Wawancara Eksklusif

Dituduh Masuk HTI-ISIS, Ini Kisah Lengkap Bos PT PAL Kuntjoro

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
28 April 2021 09:55
Pekerja mencetak sablon kaos calon legislatif di Pasar Jaya Senen, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019).
Foto: Pekerja mencetak sablon kaos calon legislatif di Pasar Jaya Senen, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Perihal pengajuan pengunduran diri, Kuntjoro mengakui ada efek dari kabar-kabar yang berkembang via media sosial beberapa waktu belakangan.

Ia bahkan mengaku terkejut lantaran salah satu sosok yang membuat namanya mendadak viral adalah eks Politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean yang pernah bersamanya berjuang memenangkan Jokowi dalam pilpres lalu.

"Mungkin banyak orang kaget. Tapi saya nothing to loose. Gaji bukan tujuan saya gitu lho. Saya kalau nggak ada tekanan keluarga, saya terus saja. Menurut keluarga saya dari pada di-bully terus, anak-anak pun bacanya nggak enak," kata Kuntjoro.

"Saya kenal Ferdinand (Eks Politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean). Saya pernah jalan bareng sama Ferdinand. Boleh tanya dia. Saya jalan bareng tiga hari tiga malam. Waktu saya sempat menjadi relawan Jokowi pada waktu itu. Ternyata Ferdinand yang menulis pertama kali. Saya jadi ingin datangi Ferdinand. Tapi nggak apa-apa. Apakah ada persaingan ada calon direksi yang gagal atau seperti apa," lanjutnya.

Chief Technical Officer-Chief Marketing Officer Bahasa Kita itu pun bercerita soal fakta dirinya pernah menjadi calon anggota legislatif dari PKS untuk dapil Jawa Tengah X pada Pileg 2014 lalu. Fakta yang membuatnya justru dituding mendukung radikalisme bahkan organisasi terlarang HTI dan ISIS.

"Jadi begini, bagaimana partai politik menjaring caleg di dapilnya. Kalau punya tokoh jadi nomor satu. Tapi partai politik ingin mengisi semua kuris biar kelihatan ada 600 caleg, termasuk kuota perempuan 30%, harus masuk," ujar Kuntjoro.

"Tiba-tiba teman saya menjadi salah satu yang mengisi daftar. 'Ini ada satu kosong kamu mau nggak ngerasain jadi caleg'. Masuklah nama saya. Tapi saya nggak punya uang kan. Ke dapil kan kan harus pakai uang. Sedikit-sedikitnya pemilu Indonesia itu butuh biaya. Bukan untuk bayar, melainkan bawa diri ke lokasi," lanjutnya.

Kuntjoro mencontohkan pertemuan-pertemuan warga yang membutuhkan biaya untuk logistik seperti makanan dan minuman. Khusus untuk Jawa Tengah, perlu disediakan rokok. Dari sana, Kuntjoro menilai sudah terang berapa besar ongkos yang diperlukan.

"Semua biaya itu tentu tidak ditanggung partai. Tapi saya dapat pengalaman walaupun akhirnya saya nggak kampanye detail. Kira-kira saya terpilih nggak kalau saya nggak kampanye? Pasti nggaklah. Jadi saya hanya didaftarkan saja," kata Kuntjoro seraya mengaku hanya tiga kali turun kampanye di dapil.

Kendatipun begitu, dia tetap menekankan pentingnya keberadaan seseorang duduk di parlemen untuk membuat undang-undang.

"Tapi dengan kondisi sekarang, semua harus transaksi, minimum untuk bawa diri saja bawa uang, apalagi ketika harus membayar voting, itu jadi susah. Tapi masyarakat juga bingung kapan lagi saya dapat makanan gratis," kata Kuntjoro.

Ia pun mengusulkan agar model pileg diubah agar lebih memudahkan para caleg. Model di Malaysia maupun Inggris bisa ditiru, menurut Kuntjoro.

"Jadi kalau saya bertarung menuju DPR, 200 ribu suara per dapil, ya bertarung di dapil kecil 200 ribu suara itu. Jangan 10 dapil sepanjang tiga kota/kabupaten. Lebih baik satu dapil tiga kecamatan sehingga keliling pun efektif. Di situ bertarungnya. Jadi hanya satu pemenang di dapil itu jadi tidak ada kursi sisa," ujarnya.

"Jadi soal caleg ini saya dicalonkan karena kebetulan ada teman mengisi daerah kekosongan, siapapun yang mau pada waktu itu, karena kan partai politik kan berharap satu atau dua orang yang jadi maksimum. Kecuali PDIP di Jawa Tengah tahun ini bisa dapat empat kursi," pungkasnya.

 

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular