
Mengungkap Pembuatan Rekening Bank Ilegal Secara Massif

Tim CNBC Indonesia berhasil menelusuri tejadi praktek ilegal jual beli rekening bank yang dilakukan di sejumlah platform e-commerce terkemuka di Indonesia, yakni Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.
Meski berkali-kali diberantas oleh e-commerce tersebut, namun hingga berita ini tayang masih ditemukan akun penjual rekening dari berbagai bank di Indonesia. Para pedagang tersebut menawarkan hingga ratusan rekening bank dengan berbagai nama.
Pembeli bisa memesan rekening dengan nama berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Pedagang pun menawari rekening baru alias belum pernah dipakai sebelumnya ataupun rekening bekas.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana para pedagang rekening tersebut bisa mendapatkan atau membuat rekening bank secara massif?
Pakar Keamanan dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengungkapkan masalah utama pada pembuatan rekening bank bodong secara masif ini bermuara pada mudahnya mendapatkan tanda pengenal, termasuk e-KTP asli tapi palsu (aspal).
Apalagi, tuturnya, data Kependudukan dan Catatan Sipil (dukcapil) diyakini sempat bocor dan diperjualbelikan di dunia maya. Salah satu kejadian terakhir yang sempat heboh di bulan Mei 2020, adalah bocornya data daftar pemilih tetap Pemilu 2014.
Jumlahnya, total 2,3 juta data penduduk. Isinya mirip dengan data dukcapil yang bisa digunakan untuk membuat e-KTP, mulai dari nama, alamat, jenis kelamin, hingga nomor induk kependudukan (NIK).
![]() |
Berbekal data Dukcapil tersebut, sang pelaku bisa bikin e-KTP palsu guna membuat rekening di bank. Guna meyakinkan para Customer Service bank, foto yang digunakan di e-KTP palsu tersebut adalah foto pelaku.
Hasilnya, adalah e-KTP palsu yang valid sesuai data Dukcapil tetapi fotonya palsu. Ini yang membuat KTP bodong tetap bisa digunakan karena datanya valid.
"Kalau datanya tidak sesuai rasanya sulit karena bank bisa cek ke dukcapil. Yang jadi masalah adalah datanya asli tetapi aspal (bodong), jadi dicek ke Dukcapil datanya valid, walaupun fotonya tidak sesuai. Karena yang dicek kan hanya database dan bukan foto KTP," kata Alfons kepada CNBC Indonesia.
Idealnya, bank juga bisa mencocokkan foto wajah di e-ktp dengan data dukcapil. Bukan hanya sebatas verifikasi nomor kependudukan. Tapi, sayangnya, penggunaan teknologi deteksi wajah (face detection) untuk validasi dan verifikasi, belum berjalan sebagaimana mestinya.
![]() |
Untuk itulah, Alfons menyarankan agar bank harus ekstra hati-hati membukakan rekening baru dan melakukan screening yang lebih baik untuk mencegah penyalahgunaan tanda pengenal bodong.
Apalagi, tuturnya, yang membeli akun ini juga melakukan tindakan melanggar hukum, karena menggunakan akun orang lain yang bukan haknya. Sehingga kemungkinan besar memang digunakan untuk tujuan tidak baik.
Selain itu, pernah ada kejadian Bank mengharuskan KTP calon nasabah untuk membuka rekening harus sesuai domisili bank. Hal ini, menurutnya, cukup menyulitkan pembukaan rekening bodong ini.
"Tetapi kelihatannya persaingan dengan fintech, di mana dompet digital sangat memudahkan pembukaan rekening dan bank terlalu ketat, sehingga kelihatannya bank memutuskan melonggarkan pembatasan yang sudah baik ini. Sehingga pembukaan rekening bodong ini kembali marak," lanjutnya.
Untuk mengatasi pembuatan rekening-rekening bodong ini, menurutnya, pihak berwajib perlu menelusuri apakah ada kebocoran blanko dokumen kependudukan, atau apakah ada yang memalsukan blangko dokumen kependudukan.
Selain itu pihak bank menurutnya perlu melengkapi diri dengan alat pendeteksi keaslian KTP seperti card reader. Dengan begitu setiap pada pembukaan rekening dilakukan scan untuk membuktikan keaslian KTP.
"Nanti di alat screening sehingga KTP bodong akan terdeteksi dan tidak diberikan kesempatan membuka rekening," jelas Alfons.
Dia juga mencontohkan, untuk rekening yang baru dibuka untuk penarikan dana pertama kali sebelum ATM nasabah aktif harus memperlihatkan KTP dan di-scan untuk aktivasi.
