
Bitcoin Cs Pelan-pelan Keok Karena Xi Jinping & Joe Biden

Jakarta, CNBC Indonesia - Para investor Bitcoin sedang murung. Pasalnya harga uang kripto populer ini sedang tertekan sepekan terakhir karena banyaknya sentimen negatif, dari pengetatan regulasi di China dan Amerika Serikat (AS).
Pada awal pekan ini harga Bitcoin dibayang-bayangi sentimen negatif dari Elon Musk. Salah satu orang terkaya di dunia ini mengumumkan pembatasan kebijakan pembelian mobil listrik Tesla.
Alasannya, belakangan penambangan Bitcoin membuat penggunaan energi bertenaga fosil meningkat. Hal ini tak sejalan dengan rencana Tesla yang mendukung energi terbarukan dan berkelanjutan. Harga Bitcoin anjlok.
Untuk menenangkan para investor Bitcoin, Elon Musk kemudian memberikan klarifikasi. Tesla tidak menjual Bitcoin yang dimiliki perusahaan. Menurut laporan keuangan kuartal I-2021, Tesla memiliki dana dalam bentuk Bitcoin sebesar US$2,5 miliar, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (21/5/2021).
Ketegangan investor sedikit berkurang waktu itu. Namun pada perdagangan Rabu (19/5/2021), Bitcoin dilanda aksi jual besar-besaran. Harganya sempat menyentuh US$38.000-an per koin, terendah dalam empat bulan terakhir.
Penyebabnya adalah keputusan China yang melarang lembaga keuangan seperti perbankan dan fintech pembayaran seperti Alipay dan WeChat Pay memfasilitasi transaksi Bitcoin dan sejenisnya. China juga mengingatkan masyarakat agar tak memperdagangkan uang kripto yang spekulatif.
Kebijakan ini membuat ruang masyarakat China untuk memperdagangkan dan berinvestasi di Bitcoin semakin sempit. Para penambang pun kebingungan untuk menukarkan Bitcoin akibat dampak kebijakan ini. Mereka tidak bisa lagi menukarkan Bitcoin hasil penambangan dengan Yuan China.
Sebelumnya pada 2017, China juga menerapkan kebijakan yang keras pada Bitcoin dan cryptocurrency. Negeri yang dipimpin Xi Jinping ini melarang aktivitas penerbitan koin perdana (ICO). Pemerintah juga melarang transaksi uang kripto di dalam negeri yang membuat banyak platform penukaran cryptocurrency gulung tikar.
Ketika itu masyarakat China beralih ke platform luar negeri untuk bertransaksi Bitcoin dan cryptocurrency. Namun dengan kebijakan baru ini kesempatan itu semakin kecil bisa dilakukan.
Kebijakan keras China juga diperparah oleh keputusan sejumlah investor Bitcoin. Menurut laporan Bloomberg diketahui sejumlah investor besar melepas Bitcoin miliknya, aksi ini diduga untuk menjaga return (imbal hasil) aset miliknya. Mereka menjual secara paksa Bitcoin miliknya agar kinerja return tak terdampak besar. Alhasil, harga Bitcoin anjlok hingga 30% dalam satu hari perdagangan.
Pada hari ini kabar pengetatan aturan datang dari Amerika Serikat (AS). Kementerian Keuangan AS mewajibkan semua transfer dana menggunakan uang kripto sebesar US$10.000 ke atas dilaporkan ke Internal Revenue Services (IRS).
Tujuan aturan ini adalah meminimalkan aktivitas ilegal secara luas termasuk penggelapan pajak. Aturan ini tidak melarang warga AS untuk bertransaksi dengan uang kripto, asal ikut aturan.
Oiya, Internal Revenue Services merupakan lembaga yang mengumpulkan pajak dan menetapkan aturan pendapatan dalam negeri di Amerika Serikat.
"Cryptocurrency telah menimbulkan deteksi yang signifikan dengan memfasilitasi aktivitas ilegal secara luas termasuk penggelapan pajak," ujar Kementerian yang dipimpin oleh Janet Yellen ini, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (22/5/2021). "Ini alasan kenapa proposal presiden menambahkan kewenangan IRS memantau pertumbuhan aset kripto."
"Dalam konteks pelaporan akun keuangan baru, mata uang kripto, akun pertukaran aset kripto dan akun layanan pembayaran yang menerima uang kripto masuk dalam aturan ini. Selanjutnya, seperti transaksi tunai, usaha yang menerima aset kripto dengan nilai wajar lebih dari US$ 10.000 juga harus dilaporkan."
Pengumuman ini datang sebagai bagian dari pengumuman yang lebih luas tentang pemerintahan Joe Biden, untuk menindak penggelapan pajak dan mempromosikan kepatuhan yang lebih baik.
Beberapa proposal yang dipertimbangkan para pejabat adalah dukungan pendanaan dan teknologi IRS, dan hukuman yang lebih berat bagi mereka yang menghindari kewajiban mereka.
Menurut perkiraan kementerian keuangan pada 2019, ada pajak terutang sebesar US$ 600 miliar yang tak dibayarkan kepada negara.
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Beda Bitcoin dan Dogecoin, Awas Bukan Cuan Malah Boncos!
