Perlombaan Vaksin Covid-19, Siapa Bakal Menang?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 August 2020 13:51
Infografis: Mengenal CoronaVac, Vaksin Corona China yang Diuji di RI
Foto: Infografis/Mengenal CoronaVac, Vaksin Corona China yang Diuji di RI/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebutuhan akan vaksin untuk menangkal infeksi virus corona jenis baru yang tinggi membuat pemerintah, institusi riset, perusahaan pengembang vaksin hingga investor bekerja sama untuk memenuhinya.

Di balik kerja sama yang masif dengan total investasi diperkirakan mencapai US$ 6,9 miliar itu, ada perlombaan adu cepat untuk menemukan penangkal paling ampuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 26 kandidat vaksin yang sedang diuji secara klinis.

Dari 26 kandidat tersebut ada enam yang sudah masuk tahap akhir. Dari keenam kandidat tersebut, kebanyakan merupakan para pengembang yang berasal dari AS, China dan Inggris.

Dalam riset terbaru McKinsey & Company, saat ini diperkirakan ada 11 perusahaan, kerja sama hingga konsorsium pengembang vaksin saja kapasitas produksinya bisa mencapai 8,4 miliar dosis untuk tahun ini dan tahun depan.

Dengan kapasitas produksi sebesar 700 juta dosis tahun ini, AstraZeneca yang juga tengah menjalankan uji klinis fase akhir merupakan pengembang vaksin yang paling dijagokan. Belum juga vaksin tersedia, tetapi AS, Inggris hingga negara Eropa lainnya sudah memesan ratusan juta dosis karena takut tidak kebagian.

Selain AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford ada juga Sinopharm dan Immunity Bio yang masing-masing memiliki kapasitas manufaktur sebesar 200 juta dosis dan 100 juta dosis.

Sementara itu, kapasitas manufaktur untuk tahun depan bakal lebih gila lagi karena bisa mencapai 7,4 miliar. Sampai di sini pengembangan vaksin Covid-19 semakin menjanjikan.

Meski terlihat sangat menjanjikan, tetapi kenyataannya vaksin yang ampuh untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia belum tersedia untuk publik. Klaim mencengangkan malah datang dari Rusia. 

Pemerintah Rusia berencana untuk menggencarkan kampanye vaksinasi masal pada Oktober nanti setelah hasil uji klinis kandidat vaksin yang dikembangkan oleh Gamaleya Institute dinyatakan menunjukkan hasil yang positif. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murasko.

Kabar tersebut langsung membuat heboh publik global lantaran WHO tak mencatat hasil uji klinis tahap dua dan tiga terhadap kandidat yang dikembangkan oleh Gamaleya Institute.

Merespons hal tersebut, WHO mengatakan sedang berkontak dekat dengan pihak otoritas kesehatan Rusia untuk mendiskusikan tentang prekualifikasi kandidat vaksin yang tengah dikembangkan. 

Hal ini sampai-sampai membuat penasihat kesehatan Gedung Putih, Dr. Anthony Fauci pun angkat bicara.

"Saya berharap China dan Rusia benar-benar melakukan uji coba sebelum vaksin diberikan kepada setiap orang" kata Fauci, mengutip CNBC International. "Saya tidak yakin akan ada vaksin-vaksin yang lebih dulu dari kita sehingga membuat kita harus bergantung pada negara lain untuk mendapatkan vaksin" tambahnya. 

Klaim sepihak ini juga ditolak oleh London yang mengatakan bahwa ada keraguan terhadap proses uji yang dilakukan Rusia. Pasalnya sampai sekarang pun belum ada saintifik terkait keamanan dan efektivitas vaksin yang dirilis Rusia.

Dibalik ini semua, bulan lalu Rusia dituding telah membobol dan mencuri data vaksin corona oleh pejabat AS, Canada dan Inggris. Tuduhan yang sama juga dilayangkan terhadap China. 

Terlepas dari itu, optimisme Rusia memang sangat tinggi. Menteri Industri dan Perdagangan Rusia Denis Manturov mengatakan bahwa Rusia bakal memproduksi jutaan dosis vaksin setiap bulan mulai dari 2021.

Percepatan pengembangan vaksin yang dilakukan Rusia seolah mengindikasikan bahwa Negeri Sarmatia itu bakal jadi negara pertama yang memberikan vaksinasi masal Covid-19.

Optimisme akan adanya vaksin juga dirasakan di dalam negeri. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Bio Farma bisa memproduksi vaksin virus corona sebanyak 250 juta dosis di akhir tahun. 

Perusahaan pelat merah yang bermarkas di Bandung itu bekerja sama dengan pengembang asal China yang bernama Sinovac. Saat ini kandidat vaksin Sinovac tersebut akan diuji coba pada 1.600 peserta. 

Indonesia menjadi salah satu negara yang didapuk untuk menjadi lokasi penyelenggaraan uji klinis vaksin Sinovac-Bio Farma. Uji klinis tahap ketiga kandidat vaksin ini akan dilakukan di beberapa negara dengan merekrut 8.870 sukarelawan. 

Selain Bio Farma, perusahaan farmasi swasta RI yaitu Kalbe Farma juga tak mau ketinggalan dalam perlombaan menemukan vaksin. Bersama dengan institusi riset dan perusahaan bioteknologi asal Asia lainnya, Kalbe terlibat dalam konsorsium yang dinamakan Genexin. 

Kandidat vaksin Genexin saat ini sedang memasuki uji klinis fase 1/2. Berbeda dengan Sinovac, kandidat vaksin yang diberi nama GX-19 ini merupakan kandidat vaksin yang menggunakan platform DNA. 

Selain Rusia dan RI yang optimis soal vaksin, bank investasi global Goldman Sachs juga mengatakan hal serupa. 

Goldman mengutip revisi proyeksi firma konsultan Good Judgment. Awalnya pada Juni lalu Good Judgement menilai potensi vaksin tersedia secara luas pada akhir Maret 2021 berada di angka 10%. Namun kini, potensinya naik menjadi hampir 40%.

Goldman mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya setuju dengan temuan tersebut. Goldman pun mengatakan kepada klien ada peluang bagus bahwa setidaknya satu vaksin akan disetujui FDA pada akhir November dan didistribusikan secara luas pada pertengahan 2021. 

Optimisme yang sekarang dirasakan pada dasarnya bukan tanpa alasan. Perkembangan teknologi, kerja sama dan mobilisasi modal untuk pengembangan yang terjadi secara masif memang memungkinkan untuk vaksin bisa segera diproduksi. Namun bukan berarti tidak ada tantangan dan risiko juga ya, itu yang perlu dicatat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sebelum Join, Pahami Konsekuensi Uji Klinis Vaksin Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular