
Startup
Pakai Strategi Bakar Duit, Startup Ini di Ambang Kebangkrutan
Roy Franedya, CNBC Indonesia
02 January 2019 18:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Mendirikan startup (perusahaan rintisan) dan berhasil mengumpulkan dana dalam jumlah besar jadi impian banyak anak muda zaman sekarang. Namun para pendiri startup harus belajar dari pengalaman perusahaan rintisan berbagi sepada (bike-hailing) asal China, Ofo.
Forbes melaporkan, Ofo merupakan sebuah proyek sekolah yang beralih ke startup dan memiliki valuasi bernilai miliaran dolar AS yang berada di ambang kebangkrutan. Perusahaan yang berusia kurang dari empat tahun ini sedang dihadapkan pada masalah arus kas yang berdarah-darah karena terlalu cepat dan terlalu banyak menghimpun dana dari investor dan masyarakat.
Dalam sebuah surat internal yang telah beredar luas di media lokal, pendiri dan CEO Ofo Dai Wei mengakui bahwa startup ini sedang berada dalam tekanan cashflow 'besar' selama setahun terakhir dan diisukan dengan mengajukan kebangkrutan.
Layanan berbagi sepeda yang disokong Alibaba ini mengatakan tidak dapat lagi mengumpulkan dana dari eksternal dan manajemen merencanakan pemotongan biaya operasional dalam 'waktu yang tak terhingga' hingga Ofo dapat mengembalikan simpanan pengguna dan membayar pemasok, menurut surat tersebut. Dai menolak mengomentari masalah ini.
"Selama tahun lalu, kami telah menanggung tekanan arus kas yang sangat besar," tulisnya, menurut laporan media lokal. "Kami harus mengembalikan deposit pengguna, membayar kembali pemasok kami, dan menjaga perusahaan tetap berjalan. Kami harus mengubah setiap yuan menjadi tiga. "
Baru-baru ini Dai Wei dimasukkan dalam daftar hitam oleh pengadilan Beijing karena tidak memenuhi kewajiban utangnya. Untuk melakukan 'pengeluaran berlebihan' seperti membeli properti dan mobil, menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, membeli asuransi dan produk wealth management, Dai Wei harus mendapatkan izin dari pengadilan.
Ofo menghadapi arus kas berdarah-darah karena persaingan yang ketat di pasar yang masih belum terbukti secara komersial, kata para analis. Kebijakan perang harga dengan menurun biaya sewa menjadi 1 yuan per jam bahkan gratis bikin keuangan perusahaan babak belur.
Meski begitu, pada 2017, Ofo masih berhasil melakukan penggalangan dana investor sebesar US$2 miliar atau setara Rp 29 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.500). Ofo juga telah menarik lebih dari 200 juta pengguna.
Kebijakan 'bakar duit' yang telah diterapkan Ofo untuk mencegah investor masuk telah menjadi bumerang setelah manajemen tak bisa menutupi biaya operasinya ketika investor enggan menyuntikkan modal.
"Ofo dibajak dengan modal," kata Zhang Yi, pendiri perusahaan konsultan iiMedia Research. "Investor ingin perusahaan bersaing, tetapi persaingan telah berubah, kacau dan tidak rasional. Sekarang, dengan penilaian tinggi, tidak ada yang mau mendanai bisnis ini lagi. "
Ofo didirikan pada tahun 2014 sebagai proyek universitas. Layanan berbagi sepeda ini berhasil menarik banyak investornya. Bahkan raksasa e-commerce China, Alibaba mau jadi lead investor dalam pengumpulan dana sebesar US$866 juta pada bulan Maret 2018.
Awal tahun 2018, ada juga laporan penawaran pembelian bersama untuk Ofo yang ditawarkan oleh afiliasi Alibaba, Ant Financial dan raksasa ride hailing China Didi Chuxing, yang telah menginvestasikan US$ 350 juta pada startup tersebut hingga saat ini. Alibaba tidak menanggapi permintaan komentar melalui email.
Seorang juru bicara Didi Chuxing menolak berkomentar. Tetapi manajemen sebelumnya mengatakan perusahaan tidak pernah mempertimbangkan untuk mengakuisisi Ofo, dan akan mendukung operasi independennya.
Pada Desember 2018, ratusan pengguna yang marah telah berbaris di luar kantor pusat Ofo di Beijing untuk meminta pengembalian uang simpanan mereka. Pengguna pada awalnya diminta untuk membayar deposit 99 yuan (US$ 14,3) sebelum menyewa sepeda Ofo, dan kemudian jumlahnya kemudian dinaikkan menjadi 199 yuan (US$ 29).
Mereka dapat meminta pengembalian dana melalui aplikasi Ofo, tetapi masa tunggunya 15 hari. Dan beberapa pengguna telah mengeluh di media sosial bahwa mereka tidak bisa mendapatkan uang mereka kembali bahkan setelah masa tunggu berakhir.
Bagi Zhang Media, hasil terbaik Ofo adalah menemukan pembeli yang cocok.
"Masih ada kebutuhan untuk bisnis berbagi sepeda jadi saya tidak berpikir Ofo akan mati seketika," katanya.
(roy/prm) Next Article Startup China Bangkrut, 25 Juta Sepeda Jadi Rongsokan
Forbes melaporkan, Ofo merupakan sebuah proyek sekolah yang beralih ke startup dan memiliki valuasi bernilai miliaran dolar AS yang berada di ambang kebangkrutan. Perusahaan yang berusia kurang dari empat tahun ini sedang dihadapkan pada masalah arus kas yang berdarah-darah karena terlalu cepat dan terlalu banyak menghimpun dana dari investor dan masyarakat.
Dalam sebuah surat internal yang telah beredar luas di media lokal, pendiri dan CEO Ofo Dai Wei mengakui bahwa startup ini sedang berada dalam tekanan cashflow 'besar' selama setahun terakhir dan diisukan dengan mengajukan kebangkrutan.
Baru-baru ini Dai Wei dimasukkan dalam daftar hitam oleh pengadilan Beijing karena tidak memenuhi kewajiban utangnya. Untuk melakukan 'pengeluaran berlebihan' seperti membeli properti dan mobil, menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, membeli asuransi dan produk wealth management, Dai Wei harus mendapatkan izin dari pengadilan.
Ofo menghadapi arus kas berdarah-darah karena persaingan yang ketat di pasar yang masih belum terbukti secara komersial, kata para analis. Kebijakan perang harga dengan menurun biaya sewa menjadi 1 yuan per jam bahkan gratis bikin keuangan perusahaan babak belur.
Meski begitu, pada 2017, Ofo masih berhasil melakukan penggalangan dana investor sebesar US$2 miliar atau setara Rp 29 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.500). Ofo juga telah menarik lebih dari 200 juta pengguna.
Kebijakan 'bakar duit' yang telah diterapkan Ofo untuk mencegah investor masuk telah menjadi bumerang setelah manajemen tak bisa menutupi biaya operasinya ketika investor enggan menyuntikkan modal.
"Ofo dibajak dengan modal," kata Zhang Yi, pendiri perusahaan konsultan iiMedia Research. "Investor ingin perusahaan bersaing, tetapi persaingan telah berubah, kacau dan tidak rasional. Sekarang, dengan penilaian tinggi, tidak ada yang mau mendanai bisnis ini lagi. "
Ofo didirikan pada tahun 2014 sebagai proyek universitas. Layanan berbagi sepeda ini berhasil menarik banyak investornya. Bahkan raksasa e-commerce China, Alibaba mau jadi lead investor dalam pengumpulan dana sebesar US$866 juta pada bulan Maret 2018.
Awal tahun 2018, ada juga laporan penawaran pembelian bersama untuk Ofo yang ditawarkan oleh afiliasi Alibaba, Ant Financial dan raksasa ride hailing China Didi Chuxing, yang telah menginvestasikan US$ 350 juta pada startup tersebut hingga saat ini. Alibaba tidak menanggapi permintaan komentar melalui email.
Pada Desember 2018, ratusan pengguna yang marah telah berbaris di luar kantor pusat Ofo di Beijing untuk meminta pengembalian uang simpanan mereka. Pengguna pada awalnya diminta untuk membayar deposit 99 yuan (US$ 14,3) sebelum menyewa sepeda Ofo, dan kemudian jumlahnya kemudian dinaikkan menjadi 199 yuan (US$ 29).
Mereka dapat meminta pengembalian dana melalui aplikasi Ofo, tetapi masa tunggunya 15 hari. Dan beberapa pengguna telah mengeluh di media sosial bahwa mereka tidak bisa mendapatkan uang mereka kembali bahkan setelah masa tunggu berakhir.
Bagi Zhang Media, hasil terbaik Ofo adalah menemukan pembeli yang cocok.
"Masih ada kebutuhan untuk bisnis berbagi sepeda jadi saya tidak berpikir Ofo akan mati seketika," katanya.
(roy/prm) Next Article Startup China Bangkrut, 25 Juta Sepeda Jadi Rongsokan
Most Popular