
Pembayaran Digital: 'Jihad' Regulator & Industri Lawan Corona

Bagi konsumen, pandemi mengubah cara hidup, termasuk cara bertransaksi sebagaimana terlihat dalam tren global maupun nasional. Namun bagi perbankan dan regulator, kenaikan transaksi digital di kala pandemi memaksa mereka untuk fokus memperkuat keamanan digital.
Layanan digital kian relevan bagi bankir jika kita bicara mengenai fintech, yang menurut lembaga riset global Mckinsey (dalam laporan Panorama Fintech) memperkirakan bisa mengurangi pendapatan bank hingga 40% pada 1 dekade nanti.
Namun, McKinsey mengingatkan tantangan bagi perbankan untuk menggarap layanan yang selama ini digarap fintech, yakni terkait dengan kemampuan organisasi dan keahlian, serta komitmen untuk berinvestasi di lini teknologi. Belum lagi bicara regulasi, yang belum ideal.
Soal keamanan ini digital ini juga disorot oleh perusahaan pemeringkat global Moody's Investors Service dalam laporan berjudul "Cyber Risk Rises as Coronavirus Drives Increased Digital Banking and Remote Work" yang dirilis pada 8 Juli 2020.
Di era pandemi, setengah dari bos besar perusahaan dunia yang mengikuti survei World Economic Forum (WEF) memperkirakan bahwa serangan siber bakal menjadi ancaman terbesar, seiring dengan kian pentingnya layanan digital dalam aktivitas perusahaan.
![]() |
"Pelanggan digital di sektor perbankan menjadi target alamiah pelaku kejahatan siber melalui email phising atau penipuan berbasis rekayasa sosial. Dan, jika karyawan bank menggunakan alat di rumah untuk mengakses jaringan kantor, mereka berpeluang terinfeksi virus malware atau jadi korban spyware," tutur Senior Wakil Presiden Moody's Alessandro Roccati.
Menurut VMware Carbon Black, vektor serangan siber yang paling sering dijumpai adalah penipuan transfer digital (wire fraud transfer), yang membidik karyawan bank dana kliennya melalui rekayasa sosial ata mengeksploitasi celah dalam proses verifikasi transfer digital.
Sebagai contoh, pencurian data bisa terjadi dengan memanfaatkan buruknya kendali dan praktik keamanan perbankan yang menghubungkan jaringan data dan sistem bank dengan sistem pembayaran pihak ketiga.
Untuk itu, Moody's menilai bank perlu memperkuat lima hal dalam infrastuktur digitalnya. Pertama, pengelolaan keamanan infrastruktur; kedua, keamanan akses ke data pelanggan; ketiga, zonasi jaringan internet bank untuk mempersulit peretas; keempat, keamanan siber fasilitas komputasi awan; dan kelima penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Sejauh ini, menurut lembaga pemerngkat global tersebut, bank-bank konsisten memperbaiki aspek-aspek tersebut. Dengan kata lain, bankir telah memainkan perannya untuk berjihad melawan penyebaran Covid-19 dengan memperkuat layanan digital. Bola kini di tangan regulator untuk memastikan aspek pengawasan transaksi digital yang kian moncer.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)