Penuh Kontroversi, Seperti Apa Sih Vaksin Covid Buatan Rusia?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 August 2020 14:27
In this handout photo taken on Thursday, Aug. 6, 2020, and provided by Russian Direct Investment Fund, an employee shows a new vaccine at the Nikolai Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology in Moscow, Russia. Russia on Tuesday, Aug. 11 became the first country to approve a coronavirus vaccine for use in tens of thousands of its citizens despite international skepticism about injections that have not completed clinical trials and were studied in only dozens of people for less than two months. (Alexander Zemlianichenko Jr/ Russian Direct Investment Fund via AP)
Foto: Vaksin Covid-19 dari Rusia (AP/Alexander Zemlianichenko Jr)

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin bikin geger publik seantero bumi akibat klaimnya telah menemukan vaksin virus corona (SARS-CoV-2). 

Kemarin Putin membuat pernyataan yang mengejutkan dengan mengatakan otoritas kesehatan Rusia telah menyetujui kandidat vaksin virus corona yang dikembangkan oleh negaranya. Ia mengklaim Rusia menjadi negara pertama yang berhasil mengembangkan vaksin Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang aman dan efektif. 

Bahkan Putin tak ragu menyebutkan bahwa putrinya juga telah menerima vaksin tersebut. Perlu diketahui, vaksin yang dimaksud Putin adalah yang dikembangkan oleh Gamaleya Research Institute. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kandidat vaksin yang dikembangkan oleh institusi riset ini menggunakan platform adenovirus sebagai vektor. Adenovirus pada dasarnya merupakan jenis virus yang digunakan untuk membawa materi genetik dari virus corona.

Seperti kebanyakan kandidat vaksin lainnya materi genetik dari virus corona yang digunakan sebagai kandidat vaksin adalah gen pengkode protein 'Spike' yang berada di permukaan virus. 

Gen tersebut disisipkan ke dalam adenovirus dan kemudian diinjeksikan ke tubuh peserta uji. Adenovirus yang membawa materi genetik virus corona tersebut nantinya diharapkan mampu menimbulkan respon kekebalan tubuh berupa diproduksinya antibodi penetral tanpa menyebabkan relawan uji menderita Covid-19.

Kandidat vaksin ini dinamai 'Gam-COVID-Vac' atau istilah yang lebih bekennya adalah 'Sputnik V'. Pernyataan Putin yang mengatakan kandidat vaksin ini terbukti aman dan efektif memicu timbulnya pandangan skeptis dari berbagai ilmuwan dunia. 

Pasalnya WHO baru mencatat bahwa Sputnik V baru melakukan uji klinis tahap I/II yang dimulai pada 17 Juni lalu. Jumlah peserta ujinya pun hanya 38 orang. Bahkan sampai saat ini belum ada rilis hasil uji klinis tahap awal tersebut dan belum masuk ke uji klinis tahap akhir.

Inilah yang menyebabkan banyak yang ragu dengan pernyataan Presiden Negeri Beruang Merah itu. 

"Uji klinis fase tiga merupakan tahapan yang kritis untuk pengembangan obat dan vaksin" kata Daniel Salmon direktur Institute for Vaccine Safety di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health kepada CNBC International.

"Haruskah saya yakin bahwa vaksin tersebut aman dan efektif tanpa uji klinis tahap tiga? Tentu saja tidak" tambahnya. 

"Anda tidak bisa menggunakan vaksin atau obat tanpa melalui semua fase uji klinis tersebut" kata Dr. Jarbas Barbosa, asisten direktur WHO untuk Pan American Health Organization saat konferensi pers Selasa kemarin (11/8/2020).

"Saat ini WHO sedang mengontak regulator kesehatan Rusia untuk mendapatkan informasi terkait vaksin ini dan setelah melakukan analisa dari informasi yang didapat, barulah WHO bisa memberikan rekomendasi" katanya.

Proses pengembangan, uji hingga mereview vaksin potensial membutuhkan waktu yang lama, proses yang kompleks dan upaya yang mahal. Biasanya butuh waktu bulanan bahkan hingga tahunan.

Sejarah mencatat pengembangan vaksin paling cepat adalah untuk penyakit gondok yang menelan waktu empat tahun sebelum disetujui pada 1967.

CNBC International melaporkan para ilmuwan Moskow di Gamaleya Institute for Epidemiology and Microbiology menggunakan metode pengujian ala militer untuk mempercepat evaluasi klinis.

Namun transparansi data tetaplah dibutuhkan. Apalagi soal vaksin ini menyangkut keselamatan banyak orang. Bukan warga Rusia saja tetapi juga publik global yang jumlahnya kurang lebih 7,8 miliar orang.

"Kita butuh transparansi data, harusnya data uji klinis tahap tiga lah yang menentukan apakah vaksin tersebut aman dan efektif atau tidak" kata Alex Azar Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS.

"Poin utamanya bukanlah menjadi yang pertama dalam menemukan vaksin, yang terpenting adalah untuk mendapatkan vaksin yang aman dan efektif untuk warga Amerika dan dunia" pungkasnya. 

Sampai saat ini para ilmuwan Rusia tersebut belum menyampaikan data satu pun terkait keamanan dan efektivitas serta efek samping dari uji klinis vaksin tersebut. Kabar ini juga membuat mantan komisioner pengawas obat dan makanan AS Dr. Scott Gotlieb ikut memberikan tanggapan terutama terkait perkembangan vaksin AS.

"Kami jelas tak akan mengizinkan pendistribusian vaksin untuk digunakan skala besar dengan data yang kita punya saat ini" katanya. "Kami belum tahu apakah vaksin ini aman dan efektif" lanjutnya.

Pernyataan Putin memang fenomenal. Dengan timeline pengembangan vaksin 12-18 bulan saja sudah termasuk sangat optimis, apalagi ini dalam hitungan dua bulan. Lagipula secara historis probabilitas kandidat vaksin lolos tahap ketiga dan disetujui untuk digunakan secara masal hanya di kisaran angka 5% saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top Putin! Vaksin Covid-19 Rusia Kelar Uji Coba Klinis

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular