
Ini Dampak Negatif Startup Unicorn RI yang Harus Diantisipasi
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
05 August 2019 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Suntikan dana besar investor asing pada Gojek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak membuat bangga pemerintah Indonesia. Namun hingga kini peran startup ini belum maksimal bahkan suntikan dana tersebut harus diantisipasi.
Hal ini diungkapkan Peneliti INDEF, Bhima Yudistira alam diskusi bertajuk "Polemik Investasi Asing di Startup Unicorn, Minggu (4/8/2019).
Bhima Yudistira mengatakan keberadaan startup unicorn di Indonesia belum maksimal. Salah satunya, dari penyerapan tenaga kerja semi skilled dan high skilled. Startup Gojek memang banyak menyerap jutaan driver online namun ini masuk kategori low skilled atau mengerjakan pekerjaan yang sederhana.
"SDM high skilled startup di Indonesia masih dipenuhi dari tenaga kerja asing atau outsourcing ke negara lain. Contoh kasus adalah Gojek dimana pengembangan IT dilakukan sebagian di Kota Bangalore India," ujar Bhima Yudistira.
"Hasil data Glassdoor (update per 26 Juli 2019) menunjukkan gaji Data Scientist di kantor Gojek Bangalore rata rata 2,1 juta rupee per tahun atau dikonversi ke rupiah setara Rp 35,7 juta per bulannya. Jadi bukan masalah upah di India lebih murah dibanding tenaga kerja Indonesia. Permasalahan utama adalah skill sdm di Indonesia belum memenuhi syarat untuk berkompetisi di dunia ekonomi digital."
Selain itu, lanjut Bhima Yudistira, dari sisi neraca dagang keberadaan startup yang didanai asing justru memperparah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan skaligus. Startup khususnya yg bergerak dibidang e-commerce berkontribusi terhadap naiknya impor barang konsumsi. Tahun 2018 impor barang konsumsi naik 22% padahal konsumsi rumah tangga hanya tmbuh 5%. Ini anomali pertama.
"[Dampak negatif lainnya] pemanfaatan data pribadi untk pemasaran atau market intelligence. Dengan gunakan big data mereka bisa petakan prilaku konsumen Indonesia untk memasarkan produk dari perusahaan lain yg terafiliasi," ujarnya.
Simak video tentang startup unicorn di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Hal ini diungkapkan Peneliti INDEF, Bhima Yudistira alam diskusi bertajuk "Polemik Investasi Asing di Startup Unicorn, Minggu (4/8/2019).
Bhima Yudistira mengatakan keberadaan startup unicorn di Indonesia belum maksimal. Salah satunya, dari penyerapan tenaga kerja semi skilled dan high skilled. Startup Gojek memang banyak menyerap jutaan driver online namun ini masuk kategori low skilled atau mengerjakan pekerjaan yang sederhana.
![]() |
"Hasil data Glassdoor (update per 26 Juli 2019) menunjukkan gaji Data Scientist di kantor Gojek Bangalore rata rata 2,1 juta rupee per tahun atau dikonversi ke rupiah setara Rp 35,7 juta per bulannya. Jadi bukan masalah upah di India lebih murah dibanding tenaga kerja Indonesia. Permasalahan utama adalah skill sdm di Indonesia belum memenuhi syarat untuk berkompetisi di dunia ekonomi digital."
Selain itu, lanjut Bhima Yudistira, dari sisi neraca dagang keberadaan startup yang didanai asing justru memperparah defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan skaligus. Startup khususnya yg bergerak dibidang e-commerce berkontribusi terhadap naiknya impor barang konsumsi. Tahun 2018 impor barang konsumsi naik 22% padahal konsumsi rumah tangga hanya tmbuh 5%. Ini anomali pertama.
"[Dampak negatif lainnya] pemanfaatan data pribadi untk pemasaran atau market intelligence. Dengan gunakan big data mereka bisa petakan prilaku konsumen Indonesia untk memasarkan produk dari perusahaan lain yg terafiliasi," ujarnya.
Simak video tentang startup unicorn di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Next Page
Kepentingan asing
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular