
Pengembang Fintech di Daerah Tertinggal akan Dapat Insentif
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
09 January 2019 18:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjanjikan akan memberikan insentif bagi perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang berinvestasi di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
Upaya itu dilakukan untuk mendorong inklusi keuangan di daerah-daerah yang belum terakses layanan keuangan maupun perbankan.
Rudiantara menyebut, insentif itu juga selaras dengan mandat Peraturan Presiden nomor 131 tahun 2015, di mana telah ditetapkan ada 122 daerah yang tertinggal pada tahun 2015 - 2019. Insentif yang diberikan tersebut adalah subsidi untuk biaya transaksi bagi perusahaan fintech.
"Saya bisa memberikan insentif kalau itu dilakukan di daerah T3, berdasarkan Perpres 131, saya bisa step in, saya bisa beri subsidi, subsidi untuk biaya transaksinya," kata Menteri Rudiantara di sela Rapat Koordinasi Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
"Kita juga harus bepikir bagaimana menstimulasi, memberi insentif, kepada mereka, player finteh untuk menyelenggarakan layanannya di daerah yang unbankable," tuturnya.
Pria yang akrab disapa Chief RA itu juga menjelaskan, seharusnya arah kebijakan teknologi finansial, peer to peer lending, ke depan harus lebih afirmatif, utamanya ke daerah-daerah yang tertinggal untuk menggenjot inklusi.
Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan target inklusi keuangan di tahun 2019 sebesar 75 persen.
"Fintech itu harusnya menyasar kepada the unbank, kalau itu dilakukan akan mempercepat peningkatan inklusi keuangan," ujar Rudiantara.
"Misal, mas tinggal di Kabupaten Belu NTT yang masuk dalam kategori 122 kabupaten, di sana memang ada bank tapi sekarang dipermudah. Bahwa transaksinya saya kalau saya pinjam pakai fintech, itu saya disubsidi. Seneng gak? seneng kan," imbuh dia lagi.
Karena itu, kata dia, upaya menggenjot inklusi keuangan juga harus dilakukan bersama baik Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan pihak terkait.
(hps/hps) Next Article OJK: Fintech Sentuh Masyarakat Unbankable
Upaya itu dilakukan untuk mendorong inklusi keuangan di daerah-daerah yang belum terakses layanan keuangan maupun perbankan.
Rudiantara menyebut, insentif itu juga selaras dengan mandat Peraturan Presiden nomor 131 tahun 2015, di mana telah ditetapkan ada 122 daerah yang tertinggal pada tahun 2015 - 2019. Insentif yang diberikan tersebut adalah subsidi untuk biaya transaksi bagi perusahaan fintech.
"Saya bisa memberikan insentif kalau itu dilakukan di daerah T3, berdasarkan Perpres 131, saya bisa step in, saya bisa beri subsidi, subsidi untuk biaya transaksinya," kata Menteri Rudiantara di sela Rapat Koordinasi Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Pria yang akrab disapa Chief RA itu juga menjelaskan, seharusnya arah kebijakan teknologi finansial, peer to peer lending, ke depan harus lebih afirmatif, utamanya ke daerah-daerah yang tertinggal untuk menggenjot inklusi.
Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan target inklusi keuangan di tahun 2019 sebesar 75 persen.
"Fintech itu harusnya menyasar kepada the unbank, kalau itu dilakukan akan mempercepat peningkatan inklusi keuangan," ujar Rudiantara.
"Misal, mas tinggal di Kabupaten Belu NTT yang masuk dalam kategori 122 kabupaten, di sana memang ada bank tapi sekarang dipermudah. Bahwa transaksinya saya kalau saya pinjam pakai fintech, itu saya disubsidi. Seneng gak? seneng kan," imbuh dia lagi.
Karena itu, kata dia, upaya menggenjot inklusi keuangan juga harus dilakukan bersama baik Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan pihak terkait.
(hps/hps) Next Article OJK: Fintech Sentuh Masyarakat Unbankable
Most Popular