
Startup Makin Marak Bak Tsunami, Ancaman atau Peluang?
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 March 2019 13:20

Hal ini sejatinya menciptakan tantangan yang tidak bisa dibilang mudah bagi Indonesia.
Pasalnya, pertumbuhan pekerjaan tidak dapat terlepas dari dukungan dari lingkungan.
Sebagai contoh, pada laporan data kemudahan melakukan usaha (Ease of Doing Business) terakhir tahun 2018, Indonesia masih menduduki peringkat ke-73 dari 190 negara.
Salah satu parameternya adalah waktu yang dibutuhkan sesorang untuk memulai usaha, dimana di Indonesai mencapai 20 hari. Sangat jauh dibanding negara tetangga, Thailand yang hanya membutuhkan waktu 4,5 hari. Juga lebih lama ketimbang Malalsia dan Vietnam yang masing-masing hanya memerlukan waktu 13 dan 17 hari.
Bila hal ini terus berlanjut, maka penciptaan tenaga kerja juga akan terhambat. Sebab, penciptaan lapangan pekerjaan baru hanya akan tercipta jika lapangan usaha juga tumbuh.
Selain itu, secara rata-rata, hanya sebesar 8% dari perusahaan Indonesia yang memberikan pelatihan formal kepada pekerjanya. Terutama pada perusaan kecil, dimana hanya 4% yang memberikan pelatihan. Sangat jauh ketimbang rata-rata perusahaan di kawasan Asia Timur dan Pasifik, dimana sebanyak 57% memberikan pelatihan kepada karyawannya.
Dampaknya, perusahaan-perusahaan di Indonesia akan menjadi sulit untuk menciptakan produk yang memiliki daya saing yang tinggi.
Pasalnya, aset paling berharga dari sebuah badan usaha adalah orang-orang di dalamnya. Kala sumber daya manusianya kurang kompeten, sudah hampir pasti outputnya juga akan tak maksimal.
Bahayanya, Indonesia akan semakin kebanjiran barang-barang konsumsi asal luar negeri, alias impor. Jelas saja, masyarakat sudah pasti lebih senang dengan barang yang lebih berkualitas tinggi, sukur-sukur lebih murah.
Sepanjang 2015-2018, Badan Pusat Statistik mencatatkan impor barang konsumsi sedang berada dalam tren peningkatan.
Lihat saja porsi impor barang konsumsi yang mencapai 9,11% terhadap total impor pada tahun 2018. Meningkat dari tahun 2015 yang hanya sebesar 7,62%.
Ini merupakan satu indikasi bahwa kebutuhan masyarakat kurang bisa dipenuhi oleh produk-produk dalam negeri.
Alhasil di kemudian hari bukan tidak mungkin tanaga kerja Indonesia yang jumlahnya semakin banyak tersebut hanya akan memperlancar arus impor. Barang-barang yang tersedia di online marketplace online seperti Tokopedia dan Bukalapak akan banjir barang impor.
Alih-alih mengangkat produk-produk pedesaan, yang ada malah membuatnya sulit untuk berkembang.
(taa/dru)
Pasalnya, pertumbuhan pekerjaan tidak dapat terlepas dari dukungan dari lingkungan.
Sebagai contoh, pada laporan data kemudahan melakukan usaha (Ease of Doing Business) terakhir tahun 2018, Indonesia masih menduduki peringkat ke-73 dari 190 negara.
Bila hal ini terus berlanjut, maka penciptaan tenaga kerja juga akan terhambat. Sebab, penciptaan lapangan pekerjaan baru hanya akan tercipta jika lapangan usaha juga tumbuh.
Selain itu, secara rata-rata, hanya sebesar 8% dari perusahaan Indonesia yang memberikan pelatihan formal kepada pekerjanya. Terutama pada perusaan kecil, dimana hanya 4% yang memberikan pelatihan. Sangat jauh ketimbang rata-rata perusahaan di kawasan Asia Timur dan Pasifik, dimana sebanyak 57% memberikan pelatihan kepada karyawannya.
Dampaknya, perusahaan-perusahaan di Indonesia akan menjadi sulit untuk menciptakan produk yang memiliki daya saing yang tinggi.
Pasalnya, aset paling berharga dari sebuah badan usaha adalah orang-orang di dalamnya. Kala sumber daya manusianya kurang kompeten, sudah hampir pasti outputnya juga akan tak maksimal.
Bahayanya, Indonesia akan semakin kebanjiran barang-barang konsumsi asal luar negeri, alias impor. Jelas saja, masyarakat sudah pasti lebih senang dengan barang yang lebih berkualitas tinggi, sukur-sukur lebih murah.
Sepanjang 2015-2018, Badan Pusat Statistik mencatatkan impor barang konsumsi sedang berada dalam tren peningkatan.
Lihat saja porsi impor barang konsumsi yang mencapai 9,11% terhadap total impor pada tahun 2018. Meningkat dari tahun 2015 yang hanya sebesar 7,62%.
Ini merupakan satu indikasi bahwa kebutuhan masyarakat kurang bisa dipenuhi oleh produk-produk dalam negeri.
Alhasil di kemudian hari bukan tidak mungkin tanaga kerja Indonesia yang jumlahnya semakin banyak tersebut hanya akan memperlancar arus impor. Barang-barang yang tersedia di online marketplace online seperti Tokopedia dan Bukalapak akan banjir barang impor.
Alih-alih mengangkat produk-produk pedesaan, yang ada malah membuatnya sulit untuk berkembang.
(taa/dru)
Pages
Most Popular