BPOM Bongkar 'Kejanggalan' Vaksin Nusantara Terawan

Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
14 April 2021 16:07
Konferensi Pers Penerbitan EUA Vaksin AstraZeneca. (Tangkapan layar Youtube Badan POM RI)
Foto: Konferensi Pers Penerbitan EUA Vaksin AstraZeneca. (Tangkapan layar Youtube Badan POM RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Vaksin Nusantara memiliki sejumlah kejanggalan saat melakukan penelitian. Menurut Kepala Badan POM Penny Lukito ada sejumlah hal yang diabaikan tim peneliti.

Diakui olehnya BPOM telah melakukan pendampingan pada pengembangan vaksin Nusantara. Kepala Badan POM, Penny Lukito juga menyebutkan pendampingan intensif dilakukan sebelum uji klinik dan melakukan inspeksi.

"Jadi jika ada pelaksanaan uji klinis tidak memenuhi standar-standar yang sudah tahapan harus preklinik dulu, kemudian baru uji klinis harus memenuhi poin-poin dalam PPUK tapi tidak dilakukan tentunya akan mengalami masalah sendiri dan akan kembali lagi," kata Penny dalam konferensi pers Pengawalan Vaksin Merah Putih oleh Badan POM, dikutip Rabu (14/3/2021).

Dia mengatakan banyak sekali tahapan yang diabaikan dalam pelaksanaan uji klinik fase I. Misalnya corretion action harusnya sudah diberikan namun dikatakan Penny selalu diabaikan.

Selain itu juga ada tahapan mulai dari good critical trial, good manufacturing belum terpenuhi. Bahkan pada proof of concept dan efektivitas terkait kemampuan meningkatkan antibodi belum meyakinkan.

Kesterilan juga harus terjamin, namun menurut Penny dalam data penelitian ini tidak menunjukkan demikian. Semua itu sudah dikomunikasikan juga pada tim peneliti vaksin berbasis sel dendritik itu.

"Tapi silahkan kami tidak menghentikan silahkan diperbaiki proof of concept, data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan validitas tahap I clinical trial. Barulah semua ini baru diputuskan mungkin melangkah ke selanjutnya," jelasnya.

Penny mengaku sudah melakukan komunikasi. Tapi perbaikan yang diminta belum diterima hingga sekarang oleh pihaknya.

Badan POM juga menjelaskan adanya kronologis Pengawalan Vaksin Nusantara. Dimulai sejak peneliti mengajukan 1 protokol uji seluruh tahap uji klinis pada 23 November 2020, namun akhirnya tidak disetujui.

Berikut kornologi Pengawalan tersebut:

1. Peneliti mengajukan 1 protokol; untuk semua tahapan uji klinik fase I-II-III pada 23 November 2020. Namun BPOM tidak memberikan persetujuan karena tidak sesuai dengan standard tahap pengembangan obat dan vaksin. Uji klinis vaksin dendritik harus melakukan fase I baru dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

2. Tanggal 30 November 2020 dilakukan pengajuan uji klinis I, namun tidak dilengkapi dengan data pengujian pre klinik.

BPOM meminta untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvan, dan studi lain mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian. Namun permintaan tidak dipenuhi oleh peneliti dan sponsor, dengan alasan penggunaan sel denditirik sudah lama digunakan dan aman untuk manusia, bersifat autologous dan tidak menggunakan zat tambahan lain.

3. Persetujuan Pelaksana Uji Klinik (PPUK) dikeluarkan BPOM pada 1 Desember 2020 untuk uji klinik 1. Namun menimbang aspek keamanan dan tidak tersedianya uji preklinik, PPUK ditambahkan dengan ketentuan khusus.

Misalnya ada soal fasilitas pengolahan produk memiliki syarat Cara Pembuatan Obat yang baik. Lalu proses informed consent harus dijelaskan pada calon subjek jika uji klinik adalah penelitian fist in human dan uji sebelumnya dilakukan adalah in vitro.

Peneliti juga diminta memastikan jaminan mutu dan keamanan produk uji. Pertama melakukan pengujian setiap produk digunakan sesuai spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Lalu identifikasi impurities yang harusnya tidak terdeteksi dalam produk akhir.

Lalu melakukan rekrutmen pada tiga subyek, dimulai dari konsentrasi Spike SARS-CoV-2 terkecil tanpa GM-CSF. Lalu peningkatan konsentrasi GM-CSF konsentrasi spike SARS-CoV-2 yang sama. Dilakukan juga prosedur yang sama pada konsentrasi spike SARS-CoV-2.

Diharuskan juga peran Data Safety Monitoring Board berjalan berkesinambungan dan independen.

4. Diketahui ketentuan PPUK tidak dijalankan oleh peneliti. Hal tersebut diketahui saat inspeksi, fasilitas pengolahan belum memenuhi CPOB, uji klunik tidak dilakukan bertahap pada 3 subye, review DSMB pada fase I tidak ada, pengujian mutu tidak dilakukan pada tiap produk.

5. Tanggal 14-15 Desember 2020, Badan POM juga melakukan inspeksi ke Center uji klinik RSUP dr Kariadi. Ada temuan bersifat critical dan major yang harus diperbaiki.

6. Uji klinis I dilakukan di RSUP dr. Kariadi mulai 22 Desember 2020, terdapat subyek 29 orang.

Tanggal 15 dan 29 Januari serta 9 dan 18 Februari 2021 peneliti menyampaikan hal data uji klinik fase I berisi pengamatan 14 hari dan imugenositas selama 1 bulan setelah diberikan vaksin uji. Namun data yang diberikan itu dikatakan berubah-ubah.

7. Kesimpulan pada data interim yang diterima oleh BPOM dan dievaluasi serta dibahas dengan Tim Komnas penilai Obat dan para ahli ad-hoc bidang vaksin masih harus diperbaiki.

Selain itu diminta juga data tambahan mengenai data keamanan dan imunogenisitas, permintaan pengukuran imugenositas, ketidaksesuai pelaksanaan uji klinik dengan standar Cara Uji Klinik yang baik, dan pemenuhan aspek CPOB.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Ini Isi Surat BPOM yang Gagalkan Vaksin Terawan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular