GoTo Lahir, Seberapa Kuat Hasil Merger Gojek & Tokopedia Ini?

Tirta, CNBC Indonesia
18 May 2021 15:45
Gojek dan Tokopedia Bentuk GoTo
Foto: Gojek dan Tokopedia Bentuk GoTo (Dok. GoTo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini beredar sebuah video berdurasi kurang lebih 1,5 menit yang menunjukkan dua perusahaan teknologi asal Indonesia Gojek dan Tokopedia berkolaborasi. Bukan hanya sekedar kerja sama biasa, keduanya resmi bergabung menjadi satu entitas bisnis raksasa bernama GoTo. 

Dalam video tersebut GoTo Group menyampaikan nilai perusahaan yang diangkat kultural Indonesia yaitu gotong royong. Dengan moto 'Go Far Go Together' keduanya resmi merger menggabungkan layanan e-commerce, logistik dan transportasi serta layanan keuangan. Rilis resminya pun sudah keluar dan disebar ke berbagai media.

Aksi korporasi ini sudah mendapatkan restu dari investor kedua startup yang sebenarnya saling terkait satu sama lain seperti Alibaba Group, Astra International, BlackRock, Capital Group, DST, Facebook, Google, JD.com, KKR, Northstar, Pacific Century Group, PayPal, Provident, Sequoia Capital India, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent, Visa dan Warburg Pincus.

Bergabungnya duo startup bervaluasi jumbo ini memunculkan perusahaan teknologi dengan nilai perusahaan ditaksir mencapai US$ 17 miliar. Menggunakan asumsi kurs Rp 14.500, maka nilainya mencapai Rp 246,5 triliun. 

Jika GoTo adalah perusahaan publik, maka nilai kapitalisasi pasarnya melebihi market cap investornya yakni PT Astra International Tbk (ASII) yang hanya Rp 206,5 triliun. Bukan tidak mungkin GoTo akan menjadi perusahaan publik karena memang rencana ke arah sana ada. 

Apabila GoTo listing di bursa saham domestik dan melepas setidaknya 20% sahamnya, maka nilai IPO-nya bisa mencapai US$ 3,4 miliar atau setara dengan Rp 49,3 triliun. Ini merupakan IPO terjumbo sepanjang sejarah pasar modal Indonesia. 

Pendanaan yang diraup pun mengalahkan rekor penawaran publik PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang mencapai kurang lebih Rp 12 triliun tahun 2008 silam. Namun rasanya melepas semua sahamnya bursa lokal adalah hal yang tidak mungkin. 

Skema yang mungkin untuk perusahaan ini listing adalah lewat dual listing atau yang paling baru bisa lewat blank check company (SPAC). Itu kalau berbicara tentang strategi pendanaan maupun strategi exit dari investor awal Gojek maupun Tokopedia. 

Kalau ditinjau dari segi bisnis, aksi korporasi ini dilakukan untuk memperkuat dan memperluas pangsa pasar keduanya di tengah iklim bisnis di bidang teknologi digital yang semakin kompetitif. 

Di sisi lain aksi merger ini juga menjadi babak baru bagi perkembangan ekosistem digital di Indonesia yang terus berkembang dengan pesat. Gojek dengan layanan transportasi dan keuangannya lewat GoPay dan kepemilikan sahamnya di Bank Jago dapat menunjang bisnis e-commerce Tokopedia. 

Gojek bisa menyediakan layanan pengiriman jasa yang dibutuhkan perusahaan e-commerce, menyediakan pula alat transaksinya, hingga jasa keuangannya. Sementara Bank Jago bisa mendapat akses penyaluran kredit ke UMKM yang jumlahnya hingga belasan juta merchant di Tokopedia. 

Bagi Tokopedia bergabungnya Gojek juga memberikan keunggulan dari sisi logistik. Jelas terlihat bahwa penggabungan keduanya adalah sebuah simbiosis mutualisme. Sampai detik ini, selain masalah valuasi, ekosistem GoTo adalah yang terbilang paling lengkap.

Diversifikasi bisnis keduanya yang merambah ke sektor-sektor lain bisa semakin menunjang ekosistem digital yang keduanya bangun selama kurang lebih satu dekade terakhir.

Jika dilihat secara size yang tercermin dari valuasinya, maka nilai perusahaan GoTo mencapai 1,7% dari output perekonomian nasional. Namun apabila dihitung berdasarkan nilai transaksi atau yang lebih dikenal dengan Nilai Transaksi Bruto (GTV) maka besarnya kurang lebih mencapai 2% dari PDB. 

Pada tahun 2020 nilai GTV ekosistem GoTo ditaksir mencapai US$ 22 miliar. Apabila ekonomi digital Indonesia tahun lalu mencapai US$ 44 miliar, maka setengah dari kue ekonomi digital dikuasai oleh GoTo sendiri.

Dengan adanya pandemi Covid-19 tren konsumsi masyarakat pun berubah. Bisnis e-commerce dan logistik justru kebanjiran berkah ketika bisnis transportasi dan ritel dengan format konvensional justru lesu darah. 

Ke depan dengan ekosistem yang semakin mantap dan tren ekonomi digital yang akan terus tumbuh dengan pesat, GoTo menjadi perusahaan mendominasi. Kini publik sedang menantikan respons seperti apa dari para pesaing seperti Shopee, Bukalapak dan juga Grab. 

Babak baru persaingan bisnis di bawah payung ekonomi digital sudah dimulai. Saatnya fase konsolidasi dimulai. Barang siapa yang kalah cepat dalam melihat peluang dan membangun ekosistem akan tumbang duluan. 

Kekuatan GoTo memang luar biasa, karena lewat platformnya konsumen bisa memenuhi berbagai kebutuhannya sehari-hari, mulai dari bepergian, berbelanja dan kebutuhan layanan finansial lainnya. 

Lewat layanan GoRide dan GoCar mobilitas konsumen menjadi terbantu. Lewat GoFood, konsumen tak perlu bingung jika ingin memesan makanan. Dengan GoMart, GoShop dan GoMall konsumen tinggal buka gadget dan klik-klik bisa berbelanja. Bayarnya pakai GoPay. 

Kurang puas dan ingin berbelanja lebih banyak produk bisa beralih ke Tokopedia. Bayarnya pakai Gopay dan kirimnya pakai GoSend. Jadi untuk saat ini GoTo adalah salah satu platform yang terbilang Palugada alias 'apa lu mau gua ada'. 

Bagaimanapun juga persaingan bakal semakin ketat ke depan. Masalah siapa yang bakal jadi jawara, tinggal siapa yang lebih relevan saja terhadap dinamika pasar yang terus berubah dalam waktu yang cepat.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Target Tahun Ini, IPO Gojek Bakal Jadi Terbesar dalam Sejarah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular