Curhatan Bos Kripto Terbesar Dunia, Ngaku Miskin Lagi

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
13 July 2022 09:15
Changpeng Zhao, CEO dan Pendiri bursa kripto Binance (REUTERS/Darrin Zammit Lupi)
Foto: Changpeng Zhao, CEO dan Pendiri bursa kripto Binance (REUTERS/Darrin Zammit Lupi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Binance, perusahaan pertukaran (exchange) kripto terbesar di dunia, mengaku mengalami kerugian besar setelah adanya kasus dua kripto besutan Terra yakni Terra Luna (LUNA) dan TerraUSD (UST).

Pada tahun 2018 silam, Binance menempatkan dananya sebesar US$ 3 juta dalam bentuk token LUNA dan menerima 15 juta token tersebut sebagai imbalannya.

Saat harga LUNA mencapai rekor tertingginya pada April lalu, dana Binance yang ditempatkan di LUNA melonjak menjadi US$ 1,6 miliar. Namun saat harganya ambruk, token LUNA yang dimiliki Binance pun menyusut parah hingga kini bernilai sekitar US$ 2.391 saja.

"Modal kami di LUNA mencapai US$ 3 juta, kemudian melonjak menjadi US$ 1,6 miliar. Tetapi saat harga LUNA jatuh, kami menderita kerugian yang amat besar, di mana nilai LUNA kami kini hanya mencapai US$ 2.391 saja," kata Changpeng Zhao, CEO Binance dalam sebuah tweet-nya, dikutip dari Fortune.

Terlepas dari kerugian besar yang dialami Binance, Zhao masih ingin memberikan kompensasi kepada trader ritel yang kehilangan dananya yang cukup besar saat LUNA mengalami koreksi parah pada pekan lalu.

Namun, Binance menyerahkan sepenuhnya terkait kerugian yang diderita oleh trader-nya kepada LUNA, yaitu Binance meminta pertanggungjawaban atas kesalahan yang berimbas pada kerugian yang diderita trader Binance.

"Binance akan memberikan kompensasi setelah trader kami mendapatkan kompensasi dari tim proyek Terra. Kami meminta Terra bertanggung jawab atas kejatuhan dua tokennya yang membuat trader Binance mengalami kerugian besar," tulis Zhao dalam tweet.

Beberapa waktu lalu, stablecoin algoritmik besutan Terraform Labs, yakni TerraUSD (UST), yang secara teoritis terkait dengan harga dolar AS, turun menjadi sekitar 13 sen dolar Amerika Serikat (AS).

Sebagai akibat dari kecelakaan itu, LUNA, mata uang kripto yang dimaksudkan untuk membantu stablecoin UST mempertahankan pasak dolarnya, juga runtuh. Harga LUNA pun berkurang drastis dari sebelumnya sekitar US$ 119 pada April lalu, kini hanya sekitar 1 sen dolar AS.

Binance telah menjadi pendukung utama Terraform Labs selama bertahun-tahun. Binance juga menjadi investor utamanya dalam putaran pendanaan sebesar US$ 32 juta pada tahun 2018 yang dikatakan Terraform Labs pada saat itu dimaksudkan untuk membangun "sistem keuangan modern di blockchain".

Namun, hubungan antara Terraform Labs dan Binance tidak begitu baik akhir-akhir ini. Apalagi dengan adanya kejatuhan dua token Terra, maka hubungan keduanya semakin renggang.

Zhao mengatakan pada pekan lalu bahwa dia sangat kecewa dengan tim di belakang LUNA dan UST, di Zhao menganggap mereka tidak mampu menangani keruntuhan.

Ketika CEO Terraform Labs, yakni Do Kwon mengatakan dia ingin melakukan fork Terra, atau membuat blockchain baru dan mendistribusikan sekitar jutaan token dalam cryptocurrency baru kepada para pendukung, Zhao jujur dengan pendapatnya.

"Pembuatan blockchain dan kripto baru ini tidak akan berhasil dan tidak akan menyelesaikan masalah dari kejatuhan LUNA dan UST," ujar Zhao.

Zhao, bersama dengan tokoh kripto terkenal lainnya seperti pendiri Ethereum, Vitalik Buterin dan pencipta algoritme stablecoin USDD yakni Justin Sun, telah memberikan dukungan mereka di balik proposal yang disarankan oleh pengguna Twitter yang ditujukan kepada Terraform Labs untuk mengembalikan sebesar 100% dana investor, sekitar 99,6% adalah investor terdampak dari kejatuhan LUNA dan UST.

Sun mengatakan bahwa dia berjanji akan mengganti dana investor yang memegang LUNA dan UST sebesar US$ 10 juta dari USDD, sehingga 236.000 pemegang yang terdampak dari kejatuhan LUNA dan UST dapat diganti.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular