Siapa SoftBank, Investor Grab & Tokopedia yang Rugi Rp 133 T?

Redaksi, CNBC Indonesia
26 May 2020 15:26
Softbank CEO Masayoshi Son
Foto: REUTERS/Brendan McDermid
Jakarta, CNBC Inndonesia - SoftBank, Investor Grab dan Tokopedia, mencatatkan rugi bersih US$8,9 miliar atau Rp 133,5 triliun pada tahun fiskal 2019. Kerugian ini akibat pandemi Covid-19 dan kesalahan investasi pada startup WeWork.

Kerugian SofBank disumbang oleh Vision Fund, lengan investasi perusahaan yang menyuntikkan dana pada startup unicorn atau bervaluasi di atas US$1 miliar. Vision Fund mencatatkan rugi US$12,6 miliar.

Vision Fund telah menginvestasikan US$75 miliar dana investor yang dikumpulkannya ke 88 startup unicorn. Namun kini nilai investasi tersebut anjlok menjadi US$69,9 miliar. Penyebabnya anjloknya valuasi WeWork dari US$49 miliar pada awal 2018 menjadi US$2,9 miliar pada Maret 2020.

Ini memberikan tekanan pada Masayoshi Son, pendiri SoftBank, yang dikenal cukup royal menyuntikkan dana di startup unicorn padahal dia sering dikritik karena memberikan uang pada startup yang tak jelas model bisnisnya.

Lalu siapa sebenarnya SoftBank? SoftBank merupakan perusahaan investasi asal Jepang yang didirikan Masayoshi Son pada 1981. Ketika pertama didirikan, perseroan memasang target untuk menjadi distributor utama produk-produk software di Jepang. Kebetulan, pada saat itu beberapa perusahaan distributor komputer mulai menjajaki pembukaan toko PC untuk masyarakat kebanyakan (ritel).

Untuk mengembangkan perusahaannya, Son perlu dana. Namun apa daya, aset yang ada tak mencukupi untuk menjadi agunan (kolateral) kredit bank. Maka, jurus nekad pun dilancarkan. Dengan percaya diri, dia tetap memaparkan ide dan rencana bisnisnya ke Dai-Ichi Kangyo Bank.

Di luar dugaan, Son berhasil mendapat kucuran kredit dari bank ini - yang di era 1980 memang dikenal sangat agresif mengucurkan kredit hingga organisasi kontroversial Jepang seperti Yakuza masuk dalam daftar debitornya. Nilai kredit yang diterima Son mencapai US$750,000.

Usut punya usut, ternyata Wakil Direktur Utama Sharp pada masa itu, yakni Tadashi Sasaki, secara diam-diam bertindak sebagai penyedia jaminan (private guarantor) atas proposal bisnis Son. Ketika membeli karya perdana Son, yakni software penerjemah multibahasa, bos Sharp ini yakin dengan visi dan kemampuan bisnis Son.

"Pada saat itu, saya benar-benar tidak tahu bahwa Sasaki secara pribadi telah menjamin utang saya. Sejak saya mengetahui tentang dukungannya itu, saya memutuskan bahwa saya tidak akan melupakan kebaikan hatinya," tutur Son, dalam beberapa kesempatan di kemudian hari.

[Gambas:Video CNBC]





Dari pinjaman berbekal kepercayaan tersebut, Softbank berhasil mengembangkan jaringan distribusinya dan menguasai pangsa pasar software dan PC di Jepang hanya dalam setahun. Pada 1983, perseroan menaungi 4.600 penjual PC dan terus naik hingga menjadi 15.000 pada 1992.

Pada 1994, Son melepas sebagian saham Softbank ke publik dan meraup dana sebesar $140 juta untuk ekspansi. Empat tahun kemudian, perseroan menaungi 25.000 distributor PC ritel dan 4.000 firma pengembang software baik dari dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya pada 1997, saham perseroan menjadi jawara di bursa Jepang dengan mencatatkan kapitalisasi pasar terbesar. Pada 2004, Softbank ekspansi ke bisnis layanan internet dan berlanjut ke bisnis jaringan seluler pada 2006.

Saat ini, kapitalisasi pasar Softbank telah menembus US$ 90,07 miliar, naik berkali-kali lipat dari kapitalisasi pasar pertamanya ketika masuk bursa senilai US$ 2,7 miliar. SoftBank pun masuk ke daftar Forbes Global 2000, dan bertengger di urutan ke-62 sebagai emiten yang terbesar dunia, serta yang terbesar ketiga di Jepang setelah Toyota dan Mitsubishi UFJ Financial.

Berbagai akuisisi bernilai miliaran dolar Amerika Serikat (AS) berhasil dituntaskan, meneguhkan posisinya sebagai perusahaan broadband skala dunia dengan bisnis telekomunikasi rumah (fixed-line), e-commerce, internet, layanan teknologi, keuangan, media dan pemasaran, desain semikonduktor, dan bisnis lainnya.

Masayoshi Son sempat mendapat kritikan karena terlalu percaya diri investasi di startup unicorn dengan mengelontorkan dana dalam jumlah besar. Startup merupakan bisnis masa depan, tetapi bisnis ini hanya 5% yang berhasil dan 95% bangkrut.

Kini tekanan meningkat. Vision Fund yang berkinerja buruk membuat target penggalangan dana Vision Fund 2 sebesar US$100 miliar gagal tercapai. Masayoshi Son pun memutuskan untuk investasi menggunakan uang perusahaan sendiri.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular