Matahari Lockdown, Patutkah Ini Dicemaskan Manusia?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 May 2020 11:54
Infografis: Fenomena Matahari Lockdown & Ancaman Kelaparan Warga di Bumi
Foto: Infografis/Fenomena Matahari Lockdown & Ancaman Kelaparan Warga di Bumi/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Matahari dilaporkan memasuki periode lockdown dan bisa memberikan pengaruh kurang baik bagi Bumi. Ini merupakan fenomena alam yang pernah terjadi sebelumnya dan sempat mendapatkan perhatian ilmuwan.

Bagi masyarakat awam tentu hal ini menimbulkan pertanyaan. Apa itu matahari lockdown dan kenapa bisa berdampak bagi Bumi?

Matahari lockdown adalah periode di mana aktivitas permukaan matahari sedang mengalami periode minimum. Para ahli memperkirakan tata surya akan mengalami 'resesi' sinar matahari. Tahun ini disebutkan sebagai yang resesi sinar Matahari terburuk dalam satu abad terakhir.

Bukti dari lockdown berupa berkurangnya bintik matahari (sunspot) di permukaan matahari. Dilaporkan matahari telah kehilangan 76% bintik matahari di 2020. Bahkan tahun lalu penurunanya sudah tembus 77%.


Hitungan sun spot ini adalah salah satu yang terdalam abad ini. Medan magnet matahari menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke tata surya," ujarnya seperti dilansir dari New York Post, seperti dikutip Sabtu (23/5/2020).

"Kelebihan sinar kosmik akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi astronot dan pelancong udara kutub utara, memengaruhi elektro-kimia atmosfer atas bumi, dan membantu memicu petir," lanjut Tony.

Menurut Jeff Knight, ilmuwan dari Met Officer, matahari lockdown menimbulkan musim dingin yang lebih dingin. Ia menunjukkan kasus pada 2008 dan 2010 ketika musim dingin di Inggris lebih dingin dari biasanya.

Matahari lockdown juga dapat menyebabkan ledakan "sprite" atau lampu oranye dan merah yang muncul selama badai petir, pemicu badai petir, dan munculnya Cahaya Utara dan Selatan di tempat-tempat yang tidak begitu biasa.

Kondisi ini telah membuat ilmuwan NASA menyatakan keprihatinannya. Mereka menakutkan periode Dalton Minimum pada 1790 dan 1830 kembali terulang. Pada periode ini Matahari lockdown juga sedang terjadi.


Pada periode Dalton Minimum terjadi suhu dingin yang ekstrem. Temperatur turun hingga 2 derajat Celcius selama 20 tahun lebih. Tahun tersebut juga disebut sebagai "Tahun tanpa musim panas".

Sungai di Eropa membeku dan tanaman pertanian rusak sehingga menimbulkan kelaparan. Pada periode ini juga muncul bencana alam gempa bumi.

Namun Menurut Mather Owens, Profesor fisika luar angkasa Universitas Reading, sejarah tidak akan terulang kembali. Meski bintik matahari hilang cukup banyak, bumi tak segera memasuki zaman mini es.

"Matahari lockdown terjadi setiap 11 tahun, jadi ini kejadian yang teratur. Periode 2009-2010 sebenarnya menjadi yang terdalam dalam 100 tahun terakhir tetapi untungnya tidak besars sepeti di masa lalu tak terjadi," ujarnya seperti dilansir dari Nature World New.

Infografis: Akankah Bencana Masa Lalu Terjadi? Ini Fenomena Matahari LockdownFoto: Infografis/Akankah Bencana Masa Lalu Terjadi? Ini Fenomena Matahari Lockdown/Arie Pratama
Infografis: Akankah Bencana Masa Lalu Terjadi? Ini Fenomena Matahari Lockdown
Fenomena ini pun membuat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) angkat bicara. Namun menurut mereka, fase matahari lockdown tidak akan menyebabkan bencana alam di bumi.

Peneliti LAPAN Rhorom Priyatikanto mengemukakan bahwa aktivitas Matahari yang rendah saat ini belum terbilang ekstrem dibandingkan pada periode 1790 - 1830 silam. Selain itu, dunia pun sudah siap apabila memang terjadi penurunan aktivitas matahari.

"Aktivitas Matahari yang rendah saat ini belum terbilang ekstrem. Era modern lebih siap menghadapi aktivitas matahari yang teramat minimum. Atau setidaknya, global warming memberi kita 'surplus temperatur' sekitar 1 derajat," kata Rhorom saat dihubungi cnnindonesia.com, seperti dikutip cnbcindonesia.com.

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin menegaskan kalau bencana alam yang terjadi belakangan tidak terkait dengan situasi Matahari. "Bencana tidak terkait dengan kondisi aktivitas Matahari minimum," tambahnya.

Pada 1790-1830, bencana akibat penurunan aktivitas Matahari pernah terjadi. Saat itu, rendahnya aktivitas memicu penurunan suhu global dan berimbas pada produksi pangan. Periode tersebut ditandai dengan cuaca yang sangat dingin, gagal panen, kelaparan, dan letusan gunung berapi yang signifikan.

Rhorom mengatakan suhu global memang sempat menurun pada saat periode minimum Dalton (tahun 1800) dan periode minimum Maunder (tahun 1700). Ketika itu Bumi mengalami pendinginan global, gagal panen, hingga krisis pangan.

"Pada kasus ekstrem minimum Maunder dan Dalton, rendahnya aktivitas Matahari beberapa dekade berimbas pada pendinginan global, tak hanya di daerah 4 musim, tapi juga di daerah tropis," kata Rhorom.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular