
Grab & Gojek Merger dan 'Orang Kuat' Di baliknya Rencana Ini
Arif Budiansyah, CNBC Indonesia
11 March 2020 06:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sibuk saling mengalahkan demi menguasai pasar, kini Grab dan Gojek diterpa isu merger atau penggabungan usaha. Dikabarkan pemegang saham "sangat kuat" sedang melobi SoftBank untuk merealisasikan rencana penggabungan ini.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham jangka panjang berpengaruh di kedua perusahaan yang ingin mengurangi kerugian atau menemukan cara untuk keluar (exit) dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab, seperti dilansir dari Financial Times, Rabu (11/3/2020).
Belum jelas seperti apa keinginan SoftBank mengenai rencana merger ini. Namun baru-baru ini pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta di mana salah satu agendanya diskusi tentang merger ini.
Jika keduanya bergabung diperkirakan valuasinyanya akan lebih dari US$ 23 miliar. SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya.
SoftBank kini sedang dalam posisi tertekan. Pasalnya, sejumlah investornya mempertanyakan strategi perusahaan dalam pemilihan dan berinvestasi di startup. Mereka mempertanyakan kasus semacam bail-out yang dilakukan pada WeWork, startup co-working space.
Salah satunya yang memberikan tekanan adalah Elliot Management Corp ang baru-baru ini mengoleksi saham Softbank, yang menuntut SoftBank untuk bergerak agar segera merealisasikan keuntungan dari bisnis startup.
"Hal ini bukan satu-satunya pilihan tetapi itu adalah opsi yang paling mungkin. Ada cara rasional untuk memikirkannya yaitu bahwa semua pemegang saham akan menghasilkan banyak uang, Bagian itu sangat mudah," ujar investor itu lagi.
"Tapi kemudian ada masalah manajemen yang kurang rasional. Jika pembicaraan gagal, mereka akan memecah ego manajemen, tentang siapa yang akan melakukan apa," imbuhnya.
Kasus merger ride-hailing perbankan terjadi Asia Tenggara. Pada 2018 Grab mencaplok Uber Asia Tenggara. Akuisisi ini tidak melibatkan uang tunai tetapi Uber menjadi salah satu pemegang saham utama Grab. Di Uber, SoftBank merupakan pemegang saham utama perusahaan.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
CNBC Indonesia mengonfirmasi hal ini kepada Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek. Nila pun membantah. "Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat," kata Nila.
(roy/roy) Next Article Siapa Orang Kuat yang Restui Merger Grab dan Gojek?
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham jangka panjang berpengaruh di kedua perusahaan yang ingin mengurangi kerugian atau menemukan cara untuk keluar (exit) dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab, seperti dilansir dari Financial Times, Rabu (11/3/2020).
Belum jelas seperti apa keinginan SoftBank mengenai rencana merger ini. Namun baru-baru ini pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta di mana salah satu agendanya diskusi tentang merger ini.
SoftBank kini sedang dalam posisi tertekan. Pasalnya, sejumlah investornya mempertanyakan strategi perusahaan dalam pemilihan dan berinvestasi di startup. Mereka mempertanyakan kasus semacam bail-out yang dilakukan pada WeWork, startup co-working space.
Salah satunya yang memberikan tekanan adalah Elliot Management Corp ang baru-baru ini mengoleksi saham Softbank, yang menuntut SoftBank untuk bergerak agar segera merealisasikan keuntungan dari bisnis startup.
"Hal ini bukan satu-satunya pilihan tetapi itu adalah opsi yang paling mungkin. Ada cara rasional untuk memikirkannya yaitu bahwa semua pemegang saham akan menghasilkan banyak uang, Bagian itu sangat mudah," ujar investor itu lagi.
"Tapi kemudian ada masalah manajemen yang kurang rasional. Jika pembicaraan gagal, mereka akan memecah ego manajemen, tentang siapa yang akan melakukan apa," imbuhnya.
Kasus merger ride-hailing perbankan terjadi Asia Tenggara. Pada 2018 Grab mencaplok Uber Asia Tenggara. Akuisisi ini tidak melibatkan uang tunai tetapi Uber menjadi salah satu pemegang saham utama Grab. Di Uber, SoftBank merupakan pemegang saham utama perusahaan.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
CNBC Indonesia mengonfirmasi hal ini kepada Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek. Nila pun membantah. "Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat," kata Nila.
(roy/roy) Next Article Siapa Orang Kuat yang Restui Merger Grab dan Gojek?
Most Popular