Perkembangan Teknologi

Perhatian! RI Jadi Medan Pertempuran Alibaba Vs Tencent

Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 December 2018 20:28
Perhatian! RI Jadi Medan Pertempuran Alibaba Vs Tencent
Foto: Tencent & Alibaba (Reuters)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tak cukup hanya berkuasa di Tiongkok, dua raksasa teknologi asal Negeri Tirai Bambu, Alibaba dan Tencent memang sudah dikenal aktif berekspansi di kawasan Asia Tenggara.

Bagaimana tidak, negara-negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nation (ASEAN) merupakan rumah bagi lebih dari 640 juta jiwa penduduk. Seandainya ASEAN merupakan suatu negara, maka akan menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-3 di dunia.

Pada sebuah penelitan yang dilakukan oleh Google bersama dengan Temasek pada tahun 2017, disebutkan bahwa pengguna internet di ASEAN akan mencapai 480 juta pada 2020, yang artinya akan bertambah 45,5% dari 330 juta pada 2017.

Masih dari sumber yang sama, diperkirakan pada tahun 2025, pasar ekonomi digital seperti media online, travel booking, transportasi online, dan e-commerce akan tumbuh ke angka US$ 200 miliar, naik 4 kali lipat dari US$ 50 miliar pada 2017.

[Gambas:Video CNBC]


Alibaba sebagai penguasa e-commerce di Tiongkok, mulai menancapkan cengkramannya di Indonesia pada April 2016 silam. Kala itu Alibaba membeli 51% saham Lazada senilai US$ 1 miliar, membuatnya menjadi pemegang saham utama e-commerce asal Jerman tersebut. Tak puas, tahun lalu Alibaba meningkatkan kepemilikannya di Lazada hingga 83% dengan total investasi mencapai US$ 4 miliar.

Melanjutkan ekspansi bisnisnya di Indonesia, pada Agustus 2017 Alibaba kembali menggelontorkan dana pada bidang e-commerce. Kali ini mangsanya adalah Tokopedia. E-commerce terbesar se-tanah air tersebut kebanjiran dana segar sebesar US$ 1,1 miliar. 

Namun menurut CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, Alibaba tidak lantas menjadi pemegang saham terbesar dengan investasi tersebut. Namun William enggan menyebutkan detailnya.

Yang menarik, pada April 2017 disaat belum tuntas mengakusisi Tokopedia, Alibaba dikabarkan sedang dalam tahap awal untuk menyuntikkan investasinya pada Grab. Namun hingga kini, isu ini seakan menggantung.



Tencent memiliki langkah yang sedikit berbeda dengan rivalnya. Tencent memiliki 34% saham pada SEA, sebuah game perusahaan aplikasi game yang berpusat di Singapura dengan investasi sebesar US$ 1 miliar pada Oktober 2017. 

SEA merupakan perusahaan yang memiliki hak distribusi sejumlah game melalui platform Garena. Sebagai informasi, platform Garena di Indonesia beroperasi di bawah PT. Garena Indonesia yang 100 % sahamnya milik SEA. 

Game yang cukup populer pada platform tersebut diantaranya League of Legends, FIFA Online 3, Point Blank, Blade & Soul, dan Arena of Valor. Selain itu, SEA juga induk usaha Shopee yang juga beroperasi di Indonesia melalui kepemilikan 100% terhadap PT. Shopee International Indonesia.

Tak cukup, Tencent juga menancapkan cengkramannya di Go-Jek dengan kucuran dana sebesar US$ 1,2 miliar pada mei 2017. Ini membuat Go-Jek lebih leluasa mengembangkan aplikasi menjadi 'segala ada', mirip dengan aplikasi WeeChat yang ada di Tiongkok.



Seperti yang telah diberitakan beberapa hari lalu. Layanan pembayaran online Alipay dan WeeChat Pay juga telah membidik sektor finansial tanah air. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Sugeng mengatakan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) telah melakukan penjajakan dengan Alipay.

Mencoba lebih dulu, PT. Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB) bahkan sudah mendapatkan persetujuan BI terkait kerjasama dengan Weechat Pay.

"Ya regulator telah memberikan persetujuan untuk pilot kerja sama transfer di beberapa area sepeti Bali misalnya," kata Direktur Konsumer CIMB, Lani Darmawan kepada CNBC Indonesia, pada Kamis lalu (20/12/2018).

"EDC Android kami bisa menjadi media bagi pengguna WeeChat Transfer", tambahnya. Ini menandakan bahwa infrastruktur untuk melancarkan aktifitas WeeChat Pay sudah rampung.

Memang pada awalnya Alipay dan Weechat Pay diprediksi ingin mengabil 'kue' wisatawan asing asal Tiongkok. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan asal tiongkok periode Januari-Oktober 2018 menduduki peringkat kedua terbanyak, yaitu sebesar 1,86 juta kunjungan atau 14,12% dari total kunjungan wisatawan mancanegara pada periode tersebut. 

Jumlah kunjungan tersebut hanya kalah tipis dibanding Malaysia sebagai posisi puncak sebesar 2,07 juta kunjungan atau 15, 62% dari total kunjungan wisatawan mancanegara.

Namun, dengan melihat luasnya benang merah kepemilikan terhadap sejumlah startup unicorn tanah air, bukan tidak mungkin kedua fintech itu akan mengambil pasar lebih banyak.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(roy/roy) Next Article Xi Jinping Bikin UU Antimonopoli Teknologi, Incar Siapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular