Gagal di Virus SARS, Ini Rahasia Dapur Vaksin Corona Sinovac

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 August 2020 14:43
Sinovac, Vaksin Covid-19 (Dok.Sinovac.com)
Foto: Sinovac, Vaksin Covid-19 (Dok.Sinovac.com)

Jakarta, CNBC Indonesia - China memang bisa dibilang unggul dalam pengembangan vaksin virus corona. Dari delapan pengembang vaksin terdepan di dunia, tiga di antaranya berasal dari China, salah satunya Sinovac.

Saat ini kandidat vaksin buatan Sinovac yang diberi nama CoronaVac itu sedang diuji klinis di berbagai negara seperti Brazil dan Indonesia. Uji klinis tahap akhir di Brazil menggunakan CoronaVac melibatkan 9.000 peserta dan dimulai sejak akhir Juli.

Sementara di Indonesia uji klinis tahap III yang melibatkan 1.600 sukarelawan baru dimulai awal Agustus ini. Rencananya uji klinis tahap III ini akan berlangsung selama enam bulan ke depan.

Pelaksanaan evaluasi klinis vaksin Sinovac di Tanah Air tak terlepas dari kerja sama antara pengembang asal China itu dengan perusahaan pelat merah RI PT Bio Farma. CoronaVac termasuk kandidat vaksin yang leading. 

INFOGRAFIS, Kandidat Vaksin yang akan Masuk RIFoto: Infografis/Kandidat Vaksin yang akan Masuk RI/Edward Ricardo

Hasil uji klinis tahap awal menunjukkan kandidat ini tidak memiliki efek samping yang merugikan dan mampu memicu timbulnya respon kekebalan tubuh. Salah satu alasan mengapa Sinovac menjadi salah satu pengembang terdepan vaksin adalah pengalaman.

Mengutip Times, saat wabah SARS merebak di tahun 2002-2003 silam, Sinovac menjadi satu-satunya pengembang vaksin yang sudah memasuki uji klinis tahap pertama. Namun wabah seketika lenyap dan penelitian harus dihentikan. Perusahaan pun mengalami kerugian yang besar.

Tujuh belas tahun berselang, virus dari golongan yang sama (Coronavirus) kembali muncul di China. Berdasarkan data materi genetik, virus SARS-CoV-2 memiliki kemiripan sebesar 88% dengan virus corona yang menginfeksi kelelawar, 79,5% kemiripan dengan virus penyebab SARS 2003 silam dan 50% dengan virus corona penyebab MERS.

Kali ini dampak virus corona baru ini lebih mengerikan dari pada SARS. Seluruh dunia sudah terjangkit. Ada lebih dari 20 juta orang positif terinfeksi oleh Covid-19, sementara saat SARS merebak dalam kurun waktu 9 bulan jumlah penderitanya hanya di angka 8.000-an saja.

Itu artinya upaya Sinovac tidaklah sia-sia. Momen ini dimanfaatkan Sinovac untuk bergerak cepat. Berbeda dengan pengembang lain yang menggunakan protein rekombinan, DNA hingga RNA sebagai kandidat vaksin, pendekatan Sinovac cenderung tradisional karena memilih memakai virus yang inaktif sebagai kandidat vaksin.

Virus yang dilemahkan ini tidak akan mampu untuk menimbulkan penyakit. Hanya saja pemberian virus yang telah inaktif tersebut masih mampu memicu respon kekebalan tubuh sehingga ketika seseorang yang disuntikkan vaksin terpapar kepada patogen yang sama, imunitasnya bisa langsung merespons sehingga terhindar dari penyakit.

Mengacu pada penelitian ilmiah yang dilakukan oleh 35 ilmuwan asal China dan dipimpin oleh Qiang Gao yang berasal dari Sinovac, virus inaktif yang digunakan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 adalah strain CN-2.

Dalam laporan penelitian yang berjudul Development of an inactivated vaccine candidate for SARS-CoV-2 dan dipublikasikan di jurnal ilmiah terkemuka internasional Science tersebut mengatakan ada 11 isolat virus yang bakal jadi kandidat untuk vaksin Covid-19.

Dari 11 isolat tersebut, 5 berasal dari China, 3 dari Italia, 1 dari Swiss, 1 dari Inggris dan 1 dari Spanyol. Selama masa pengembangan skala mini di laboratorium (pilot) kandidat vaksin tersebut telah diujikan ke berbagai hewan uji seperti mencit, tikus hingga primata non-manusia.

Hasil dari uji coba ke hewan model tersebut menunjukkan bahwa virus yang inaktif dapat menginduksi pembentukan antibodi penetral virus corona jenis baru itu yang juga dikenal dengan SARS-CoV-2.

Saat ditanya mengapa memilih menggunakan metode konvensional, Sinovac pun membongkar 'rahasia dapur'-nya. Pendekatan konvensional dipilih karena dinilai lebih efektif dari yang lain.

Times melaporkan sebelumnya Sinovac juga sudah mengembangkan prototipe vaksin RNA dan teknologi lainnya. Hanya saja pengembangan vaksin RNA memiliki beberapa tantangan utama seperti sampai saat ini vaksin RNA belum pernah mendapat persetujuan regulator.

Selain itu vaksin RNA harus disimpan dalam temperatur rendah di bawah nol derajat celcius. Artinya vaksin RNA kurang cocok untuk menjangkau populasi yang terisolir dengan infrastruktur yang buruk.

Meskipun begitu Sinovac juga tak memungkiri bahwa vaksin RNA memiliki keunggulan dalam hal waktu produksi yang lebih cepat misalnya. "Tujuan dari upaya ini bukanlah untuk menemukan teknologi mana yang lebih baik" kata Yin kepada Times. "Tujuannya adalah untuk mengontrol penyakit" tambahnya. 

Yin juga menambahkan bahwa dirinya yakin umur simpan vaksin CoronaVac ini bisa berlangsung lama hingga tiga tahun. Ketika nantinya CoronaVac mendapatkan persetujuan dari otoritas kesehatan terkait, Sinovac bakal memproduksi vaksin tersebut sebanyak 300 juta dosis per tahun sesuai dengan kapasitas per tahunnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sebelum Join, Pahami Konsekuensi Uji Klinis Vaksin Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular