Pelapak Asing di Toko Online
Seakan di Atas Angin, Tapi Toko Online Banyak Beri Problem?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 July 2019 07:31

Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah pernah berupaya mengembalikan keadilan persaingan usaha. Pada Januari 2019 silam, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri (PM) Keuangan No. 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMK 210).
Salah satu hal penting yang diatur dalam peraturan tersebut adalah kewajiban penyertaan NPWP untuk setiap pedagang di e-commerce. Jadi, pengelola platform e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan yang lain wajib mensyaratkan setiap pedagang untuk memasukkan NPWP ke dalam database. Baik pedagang lama maupun baru.
Peraturan tersebut akan memudahkan pemerintah untuk mencatat dan mendata aktivitas perpajakan di dunia maya. Namun sayangnya, akibat desakan dan bisikan berbagai pihak, Sri Mulyani mencabut peraturan tersebut pada bulan April 2019. Dengan demikian, aktivitas perpajakan di dunia maya kembali gelap gulita. Sementara peritel konvensional kembali berada di posisi yang tidak diuntungkan.
Ketidakpastian Meningkat
Di satu sisi, penarikan PMK 210 bagi beberapa pihak, seperti Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) merupakan angin segar. Satu penghalang bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan usaha melalui jalur online kembali sirna. Harapannya, pertumbuhan penjualan online dan industri e-commerce bisa semakin cepat.
Namun ada dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh prilaku 'maju-mundur' penerapan kebijakan tersebut selain ketidakadilan persaingan yang sebelumnya sudah disebutkan. Hal itu adalah ketidakpastian iklim usaha.
Kala pemerintah dibuat seakan tidak punya fondasi untuk mengambil sikap, saat itulah investor takut untuk menanamkan modal. Sebab, berdasarkan laporan yang dirilis oleh Bank Dunia, faktor utama yang menjadi penentu keputusan investasi adalah stabilitas politik dan keamanan. Sementara faktor kedua terbesar adalah kepastian hukum dan perundangan.
Adapun keringanan pajak hanya berada di urutan ke-7 sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan investasi. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi ) sudah sangat sering mengingatkan akan stimulus investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
E-Commerce Membuka 'Tol Impor'
Hal lain yang menjadi perhatian akhir-akhir ini adalah kemudahan yang diberikan sejumlah aplikator e-commerce untuk melakukan impor. Contohnya di Lazada dan Shopee kini ada barang dagangan yang langsung dikirim dari China.
Uniknya, sebagian barang-barang tersebut menawarkan ongkos kirim yang sangat minim. Salah satu kasus dimana sebuah kamera digital seharga Rp 300.000 yang dikirim langsung dari China ke Jakarta hanya dikenakan ongkos kirim Rp 10.000. Sama dengan ongkos kirim dalam kota Jakarta.
Memang, harus dipahami bahwa setiap konsumen memiliki hak untuk melakukan impor. Baik melalui e-commerce asing seperti Taobao atau Alibaba, maupun lokal punya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kemudahan impor yang ditawarkan e-commerce lokal berpotensi mendorong prilaku impor yang konsumtif bagi masyarakat Indonesia.
Jika penarikan PMK 210 dianggap sebagai penghapusan barrier untuk melakukan usaha, maka kemudahan yang diberikan e-commerce juga telah mencabut penghalang impor bagi konsumen.
Alhasil boleh jadi nanti toko-toko online akan semakin dibanjiri oleh produk-produk impor dan semakin menggeser posisi produk lokal. Ujung-ujungnya, industri dalam negeri jadi kurang dukungan dari pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/roy)
Salah satu hal penting yang diatur dalam peraturan tersebut adalah kewajiban penyertaan NPWP untuk setiap pedagang di e-commerce. Jadi, pengelola platform e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan yang lain wajib mensyaratkan setiap pedagang untuk memasukkan NPWP ke dalam database. Baik pedagang lama maupun baru.
Peraturan tersebut akan memudahkan pemerintah untuk mencatat dan mendata aktivitas perpajakan di dunia maya. Namun sayangnya, akibat desakan dan bisikan berbagai pihak, Sri Mulyani mencabut peraturan tersebut pada bulan April 2019. Dengan demikian, aktivitas perpajakan di dunia maya kembali gelap gulita. Sementara peritel konvensional kembali berada di posisi yang tidak diuntungkan.
Di satu sisi, penarikan PMK 210 bagi beberapa pihak, seperti Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) merupakan angin segar. Satu penghalang bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan usaha melalui jalur online kembali sirna. Harapannya, pertumbuhan penjualan online dan industri e-commerce bisa semakin cepat.
Namun ada dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh prilaku 'maju-mundur' penerapan kebijakan tersebut selain ketidakadilan persaingan yang sebelumnya sudah disebutkan. Hal itu adalah ketidakpastian iklim usaha.
![]() |
Kala pemerintah dibuat seakan tidak punya fondasi untuk mengambil sikap, saat itulah investor takut untuk menanamkan modal. Sebab, berdasarkan laporan yang dirilis oleh Bank Dunia, faktor utama yang menjadi penentu keputusan investasi adalah stabilitas politik dan keamanan. Sementara faktor kedua terbesar adalah kepastian hukum dan perundangan.
Adapun keringanan pajak hanya berada di urutan ke-7 sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan investasi. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi ) sudah sangat sering mengingatkan akan stimulus investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
E-Commerce Membuka 'Tol Impor'
Hal lain yang menjadi perhatian akhir-akhir ini adalah kemudahan yang diberikan sejumlah aplikator e-commerce untuk melakukan impor. Contohnya di Lazada dan Shopee kini ada barang dagangan yang langsung dikirim dari China.
Uniknya, sebagian barang-barang tersebut menawarkan ongkos kirim yang sangat minim. Salah satu kasus dimana sebuah kamera digital seharga Rp 300.000 yang dikirim langsung dari China ke Jakarta hanya dikenakan ongkos kirim Rp 10.000. Sama dengan ongkos kirim dalam kota Jakarta.
Memang, harus dipahami bahwa setiap konsumen memiliki hak untuk melakukan impor. Baik melalui e-commerce asing seperti Taobao atau Alibaba, maupun lokal punya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kemudahan impor yang ditawarkan e-commerce lokal berpotensi mendorong prilaku impor yang konsumtif bagi masyarakat Indonesia.
Jika penarikan PMK 210 dianggap sebagai penghapusan barrier untuk melakukan usaha, maka kemudahan yang diberikan e-commerce juga telah mencabut penghalang impor bagi konsumen.
Alhasil boleh jadi nanti toko-toko online akan semakin dibanjiri oleh produk-produk impor dan semakin menggeser posisi produk lokal. Ujung-ujungnya, industri dalam negeri jadi kurang dukungan dari pasar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/roy)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular