
BPOM Bongkar 'Kejanggalan' Vaksin Nusantara Terawan

Badan POM juga menjelaskan adanya kronologis Pengawalan Vaksin Nusantara. Dimulai sejak peneliti mengajukan 1 protokol uji seluruh tahap uji klinis pada 23 November 2020, namun akhirnya tidak disetujui.
Berikut kornologi Pengawalan tersebut:
1. Peneliti mengajukan 1 protokol; untuk semua tahapan uji klinik fase I-II-III pada 23 November 2020. Namun BPOM tidak memberikan persetujuan karena tidak sesuai dengan standard tahap pengembangan obat dan vaksin. Uji klinis vaksin dendritik harus melakukan fase I baru dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
2. Tanggal 30 November 2020 dilakukan pengajuan uji klinis I, namun tidak dilengkapi dengan data pengujian pre klinik.
BPOM meminta untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvan, dan studi lain mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian. Namun permintaan tidak dipenuhi oleh peneliti dan sponsor, dengan alasan penggunaan sel denditirik sudah lama digunakan dan aman untuk manusia, bersifat autologous dan tidak menggunakan zat tambahan lain.
3. Persetujuan Pelaksana Uji Klinik (PPUK) dikeluarkan BPOM pada 1 Desember 2020 untuk uji klinik 1. Namun menimbang aspek keamanan dan tidak tersedianya uji preklinik, PPUK ditambahkan dengan ketentuan khusus.
Misalnya ada soal fasilitas pengolahan produk memiliki syarat Cara Pembuatan Obat yang baik. Lalu proses informed consent harus dijelaskan pada calon subjek jika uji klinik adalah penelitian fist in human dan uji sebelumnya dilakukan adalah in vitro.
Peneliti juga diminta memastikan jaminan mutu dan keamanan produk uji. Pertama melakukan pengujian setiap produk digunakan sesuai spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Lalu identifikasi impurities yang harusnya tidak terdeteksi dalam produk akhir.
Lalu melakukan rekrutmen pada tiga subyek, dimulai dari konsentrasi Spike SARS-CoV-2 terkecil tanpa GM-CSF. Lalu peningkatan konsentrasi GM-CSF konsentrasi spike SARS-CoV-2 yang sama. Dilakukan juga prosedur yang sama pada konsentrasi spike SARS-CoV-2.
Diharuskan juga peran Data Safety Monitoring Board berjalan berkesinambungan dan independen.
4. Diketahui ketentuan PPUK tidak dijalankan oleh peneliti. Hal tersebut diketahui saat inspeksi, fasilitas pengolahan belum memenuhi CPOB, uji klunik tidak dilakukan bertahap pada 3 subye, review DSMB pada fase I tidak ada, pengujian mutu tidak dilakukan pada tiap produk.
5. Tanggal 14-15 Desember 2020, Badan POM juga melakukan inspeksi ke Center uji klinik RSUP dr Kariadi. Ada temuan bersifat critical dan major yang harus diperbaiki.
6. Uji klinis I dilakukan di RSUP dr. Kariadi mulai 22 Desember 2020, terdapat subyek 29 orang.
Tanggal 15 dan 29 Januari serta 9 dan 18 Februari 2021 peneliti menyampaikan hal data uji klinik fase I berisi pengamatan 14 hari dan imugenositas selama 1 bulan setelah diberikan vaksin uji. Namun data yang diberikan itu dikatakan berubah-ubah.
7. Kesimpulan pada data interim yang diterima oleh BPOM dan dievaluasi serta dibahas dengan Tim Komnas penilai Obat dan para ahli ad-hoc bidang vaksin masih harus diperbaiki.
Selain itu diminta juga data tambahan mengenai data keamanan dan imunogenisitas, permintaan pengukuran imugenositas, ketidaksesuai pelaksanaan uji klinik dengan standar Cara Uji Klinik yang baik, dan pemenuhan aspek CPOB.
(roy/roy)[Gambas:Video CNBC]
