Round Up

Dana Investor Asing di Startup Unicorn RI, Barang Impor & CAD

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
06 August 2019 06:40
Dana Investor Asing di Startup Unicorn RI, Barang Impor & CAD
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia - Derasnya suntikan dana asing di startup unicorn tanah air kembali menjadi polemik. Pasalnya, dana asing tersebut bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif.

Ekonom INDEF Bhima Yudistira mengatakan e-commerce yang disuntik investor asing turut andil dalam memperparah defisit dagang (CAD). Ia pun mengutip data asosiasi e-commerce menunjukkan kecenderungan 93% barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Artinya produk lokal hanya 7%.


"Dari sisi neraca dagang keberadaan startup yang didanai asing justru memperparah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan sekaligus. Startup khususnya yang bergerak di bidang e-commerce berkontribusi terhadap naiknya impor barang konsumsi. Tahun 2018 impor barang konsumsi naik 22% padahal konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 5%," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Polemik Investasi Asing di Startup Unicorn", Minggu (4/8/2019).

Bhima menambahkan dari sisi penyerapan tenaga kerja, kehadiran startup unicorn yang disuntik investor asing juga belum maksimal. Salah satunya, dari penyerapan tenaga kerja semi skilled dan high skilled. Startup Gojek memang banyak menyerap jutaan driver online namun ini masuk kategori low skilled atau mengerjakan pekerjaan yang sederhana.

"SDM high skilled startup di Indonesia masih dipenuhi dari tenaga kerja asing atau outsourcing ke negara lain. Contoh kasus adalah Gojek di mana pengembangan IT dilakukan sebagian di Kota Bangalore India," ujar Bhima Yudistira.

"Hasil data Glassdoor (update per 26 Juli 2019) menunjukkan gaji Data Scientist di kantor Gojek Bangalore rata rata 2,1 juta rupee per tahun atau dikonversi ke rupiah setara Rp 35,7 juta per bulannya. Jadi bukan masalah upah di India lebih murah dibanding tenaga kerja Indonesia. Permasalahan utama adalah skill sdm di Indonesia belum memenuhi syarat untuk berkompetisi di dunia ekonomi digital."

Asal tahu saja, Indonesia memiliki empat startup unicorn. Yakni, Gojek, Traveloka, Bukalapak dan Tokopedia. Unicorn adalah gelar yang diberikan pada startup yang memiliki valuasi di atas US$1 miliar tetapi masih membukukan rugi bersih.

Simak video tentang startup unicorn Indonesia di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]

Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini menambahkan potensi pasar Indonesia yang besar tidak boleh diobral murah kepada investor yang hanya mengincar pasar Indonesia dan hanya menarik untung yang besar dari pasar di dalam negeri.

"Pemerintah tidak bisa naif menjual murah pasar dalam negeri untuk dieksploitasi tanpa melihat seberapa besar manfaatnya bagi ekonomi dalam negeri," ujarnya.

Didik Rachbini menambahkan setiap investasi sudah otomatis membawa masuk modal ke dalam negeri, menyerap tenaga kerja dan menghasilkan output nasional.

"Tetapi jangan lupa bahwa investasi yang orientasinya ke pasar dalam negeri berbeda dengan investasi untuk ekspor dan bagian dari global chain. Investasi yang pertama membawa beban terhadap neraca berjalan, yang sudah sangat parah - terutama pendapatan primer yang terus mengalami defisit paling besar pada dekade ini," tambahnya.


Sebagai gambaran neraca berjalan kita sudah sangat berat. Sumber defisit neraca tersebut tidak lain adalah neraca jasa dan sekarang lebih berat dengan neraca pendapatan primer. Jika arus model asing dipenuhi oleh investasi yang mengeksploitasi hanya pasar dalam negeri, maka dampaknya berat terhadap neraca berjalan, terhadap nilai tukar rupiah, terhadap ekonomi sektor luar negeri dan perekonomian secara keseluruhan rapuh.

"Defisit pendapatan primer sudah sangat besar dan menggung sampai US$30,4 miliar. Kebanyakan dari defisit pendapatan investasi di mana modal keluar yurisdiksi ekonomi Indonesia paling tidak sampai US$29 miliar," tambah Didik Rachbini.

Didik Rachbini menjelaskan Pertumbuhan modal dan pergerakannya antar negara semakin cepat. Jika investasi yang digadang-gadang hanya untuk eksploitasi pasar dalam negeri, maka investasi tersebut berkualitas rendah. Dampaknya terhadap perekonomian bercampur antara positif menyerap tenaga kerja dan produktif menciptakan barang jasa, tetapi juga berdampak negatif menyedot modal keluar

"Solusinya adalah mendorong dan memberikan insentif terhadap investasi yang produktif berorientasi keluar, daya saing dan ekspor sehingga berdampak positif terhadap pemupukan devisa dan memperkuat ekonomi sektor luar negeri." terang Didik Rachbini.

"Pada saat yang sama selain menekan defisit jasa dan pendapatan primer, neraca berjalan hanya dapat diperbaiki jika neraca perdagangan mengalami surplus besar seperti pada periode 1980-an sampai 1990-an. Dari sisi ini, kebijakan pemerintah saat ini kalah jauh dengan kebijakan pada masa Orde Baru dimana ekspor tumbuh bukan hanya dua digit tetapi di atas 20%."

"Neraca perdagangan harus diperbaiki dengan menekan strategi ekspor yang kuat seperti sebelumnya, juga menahan impor agar neraca perdagangan tidak sakit."

[Gambas:Video CNBC]




(roy/roy) Next Article Startup Unicorn Setop Bakar Uang, Awas Pengguna Kabur

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular