk dan kata-kata ya mesti bil amal.

Karena kalau kita pegang pada prinsip Islam lebih keras lagi syeikh-syeikh agama di sini saya gak begitu berani, kyai dan habib terima kasih banyak ini lima takuluna ma la taf'alun itu cercaan yang keras sebab itu saya bermula pada pangkal, menunjukkan kesederhanaan, kebiasaan mempertahankan prinsip nilai dan akhlak, dan menggunakan kuasa untuk tidak memperkaya sanak saudara dan kroni.

Penjara dan Penderitaan Rakyat

Terkadang saya membayangkan pengalaman panjang saya lebih dari 10 tahun di penjara begitu kecil namun begitu besar. Tetapi apakah itu akan memengaruhi saya untuk menjadi takabur dan sombong? Pengalaman disiksa dan menderita begitu lama seharusnya mengajari kita dan memahami apa arti menderita dan sengsara di kalangan majority (mayoritas) rakyat kita.

Saya ditanya tentang cerita penderitaan saya, saya mengatakan bahwa penderitaan Anwar, betapapun penat (lelah) saya, masih relatif lebih baik daripada derita majority (mayoritas) rakyat Malaysia.

Mereka tidak dipenjara, benar. Tetapi sekurang-kurangnya makan minum Azizah dan anak-anak masih terkawal. Pendidikan anak-anak masih baik tidak ada yang terhambat pendidikannya karena masih rekan-rekan bantu.

Oleh karena itu, sementara kita berbicara panjang lebar, saya akan menulis tentang pengalaman saya. Saya rasa malu karena derita itu kecil ketimbang yang dirasakan mayoritas rakyat.

Maka ada hikmah dari semua ini, yaitu untuk mendewasakan saya. Saya lebih mengerti arti bebas dan demokratis karena saya tahu bagaimana rasanya hidup dalam kongkongan dan sistem otokratis. Jadi inilah yang menurut saya harus kita semua renungkan

Karena saya mewakili sosok pandangan bahwa keupayaan (kemampuan) Indonesia dan Malaysia terutama Indonesia itu luar biasa, saya agak sentimental dengan Indonesia ini karena almarhum ibu saya adalah penggemar karya-karya hebat Indonesia, semua karya Sutan Alisjahbana, Armijn Pane, Hamka, tasawuf modern. Falsafah hidup tidak hanya dibaca di masa depan.

Saya jadi ingat pernah membaca Mochtar Lubis yang menghujat budaya korupsi dan lemahnya sifat bangsa Indonesia, apalagi karena sistem penguasaan (dominasi) orde baru atau syair Taufik Ismail "Malu Aku Jadi Orang Indonesia". Sesuai judulnya itu salah satu aspek orang seni yang mencurahkan gelisah hatinurani mereka. Tapi realitanya Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh besar yang tidak ada tolak tandingnya di rantau kita.

Tokoh Besar dan Teman Setia

Dari berbagai ijtihad atau tren ada nasionalisnya seperti Soekarno-Hatta atau yang paham Islamnya seperti Mohammad Natsir atau kirinya seperti Sutan Sjahrir atau pemikir kemanusiaan yang kuat seperti Soejatmoko yang menulis satu teks yang bagi saya sangat berharga dalam merumuskan bujet bagi Malaysia, 'Dimensi Manusiawi dalam Pembangunan'.

Tokoh-tokoh besar dan hebat dalam generasi awal ini diteruskan dalam bidang perdagangan konglomerat termasuk Chairul Tanjung dari kalangan pribumi yang sukar ditandingi.

Tatkala saya terbuang, teman-teman kumpul dan Chairul atur program besar untuk sambut teman-teman bersama. Jadi semasa saya susah, dia sambut. Jadi sebab itu saya ingat teman tatkala saya susah semasa itu, termasuk Bu Anita (istri Chairul Tanjung).

Jiwa Pemimpin

Ini yang saya bicarakan tentang leadership (kepemimpinan). Kadi dalam pidato saya untuk menyambut tahun masehi minggu lalu di masjid Putrajaya, jadi kan kontradiksi sambut tahun masehi di masjid tapi toleransi kita ini tasamuhnya, yang penting isinya.

Di antara yang saya tekankan adalah warkah(surat) Sayidina Ali bin Abi Thalib kepada gubernur Mesir, Malik Astar, karena soal tata kelola, akhlak, nilai, dan keangkuhan itu semua dibicarakan, termasuk soal kemanusiaan boleh ditanya tentang muslim dengan muslim dan muslim dengan bukan Islam itu di Malaysia lebih relevan daripada di Indonesia karena kami memiliki jumlah bukan Islam yang ramai (besar).

Sayidina Ali menjawab bahwa saudaramu yang seagama dalam Islam, tapi apa hubungan antara umat Islam dan bukan Islam, tetaplah saudaramu, sesama manusia. Humanitarian ideal (cita-cita kemanusiaan) mesti terpahat sebagai salah satu tonggak keyakinan dan kehidupan beragama.

Kata siapa untuk menolak kebejatan sosial dan korupsi itu mudah? Saya sudah pengalaman, itu yang menyebabkan saya terpelanting masuk penjara. Saya dulu wakil PM, sekarang saya PM. Itu pun tidak mudah karena corruption (korupsi) itu seperti juga Malaysia itu sistemik dari atas sampai ke bawah. Tidak mungkin kita mudah survive (bertahan) tanpa menerima atau tolerate (menoleransi) korupsi itu. Sabaran (kesabaran) terbesar kita adalah bagaimana kita menunjukkan contoh dan teladan yang baik.

Seorang PM, seorang menteri, harus ada humility (rendah hati) dan di sini saya sering meminjam ungkapan T. S. Eliot apa makna kerendahan hati dalam puisi dia The Four Quartets:The only wisdom we can hope to acquire is the wisdom of humility. Humility is endless. Kalau ada satu-satunya hikmah yang mungkin kita kuasai adalah humility (kerendahan hati) atau tawadhu karena hikmah tawadhu itu tidak ada batasnya.

 

Belajar dari Indonesia

Pimpinan ini tentunya akan tertanam dengan mudah keangkuhannya, bukan hanya pimpinan politik juga pimpinan lain. Saya katakan ini karena ada kaitan dengan menimba ilmu sebaiknya.

Saya duduk dengan Presiden Jokowi tadi, lama panjang dari jadwal biasa jadi saya lihat protokol sudah dua kali gerak-gerak, kita pura-pura enggak lihat.

Saya tentu lebih tua usianya walaupun kelihatan sekitar 40, tapi Jokowi tentu jauh lebih berpenglaman terpaksa harus mengurus negara yang jauh lebih besar, lebih ramai dan lebih repot. Saya tanya beberapa prioritas beliau tentang pendekatan ekonomi.

Dia sebut hilirisasi. Indonesia ini istilah-istilah mudah dibikin. Saya dianggap orang yang bijak baca ribuan buku semasa penjara. Enggak ada kerja lain, baca buku, banyak hafalan dan sebagainya. Tapi beda dengan orang yang ada pengalaman. Saya tanya soal hilirisasi. Saya tangkap ini satu pendekatan yang baik bagaimana kita boleh pastikan semuanya nikel dan termasuk kelapa sawit ada rangkaian paketan yang sehat di kalangan kedua negara kita untuk pertahankan kepentingan rakyat.

Kemudian dia sebut satu lagi digitalisasi. Ya, digitalisasi kita juga ingin populerkan dalam rencana kita juga. Tapi dari segi ideas and policies (ide dan kebijakan) itu beda dengan pelaksananya jadi dia sebut pelaksanaannya itu di peringkat (tingkat) industri kecil dan sederhana.

Saya hanya rumuskan saja tapi yang ingin saya sebut di sini ialah the crave for knowledge and understanding is limitless only if you have acquire this sense of humility (keinginan akan pengetahuan dan pemahaman tidak terbatas hanya jika Anda telah memperoleh rasa rendah hati ini). And again I re-iterate humility is endless (dan sekali lagi saya mengulanginya kerendahan hati tidak ada habisnya). The challenge for leadership is to ensure that we continue to learn from our experience and from listening to the expert and to the comment man and woman (tantangan bagi kepemimpinan adalah untuk memastikan bahwa kita terus belajar dari pengalaman kita dan dari mendengarkan pakar dan komentar pria dan wanita).

Pendidikan dan Kemanusiaan

Saya tidak cenderung dengan angka dan statistik. Berapa angka kemiskinan? Oh tinggal 15%. Bunyinya kan indah, tapi kalau kamu dan keluarga kamu tergolong dari 15% itu, kamu tidak bicara begitu. Ini yang membedakan pendekatan manusiawi dengan pendekatan yang lebih akademik dan ekonomi.

Knowledge (pengetahuan) pun ada masalah juga. Ada orang yang cenderung untuk mencari spesialisasi tapi kita tidak ingat apa arti hidup tanpa kemanusiaan dan apa arti hidup tanpa nilai dan akhlak. Jadi, pendidikan tidak boleh dikesampingkan dari prinsip-prinsip ini, tapi spesialisasi penting juga untuk digital economy (ekonomi digital), bidang-bidang baru, yang mesti dan wajib kita kuasai. Kalau ketinggalan, seluruh generasi akan ketinggalan.

Malaysia karena keterlaluan (kekacauan) politik sudah beberapa tahun tidak berkesudahan hal-hal ini tidak menjadi fokus. Jadi kita harus secara pantas dan cepat memacu pertumbuhan dan memperkenalkan perubahan-perubahan ini dalam kadar yang lebih pesat dari yang biasa jika tidak jauh ketinggalan lagi.

Tapi saya sebut bahaya anak-anak muda kurang membaca ini. Sosmed ada tiktok habit (kebiasaan). Ada baik positifnya dan saya tidak mau mengambil sikap yang negatif sebab ini zaman berlalu seperti juga lagu dan musik beredar mengikuti zaman. Tetapi seorang pemikir Spanyol Ortega y Gasset dalam "Rebellion de las Massage" menyebut satu hal yang sangat penting bagi kita di kalangan pendidik dan pengurus, dan pemimpin, sementara kita harus asah supaya ada spesialisasi, jangan sampai ada terjadinya barbarism of specialization.

Meminjam ungkapan Ortega, maknanya you are so specialize (kamu sangat ahli) tapi tidak ada humanity (kemanusiaan) tidak ada nilai. You are an expert (kamu ahli) dalam bidang tapi tidak melihat secara menyeluruh, tidak menjadikan pendidikan itu sebagaimana yang disebut dalam sabda Muhammad.

Dalam rencana kami di Malaysia, saya katakan dengan untuk ingat bahwathe future Malaysia rest to large extend on our capacity to be able to acquire knowledge understanding specialization (masa depan Malaysia sangat bergantung pada kapasitas kami untuk dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman, spesialisasi).

Saya bicara juga dengan presiden Jokowi tentang ekstremisme fanatisme diperalat soal agama ke arah terorisme. Saya mendukung dakwah tidak mengambil sikap negatif tetapi ada unsur-unsur ini yang mesti ditangani dan ini terkait juga critical thinking (berpikir kritis) dalam pendidikan.

Mana mungkin belajar Islam tanpa critical thinking (berpikir kritis). Mau terima hadits pun kita kena (perlu) pastikan sahih sanadnya.

Tanpa critical thinking itu dia patuh saja dan semua orang boleh jadi expert (ahli), syekh, dan kemudian tidak ada usaha untuk secara critically valued and assess that is not the Islamic tradition (kritis menilai dan menilai yang bukan tradisi Islam).

Prinsip Keadilan

Akhirnya tentunya ekonomi yang tidak akan saya sentuh banyak karena Chairul Tanjung ada di sini, tapi bagi saya dia terkait dengan apa yang saya sebutkan dengan justice (keadilan).

Saya setuju dengan peranan modal yang dianggap agak kapitalisme, tapi saya juga tahu arti kelompok konglomerat yang menentukan semua enggakbisa kita terima. Mesti ada firm commitment principal of justice (komitmen teguh prinsip keadilan) dan ini peranan pimpinan. Kita ini trading nation (negara perdagangan) maknanya kita perlu investasi peleburan domestik dan juga FDI (foreign direct investment/investasi asing langsung).

Dalam mengundang investasi itu kadang-kadang syarat-syaratnya tidak kita senangi semua tapi ada proses yang terpaksa kita tolerate (toleransi). Tapi ultimate objective (tujuan utama) pimpinan itu harus memastikan ada prinsip keadilan sosial. Mengizinkan kesenjangan yang terlalu lebar itu bukan ideal economic policy (kebijakan ekonomi ideal) bagi kita.

Sekali lagi saya sentimental betul dengan Indonesia. Jadi ini arti persahabatan walaupun orang boleh singgung dengan beberapa hal tentang kelemahan-kelemahan yang saya tidak nafikan. Tapi saya melihat ada satu kekuatan dalam pengalaman hidup saya dengan rekan-rekan yang dari aktivis kah, menteri kah, atau hingga Presiden yang masih menunjukkan sikap persahabatan yang amat saya hargai.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular