
Kacau! E-commerce yang Disuntik Asing Bikin CAD Makin Parah
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
05 August 2019 15:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Startup yang didanai oleh investor asing terutama e-commerce ternyata turut andil dalam memperparah defisit neraca dagang atau current account defisit (CAD). Pasalnya, e-commerce dikuasai barang impor.
Peneliti INDEF Bhima Yudistira mengatakan data asosiasi e-commerce menunjukkan kecenderungan 93% barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Artinya produk lokal hanya 7%.
"Dari sisi neraca dagang keberadaan startup yang didanai asing justru memperparah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan sekaligus. Startup khususnya yg bergerak di bidang ecommerce berkontribusi terhadap naiknya impor barang konsumsi. Tahun 2018 impor barang konsumsi naik 22% padahal konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 5%," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Polemik Investasi Asing di Startup Unicorn", Minggu ( 4/8/2019).
Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini menambahkan Potensi pasar Indonesia yang besar tidak boleh diobral murah kepada investor yang hanya mengincar pasar Indonesia dan hanya menarik untung yang besar dari pasar di dalam negeri.
"Pemerintah tidak bisa naif menjual murah pasar dalam negeri untuk dieksploitasi tanpa melihat seberapa besar manfaatnya bagi ekonomi dalam negeri," ujarnya.
Didik Rachbini menambahkan setiap investasi sudah otomatis membawa masuk modal ke dalam negeri, menyerap tenaga kerja dan menghasilkan output nasional.
"Tetapi jangan lupa bahwa investasi yang orientasinya ke pasar dalam negeri berbeda dengan investasi untuk ekspor dan bagian dari global chain. Investasi yang pertama membawa beban terhadap neraca berjalan, yang sudah sangat parah - terutama pendapatan primer yang terus mengalami defisit paling besar pada dekade ini," tambahnya.
Sebagai gambaran neraca berjalan kita sudah sangat berat. Sumber defisit neraca tersebut tidak lain adalah neraca jasa dan sekarang lebih berat dengan neraca pendapatan primer. Jika arus model asing dipenuhi oleh investasi yang mengeksploitasi hanya pasar dalam negeri, maka dampaknya berat terhadap neraca berjalan, terhadap nilai tukar rupiah, terhadap ekonomi sektor luar negeri dan perekonomian secara keseluruhan rapuh.
"Defisit pendapatan primer sudah sangat besar dan menggung sampai US$30,4 miliar. Kebanyakan dari defisit pendapatan investasi dimana modal keluar yurisdiksi ekonomi Indonesia paling tidak sampai US$29 miliar," tambah Didik Rachbini.
Didik Rachbini menjelaskan Pertumbuhan modal dan pergerakannya antar negara semakin cepat. Jika investasi yang digadang-gadang hanya untuk eksploitasi pasar dalam negeri, maka investasi tersebut berkualitas rendah. Dampaknya terhadap perekonomian bercampur antara positif menyerap tenaga kerja dan produktif menciptakan barang jasa, tetapi juga berdampak negatif menyedot modal keluar.
"Solusinya adalah mendorong dan memberikan insentif terhadap investasi yang produktif berorientasi keluar, daya saing dan ekspor sehingga berdampak positif terhadap pemupukan devisa dan memperkuat ekonomi sektor luar negeri." terang Didik Rachbini.
"Pada saat yang sama selain menekan defisit jasa dan pendapatan primer, neraca berjalan hanya dapat diperbaiki jika neraca perdagangan mengalami surplus besar seperti pada periode 1980-an sampai 1990-an. Dari sisi ini, kebijakan pemerintah saat ini kalah jauh dengan kebijakan pada masa Orde Baru dimana ekspor tumbuh bukan hanya dua digit tetapi di atas 20%."
"Neraca perdagangan harus diperbaiki dengan menekan strategi ekspor yang kuat seperti sebelumnya, juga menahan impor agar neraca perdagangan tidak sakit."
Simak video tentang CAD di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Ini 50 Calon Startup Unicorn Masa Depan, Ada Dari Indonesia?
Peneliti INDEF Bhima Yudistira mengatakan data asosiasi e-commerce menunjukkan kecenderungan 93% barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Artinya produk lokal hanya 7%.
"Dari sisi neraca dagang keberadaan startup yang didanai asing justru memperparah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan sekaligus. Startup khususnya yg bergerak di bidang ecommerce berkontribusi terhadap naiknya impor barang konsumsi. Tahun 2018 impor barang konsumsi naik 22% padahal konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 5%," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Polemik Investasi Asing di Startup Unicorn", Minggu ( 4/8/2019).
![]() |
"Pemerintah tidak bisa naif menjual murah pasar dalam negeri untuk dieksploitasi tanpa melihat seberapa besar manfaatnya bagi ekonomi dalam negeri," ujarnya.
Didik Rachbini menambahkan setiap investasi sudah otomatis membawa masuk modal ke dalam negeri, menyerap tenaga kerja dan menghasilkan output nasional.
"Tetapi jangan lupa bahwa investasi yang orientasinya ke pasar dalam negeri berbeda dengan investasi untuk ekspor dan bagian dari global chain. Investasi yang pertama membawa beban terhadap neraca berjalan, yang sudah sangat parah - terutama pendapatan primer yang terus mengalami defisit paling besar pada dekade ini," tambahnya.
Sebagai gambaran neraca berjalan kita sudah sangat berat. Sumber defisit neraca tersebut tidak lain adalah neraca jasa dan sekarang lebih berat dengan neraca pendapatan primer. Jika arus model asing dipenuhi oleh investasi yang mengeksploitasi hanya pasar dalam negeri, maka dampaknya berat terhadap neraca berjalan, terhadap nilai tukar rupiah, terhadap ekonomi sektor luar negeri dan perekonomian secara keseluruhan rapuh.
"Defisit pendapatan primer sudah sangat besar dan menggung sampai US$30,4 miliar. Kebanyakan dari defisit pendapatan investasi dimana modal keluar yurisdiksi ekonomi Indonesia paling tidak sampai US$29 miliar," tambah Didik Rachbini.
Didik Rachbini menjelaskan Pertumbuhan modal dan pergerakannya antar negara semakin cepat. Jika investasi yang digadang-gadang hanya untuk eksploitasi pasar dalam negeri, maka investasi tersebut berkualitas rendah. Dampaknya terhadap perekonomian bercampur antara positif menyerap tenaga kerja dan produktif menciptakan barang jasa, tetapi juga berdampak negatif menyedot modal keluar.
"Solusinya adalah mendorong dan memberikan insentif terhadap investasi yang produktif berorientasi keluar, daya saing dan ekspor sehingga berdampak positif terhadap pemupukan devisa dan memperkuat ekonomi sektor luar negeri." terang Didik Rachbini.
"Pada saat yang sama selain menekan defisit jasa dan pendapatan primer, neraca berjalan hanya dapat diperbaiki jika neraca perdagangan mengalami surplus besar seperti pada periode 1980-an sampai 1990-an. Dari sisi ini, kebijakan pemerintah saat ini kalah jauh dengan kebijakan pada masa Orde Baru dimana ekspor tumbuh bukan hanya dua digit tetapi di atas 20%."
"Neraca perdagangan harus diperbaiki dengan menekan strategi ekspor yang kuat seperti sebelumnya, juga menahan impor agar neraca perdagangan tidak sakit."
Simak video tentang CAD di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy) Next Article Ini 50 Calon Startup Unicorn Masa Depan, Ada Dari Indonesia?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular