
Benarkah Gojek-Grab di Tengah Perseteruan Softbank & Elliott?
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
13 March 2020 19:57

Jakarta, CNBC Indonesia- Softbank Group Corp mengumumkan akan melakukan pembelian kembali (buy back) 7% sahamnya senilai US$ 4,8 miliar atau setara Rp 71,04 triliun (kurs Rp 14.800). Aksi buy back ini menyusul tekanan dari pemegang saham besar perusahaan Elliott Management, kepada perusahaan multinasional Jepang ini untuk melakukan buy back senilai US$ 20 miliar.
Dilansir dari Reuters, pada Februari lalu juru bicara Elliott mengatakan investasi besar perusahaan di Softbank Group mencerminkan keyakinan kuat bahwa pasar meremehkan portofolio aset Softbank. Untuk itulah, Elliott meminta Softbank untuk buy back asetnya hingga US$ 20 miliar untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan kemandirian, transparansi dari direksi.
Meski demikian, Juru bicara Softbank mengatakan aksi buy back merupakan inisiatif dari perusahaan sendiri. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan volatilitas pasar saham yang bisa meningkatkan diskon saham-saham milik Softbank, meski relatif pada nilai kepemilikannya.
Elliott Management juga memaksa Softbank segera merealisasikan keuntungan dari bisnis startup. Softbank sebelumnya dikenal cukup royal dalam mendanai startup binaannya, termasuk melakukan penyelamatan seperti yang dilakukan pada WeWork. Selain itu, tekanan pada perusahaan Jepang ini terjadi setelah penyelamatan WeWork, startup co-working space yang mengalami kerugian tahun lalu.
Tuntutan ini pula yang menjadi permulaan isu merger antara dua raksasa ride hailing Asia Tenggara, Gojek dan Grab. Jika keduanya bergabung nilai valuasinya diperkirakan mencapai US$ 23 miliar atau sekitar Rp 331 triliun (kurs Rp 14.400).
Pasalnya, Softbank merupakan salah satu investor besar untuk Grab Holding dalam mengembangkan bisnisnya. SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya. Sementara Gojek mendapat pendanaan besar dari Google dan Tencent.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham jangka panjang berpengaruh di kedua perusahaan yang ingin mengurangi kerugian atau menemukan cara untuk keluar (exit) dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab, seperti dilansir dari Financial Times, Rabu (11/3/2020).
Belum jelas seperti apa keinginan SoftBank mengenai rencana merger ini. Namun baru-baru ini pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta di mana salah satu agendanya diskusi tentang merger ini.
Kasus merger ride-hailing perbankan terjadi Asia Tenggara. Pada 2018 Grab mencaplok Uber Asia Tenggara. Akuisisi ini tidak melibatkan uang tunai tetapi Uber menjadi salah satu pemegang saham utama Grab. Di Uber, SoftBank merupakan pemegang saham utama perusahaan.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
CNBC Indonesia mengonfirmasi hal ini kepada Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek. Nila pun membantah. "Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat," kata Nila.
(dob/dob) Next Article Ogah Ditekan, SoftBank Bakal Buyback Saham milik Elliott
Dilansir dari Reuters, pada Februari lalu juru bicara Elliott mengatakan investasi besar perusahaan di Softbank Group mencerminkan keyakinan kuat bahwa pasar meremehkan portofolio aset Softbank. Untuk itulah, Elliott meminta Softbank untuk buy back asetnya hingga US$ 20 miliar untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan kemandirian, transparansi dari direksi.
Meski demikian, Juru bicara Softbank mengatakan aksi buy back merupakan inisiatif dari perusahaan sendiri. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan volatilitas pasar saham yang bisa meningkatkan diskon saham-saham milik Softbank, meski relatif pada nilai kepemilikannya.
Elliott Management juga memaksa Softbank segera merealisasikan keuntungan dari bisnis startup. Softbank sebelumnya dikenal cukup royal dalam mendanai startup binaannya, termasuk melakukan penyelamatan seperti yang dilakukan pada WeWork. Selain itu, tekanan pada perusahaan Jepang ini terjadi setelah penyelamatan WeWork, startup co-working space yang mengalami kerugian tahun lalu.
Tuntutan ini pula yang menjadi permulaan isu merger antara dua raksasa ride hailing Asia Tenggara, Gojek dan Grab. Jika keduanya bergabung nilai valuasinya diperkirakan mencapai US$ 23 miliar atau sekitar Rp 331 triliun (kurs Rp 14.400).
Pasalnya, Softbank merupakan salah satu investor besar untuk Grab Holding dalam mengembangkan bisnisnya. SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya. Sementara Gojek mendapat pendanaan besar dari Google dan Tencent.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham jangka panjang berpengaruh di kedua perusahaan yang ingin mengurangi kerugian atau menemukan cara untuk keluar (exit) dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab, seperti dilansir dari Financial Times, Rabu (11/3/2020).
Belum jelas seperti apa keinginan SoftBank mengenai rencana merger ini. Namun baru-baru ini pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta di mana salah satu agendanya diskusi tentang merger ini.
Kasus merger ride-hailing perbankan terjadi Asia Tenggara. Pada 2018 Grab mencaplok Uber Asia Tenggara. Akuisisi ini tidak melibatkan uang tunai tetapi Uber menjadi salah satu pemegang saham utama Grab. Di Uber, SoftBank merupakan pemegang saham utama perusahaan.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
CNBC Indonesia mengonfirmasi hal ini kepada Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek. Nila pun membantah. "Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat," kata Nila.
(dob/dob) Next Article Ogah Ditekan, SoftBank Bakal Buyback Saham milik Elliott
Most Popular