Maaf, Herd Immunity Covid-19 Sulit Dicapai Dalam Waktu Dekat!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 December 2020 14:29
Virus Outbreak Vaccine Connecticut
Foto: AP/Jessica Hill

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurang dari 12 bulan sejak pandemi Covid-19 merebak, program vaksinasi telah dilakukan di beberapa negara. Setidaknya sudah ada enam negara yang mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech pada Desember ini.

Pfizer dan mitranya dari Jerman BioNTech mengklaim vaksin yang mereka kembangkan punya tingkat keampuhan sebesar 95% dalam melindungi seseorang dari infeksi Covid-19 apabila merujuk pada hasil analisa interim uji klinis tahap III yang dilakukan. 

Melihat efficacy yang tinggi, beberapa negara telah sepakat menggunakannya untuk program vaksinasi darurat mulai dari Inggris, Kanada hingga yang terbaru ada Amerika Serikat (AS). Ke depan kemungkinan besar jumlah negara yang yang akan mengikuti langkah serupa bakal bertambah banyak. Salah satunya adalah Uni Eropa (UE).

Penggunaan darurat vaksin hanya diperuntukkan bagi segelintir orang yang berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Namun ketersediaan pasokan vaksin untuk orang-orang berisiko tinggi pun belum bisa dibilang memadai. 

WHO menyebut saat ini ada 50 juta orang yang bekerja di sektor kesehatan, 650 juta orang lansia (>65 tahun) dan 1,15 miliar orang dewasa berisiko tinggi dengan komorbid secara global. Sehingga secara total ada 1,615 miliar orang di muka bumi yang berisiko dan membutuhkan vaksinasi Covid-19 paling awal. 

Menggunakan asumsi satu orang membutuhkan dua kali suntikan vaksin (2 dosis) dan tingkat pemborosan penggunaannya mencapai 15% maka total dosis vaksin yang dibutuhkan mencapai 4,265 miliar dosis. 

Padahal di tahun depan McKinsey & Company memperkirakan total kapasitas manufaktur vaksin Covid-19 baru menyentuh angka 8,4 miliar dosis. Dengan asumsi penggunaan yang sama 2,15 dosis per orang maka jumlah tersebut hanya mencukupi untuk 3,9 miliar orang saja belum cukup untuk memvaksinasi seluruh orang berisiko.

Kalau ingin pandemi segera berhenti maka herd immunity (imunitas populasi) harus diwujudkan. Konsep imunitas populasi dapat terwujud jika sejumlah populasi manusia divaksinasi agar total populasi bisa terlindungi dari infeksi patogen yang tengah merebak. 

Imunitas populasi dari setiap penyakit menular tentunya berbeda-beda. WHO menyebut untuk kasus campak imunitas populasi bisa tercapai jika 95% populasi divaksinasi. Untuk 5% sisanya akan aman terlindung dari patogen. Sementara untuk kasus polio angka ambang batasnya di 80%.

Ambang batas imunitas populasi sangat tergantung pada laju reproduksi (R0) suatu wabah. Semakin tinggi lajunya maka semakin tinggi nilai ambang batasnya. Untuk kasus Covid-19 jika diasumsikan bahwa nilai R0 adalah 4 artinya satu orang bisa menginfeksi empat orang lain maka total populasi yang harus divaksinasi mencapai 75%.

Asumsi kasar tersebut mengantarkan kita pada angka kebutuhan vaksin Covid-19 sebanyak 12,6 miliar dosis. Jumlah ini akan meningkat bila efektivitas vaksin tergolong rendah. Tingkat efektivitas vaksin di atas 80% sudah tergolong baik.

Namun ada hal lain lagi yang harus dilihat yaitu seberapa lama vaksin bisa memberikan proteksi dengan menstimulasi pembentukan antibodi pada seseorang. Berbagai studi menyebut bahwa seiring dengan berjalannya waktu kekuatan antibodi akan terus melemah sehingga berpotensi kembali terjangkit penyakit yang sama.

Kasus infeksi ulang untuk Covid-19 juga sudah dilaporkan. WHO memperkirakan daya tahan antibodi Covid-19 untuk saat ini hanya 12-18 bulan saja.

Melihat fenomena tersebut maka mewujudkan imunitas populasi secara global adalah tantangan yang sangat berat mengingat kebutuhan vaksin melebihi pasokan yang tersedia, laju transmisi penyebaran virus terus mengalami kenaikan, tingkat efektivitas vaksin secara komprehensif dan waktu proteksi yang belum diketahui.

Mirisnya lagi, akses terhadap vaksin Covid-19 yang langka tidak terdistribusi secara proporsional. Negara-negara kaya dan maju terus berlomba-lomba mengamankan pasokan vaksinnya. 

Organisasi dan lembaga think tank nirlaba yang fokus pada pengentasan kemiskinan Oxfam melaporkan saat ini negara-negara kaya dengan 13% populasi penduduk global telah mengamankan 51% dari total dosis vaksin yang bisa diproduksi oleh para pengembang.

Menurut kalkulasi Oxfam ketika kelima kandidat vaksin tadi bisa diproduksi masih ada dua per tiga penduduk bumi yang harus menunggu untuk diimunisasi setidaknya sampai 2022.

Kapasitas produksi kelima kandidat vaksin tersebut menurut Oxfam bisa mencapai 5,94 miliar dosis. Apabila satu orang membutuhkan dua dosis vaksin maka jumlah tersebut mampu memasok kebutuhan vaksinasi untuk 2,97 miliar orang.

Kesepakatan terkait pasokan vaksin sudah mencapai 5,3 miliar dosis dan sebanyak 2,73 miliar dosis (51%) sudah dipesan oleh negara-negara maju seperti Inggris, AS, Australia, Hong Kong & Macau, Jepang, Swiss, Israel dan Uni Eropa.

Sementara sisanya sebanyak 2.575 miliar dosis telah dibeli oleh atau dijanjikan ke negara-negara berkembang termasuk India, Bangladesh, China, Brasil, Indonesia dan Meksiko. 

Salah satu faktor yang membuat vaksin sulit untuk terdistribusi secara merata dan proporsional adalah keterjangkauan harga dari vaksin. Untuk saat ini para pengembang vaksin masih mencari cuan dari produk yang mereka kembangkan. Di sisi lain resesi ekonomi global membuat beban fiskal membengkak.

Dengan ruang fiskal yang terbatas terutama untuk negara-negara berkembang, maka akan sulit untuk menyediakan sejumlah uang guna mendapatkan akses terhadap vaksin sesuai kebutuhan.

Melihat realita ini tentu saja mewujudkan herd immunity secara global adalah tantangan yang luar biasa besar. Rasanya akan sangat sulit juga hal tersebut tercapai dalam waktu dekat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular